POV Zaki
Sejak pertama kali mendengar dari Arman, temanku yang mengurus bengkel, bahwa ia melihat Ana bersama dengan laki-laki lain. Saat itulah kepercayaanku mulai hilang kepadanya. Istri pertama yang amat kucintai ternyata telah berpaling dariku hanya karena ingin mendapatkan mobil dan fasilitas mewah lainnya.
Aku memang tidak memberikan apapun pada Ana saat bersamaku. Itu dikarenakan mama tak mengizinkan. Alih-alih karena Ana belum memberikan keturunan.
"Woy, mending elu pulang ke rumah. Tunggu Ana pulang, barusan gue liat dia di cafe dengan laki-laki. Sayangnya gue nggak bisa motoin tadi, ribet bawa bocah," tutur Arman saat memberikan informasi ini.
"Yang bener lu? Ana selingkuh? Apa jangan-jangan gara-gara minta beliin baju kemarin ya?"
"Mungkin, makanya elu jadi laki yang adil, masa Ana nggak pernah elu manjain," sahutnya. Kemudian tanpa basa-basi, aku bergegas ke parkiran bengkel. Lalu pulang, menunggu kedatangan Ana.
Benar saja apa yang Arman informasikan. Ana pulang membawa mobil Honda jazz, dan perhiasan beserta tas mewah. Alangkah terkejutnya aku melihat kejadian ini. Emosi campur penasaran menggebu di hati. Namun, sayangnya Ana Melissa tak dapat membuktikan bahwa ia tidak selingkuh. Malahan ia berontak dan berusaha pergi dari rumah, hingga membuatku sontak kesal lalu menalaknya.
Harta memang membuatnya buta, ia rela menjual dirinya untuk sebuah mobil dan perhiasan. Hingga mengorbankan pernikahan kami. Itu artinya, memang tidak perlu mempertahankan wanita seperti itu.
Saat itu, Lita istri keduaku menghubungi. Aku terkejut mendengar penuturannya di telepon.
"Mas, barusan Ana ke sini. Aneh sekali, ia memberikanku bunga mawar berduri," imbuhnya dalam sambungan telepon.
"Masa? Tahu dari mana Ana rumahmu? Bukankah ia tahunya kamu itu anak jalanan?" tanyaku heran.
Setahu aku, Ana Melissa, anak jalanan dan yang ia tahu tentang Lita, ia adalah anak jalanan juga. Padahal, Lita adalah wanita yang ternyata dijodohkan denganku, yang akhirnya aku nikahi secara siri setelah 5 bulan aku menikahi Ana secara sah. Tidak ada pernikahan paksaan antara aku dan Ana. Begitu pula dengan pernikahan siri antara aku dan Lita. Semuanya atas kemauan aku, itu karena aku ingin sekali memiliki anak, tapi Ana tak kunjung hamil.
"Mas, aku juga tidak tahu Ana mengetahui ini dari mana! Aku khawatir Ana menyakitiku dan calon anak kita!" tambah Lita. Aku yakin Lita ketakutan karena tahu bahwa Ana Melissa adalah wanita yang tidak lemah.
"Sudahlah, dia sudah pergi, kan? Tak mungkin dia tahu tentang pernikahan kita. Semua sudah bersedia tutup mulut tentang rahasia ini," ucapku menenangkan.
"Ya sudah, besok antar aku ke Dokter kandungan," ajaknya.
"Pastinya, sampai bertemu besok, ya!" Kemudian telepon pun terputus.
Keesokan harinya, pagi-pagi kami ke rumah sakit. Kami memeriksa kandungan Lita, setelah itu saat hendak antri obat, aku melihat Ana masuk ke ruangan dokter kandungan, tidak kusangka di sana ternyata ada Ana juga.
"Mas, itu Ana."
"Iya, dia pasti ingin cari tahu siapa suamimu, Lita. Sebentar, aku minta tolong orang dulu."
Aku sembunyikan Lita dari keramaian, agar tak terlihat dari Ana. Lalu aku bayar orang untuk mengantri obat dan memakai jas yang tengah aku gunakan.
Kemudian, setelah itu, aku hubungi teman untuk mengambil mobil yang terparkir di rumah sakit, khawatir Ana curiga jika melihat mobilku terparkir di sini.
"Ayo kita pulang!" ajakku pada Lita.
"Ayo, Mas." Setelah itu, ponsel Lita berdering.
"Telepon tuh," ucapku. Sementara Lita mengangkat telepon, aku menunggu temanku untuk mengembalikan mobil itu kembali. Kami janjian tepat di belakang rumah sakit, agar Ana tidak melihat keberadaan kami berdua.
Lita pun selesai menerima telepon, ia mengajakku untuk ke sebuah restoran.
"Mas, kita diundang makan siang oleh Pak Gilang." Siapa dia? Ada apa ngundang kami berdua?
"Siapa Pak Gilang? Sudah tua kamu panggil dengan sebutan Pak?" tanyaku.
"Usianya baru 26 kayaknya, hanya saja jabatannya di sebuah perusahaan membuatku harus memanggil dengan sebutan Pak."
"Kamu kenal dari mana?" tanyaku menyelidik.
"Dia itu teman Papaku, Mas. Baru kenal beberapa bulan yang lalu juga. Saat kita menikah, ia datang loh!" jelasnya.
Berati aman, ia kenal dengan Lita beserta keluarganya. Tidak ada sangkut pautnya dengan Ana. Aku juga bingung sebenarnya dengan orang yang mengirimkan bunga mawar merah ke rumah Lita. Namun, jika aku bicarakan ini pada Lita, yang ada ia malah cemas dengan keselamatannya.
"Ya sudah, tunggu mobil datang dulu."
Kami menunggu mobil datang, sekitar lima belas menitan kami menunggu. Akhirnya ia sampai juga.
"Makasih ya," ucapku pada Arman.
"Sama-sama, jangan kelamaan bohongin anak orang. Ngomong-ngomong cakep sekarang Ana. Punya mobil juga lagi," pungkasnya membuatku bergemuruh.
"Sudahlah, aku mau pergi dulu!" Aku dan Lita pun bergegas ke sebuah restoran di jalan kelinci.
"Mas, restoran itu kan sering aku kunjungi bersama Ana. Aku sering traktir dia di sana, tanpa ia tahu kondisi keuanganku. Ia pikir, aku punya uang dari hasil ngamen saja. Ana tidak tahu bahwa Papaku pemilik PT. Keramik Jaya."
Aku bergeming, jangankan Ana. Aku pun yang baru menikahinya beberapa bulan lalu baru tahu setelah mama bicarakan ini padaku. Kalau tahu yang dijodohkan dulu adalah Lita, anak pemilik PT. Keramik Jaya. Pastinya takkan aku paksakan Ana menikah denganku.
Setibanya di restoran, aku dan Lita bergegas masuk. Aku menyapa dua orang yang tengah duduk. Satu wanita membelakangi kami, dan satu pria berhadapan dengan kami.
"Selamat siang, Pak Gilang!" Kami memberikan salam saat baru saja datang.
"Siang, Lita, Zaki. Perkenalkan ini Ana Melissa." Kami serentak tercengang, termasuk Ana yang sepertinya tidak mengetahui juga akan pertemuan ini.
"Mas Zaki, Lita?" Dengan wajah tertegun, ia menatap kami berdua. Aku dan Lita hanya terdiam, ada rasa gemetar dalam d**a ini. Namun, ada rasa api cemburu saat melihat laki-laki yang bernama Gilang bersama Ana. Ternyata, laki-laki yang memberikan fasilitas untuk Ana itu adalah Pak Gilang.
"Silahkan duduk!" Pak Gilang mempersilahkan kami duduk. Memang tidak terlalu tua juga wajahnya. Aku semakin panas melihat Ana kini duduk di sampingnya.
"Maaf, Pak. Ada apa kami diundang ke sini?" tanya Lita keheranan. Kemudian Pak Gilang mengeluarkan sebuah laptop dan membuka layarnya.
"Laptop? Untuk apa?" tanyaku.
"Saya akan memutar video, kalian simak, ya!" tukas Pak Gilang dengan senyuman disertai lesung pipi di sebelah kirinya. Aku pun mengerenyitkan dahi dan menatap wajah Lita, tanda keheranan dengan sikap Pak Gilang yang akan mempertontonkan pada kami sebuah video. Entahlah, video apa yang akan kami lihat?
POV ANA
Saat aku menoleh ke arah belakang, alangkah terkejutnya kumelihat sosok dua orang yang jelas-jelas keduanya pernah hadir dalam hidupku.
Lita, sahabat jalanan yang pernah menjadi teman di saat aku sedang bosan di rumah. Sedangkan Mas Zaki, ternyata dia suamiku, ia datang bersama Lita, dan yang membuatku keheranan adalah jas yang ia kenakan. Persis sekali dengan apa yang papa cirikan tadi di rumah sakit. Namun, kenapa bisa-bisanya ia menukar dengan orang yang aku temui tadi di rumah sakit. Sambil melamun dan mengingat kejadian di rumah sakit, aku pun duduk di hadapan mereka.
Aku memang heran dengan kedatangan mereka berdua, tapi untuk Pak Gilang, sepertinya ia santai melihat ini semua. Mereka seperti sudah saling kenal sebelumnya.
Aku terdiam, Lita pun sama, apalagi dengan Mas Zaki, ia hanya menatapku sinis dan terkadang melihat ke arah Pak Gilang. Kemudian, Pak Gilang meminta kami semua menyaksikan sebuah video yang telah Pak Gilang sediakan di laptop.
"Sudah bisa dimulai?" tanya Pak Gilang sekali lagi.
"Pasti ini video perselingkuhan kalian, kan?" Mas Zaki masih menuduhku selingkuh. Dadaku jadi bergemuruh mendengar ucapannya. Apalagi ia bicara seperti itu sambil berdiri.
"Mas, bisa tenang, nggak?" tanya Lita. Astaga, sesaknya napas ini mendengar wanita lain menenangkan suamiku di hadapan persis.
Tiba-tiba ponsel Mas Zaki berdering, ia mengangkat teleponnya tapi agak menjauh dari kami. Setelah itu, ia kembali ke meja. Namun, menggandeng Lita untuk pergi.
"Ayo, Lita, kita pergi dari sini! Untuk apa menyaksikan video tidak penting, paling mereka ingin memamerkan kemesraannya!" ajak Mas Zaki dengan menggenggam lengan Lita yang mulus. Aku juga heran dengan tubuh Lita, ia mulus tak seperti dulu saat berada di jalanan. Apakah ia sama sepertiku? Hanya pura-pura melarat di hadapan orang lain?
"Tunggu dulu! Kita simak video yang Pak Gilang akan tunjukkan, ya!" sahut Lita.
"Kamu mau ikut denganku, atau tetap di sini?" sentak Mas Zaki pada Lita. Kemudian mereka pun pergi, entahlah ada apa dengan mereka sebenarnya. Perut Lita yang buncit itu membuat mereka tak bisa berjalan dengan cepat. Aku mengikuti langkah mereka yang lambat, ternyata mereka berjalan ke arah mobil Mas Zaki yang tadi terparkir di rumah sakit. Astaga, Mas Zaki mengantarkan Lita ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungan?
Aku menghela napas dalam-dalam, berharap ini hanya teka-teki, bukan kenyataan pahit yang akan aku teguk saat ini.
"Mbak Ana, kamu baik-baik saja?" tanya Pak Gilang yang ternyata ada di belakangku.
"Nggak, Pak." Aku pun kembali ke meja makan. Pak Gilang pun turut mengikuti langkah kaki ini.
"Sebaiknya Mbak makan dulu, makanannya sudah tersedia!" ajak Pak Gilang.
"Pak, bisa minta tolong dijelaskan, dari mana Pak Gilang kenal dengan Lita dan Mas Zaki?" tanyaku penasaran. Kemudian, Pak Gilang membuka laptop itu kembali.
"Oke, Mbak. Saya putar video ini di hadapan Mbak. Agar terjawab sudah semua pertanyaan-pertanyaan Mbak selama ini."
Pertanyaan-pertanyaanku selama ini katanya? Aku terdiam sejenak, kemudian menyorot tepat di depan laptop. Mataku tertuju ke layar laptop yang ternyata adalah video pernikahan kedua mempelai. Aku pun semakin penasaran dengan sepasang mempelainya. Aku perhatikan ijab kabul yang mereka lakukan.
"Saudara Zami Ardian bin alm. Adi Suhirmat, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Lita Zafirah binti Farid Suntoso dengan mas kawin cincin berlian, tunai!"
"Saya terima nikah dan kawinnya Lita Zafirah binti Farid Suntoso dengan mas kawin tersebut, tunai!"
Pernikahan itu dilaksanakan 7 bulan lalu, itu artinya saat usia pernikahanku berumur 5 bulan. Astaga, aku benar-benar syok melihat ini. Jadi bunga mawar yang papa sengaja kirim itu agar aku mengetahui langsung bahwa Lita adalah maduku?
Aku menghela napas panjang, tak ada air mata yang tumpah untuknya. Ia memutar balikkan fakta bahwa aku tengah menyelingkuhinya. Namun, kenyataannya justru ia yang selingkuh. Malah sudah menikah dan akan memiliki anak.
"Mbak ... Mbak ...." tegur Pak Gilang. Ia mengejutkan dan membuyarkan lamunanku seketika.
"Sudah mengerti maksud saya mempertontonkan ini?" tanya Pak Gilang. Aku pun menganggukkan kepala.
"Baiklah, kalau begitu, untuk selanjutnya kita ke kantor polisi sekarang. Dengan bukti video ini, Mbak Ana bisa menjebloskan suami Mbak ke penjara. Menikah secara diam-diam tanpa persetujuan isteri sah," ajaknya. Aku pun menuruti ajakannya, ini karena hatiku sudah teramat sakit dibuatnya.
Aku dan Pak Gilang bergegas melaporkan Mas Zaki ke kantor polisi. Laki-laki yang pernah menyuntingku dengan cepat, ternyata ia tak lebih hidung belang yang tidak cukup dengan satu wanita saja.
Satu lagi yang masih belum terjawab. Lita, siapa dia sebenarnya? Kenapa ia melakukan ini semua terhadapku?
"Pak Gilang, kita bawa mobil terpisah saja, karena setelah dari kantor polisi, aku akan ke rumah Lita."
Aku yakin Lita sudah berada di rumahnya. Ini sudah lewat jam makan siang, biasanya Mas Zaki kembali ke bengkel untuk mengurusi karyawannya.
Kami telah tiba di kantor polisi, berbekal dengan bantuan video yang pernah Pak Gilang rekam saat itu, aku melaporkan perbuatan Mas Zaki terhadap pihak kepolisian.
Setelah selesai melaporkan perbuatan Mas Zaki, pihak kepolisian segera membuat surat penangkapan Mas Zaki secepatnya. Kemudian, aku pun bergegas ke rumah Lita. Ingin menanyakan perihal pernikahan mereka berdua. Aku ingin mendengar langsung dari mulutnya.
***
Hanya dalam waktu setengah jam, aku pun telah tiba tepat di depan rumah Lita. Mobilnya tidak ada di rumah, apakah ia pergi bersama Mas Zaki?
"Argh ...." Aku kesal melihat mobil Lita tak berada di dalam garasinya. Usahaku untuk menyelidiki pernikahannya dengan Mas Zaki sia-sia.
Aku segera nyalakan mesin mobil kembali, tapi tiba-tiba papa menghubungiku. Dengan keadaan masih kesal dan emosi, aku pun mengangkat teleponnya.
"Ya, Pah."
"Nggak usah lemas gitu, sudahlah kamu pulang ke sini, ada kejutan untukmu wahai putriku." Seperti biasanya, ia selalu mengetahui gerak-gerikku meskipun melalui sambungan telepon. Ada kejutan apa lagi ini? Menyakitkan atau mengobati rasa sakit hati ini?
Bersambung