3. Sang Penggoda

1952 Words
Gibran dan Daisy keluar dari gudang. Pria itu terkejut melihat tujuh preman yang sudah terkapar tak sadarkan diri. “Kamu yang melakukan ini semua?” Gibran menunjuk preman-preman itu. “Ya," jawab Daisy singkat dia sedang fokus mengamati sekeliling tempat itu, ia tak mau ada barang bukti tertinggal di sini. Untunglah tusukan pada leher tidak menimbulkan bekas yang kentara dan besok preman-preman itu tak akan ingat. “Kamu tidak membunuh mereka, kan?” Gibran sedikit takut dengan Daisy. “Aku nggak mungkin setega itu. Mereka hanya pingsan.” Daisy memperhatikan kembali sepertinya tak ada yang tertinggal. “Kita ke mobil yuk Mas, aku kedinginan nih,” ajak Daisy tersenyum genit. Gibran menjadi waspada. Wanita ini pasti berbahaya. “Jangan takut, Mas." Daisy mendekat ke arah Gibran, ingin meraba d**a pria itu. Namun, Gibran justru merinding dan berusaha mundur. Dia juga menatap ke bawah, ke arah kaki Daisy, apakah menapak tanah atau tidak. Perempuan seksi, tengah malam di daerah terpencil, siapa tahu bukan manusia, pikirnya. Ternyata syukurlah setelah diperhatikan Daisy sepertinya manusia. “Sebaiknya kita cepat pergi dari sini!” Pusing juga lama-lama berdiri di sana. Daisy hanya bisa cemberut, susah memang mendekati pria baik-baik, tidak asyik dan sulit untuk ditaklukkan. *** Mereka memasuki mobil. Daisy mengambil ponselnya memberi kabar kepada Aster dan Lily kalau dirinya sudah berhasil. Gibran yang melihat Daisy memegang ponsel, jadi teringat bahwa dia belum mengabari bunda dan sang kakak. Pasti keluarganya sangat cemas, apalagi ponselnya entah berada di mana sekarang. “Daisy, saya boleh pinjam ponsel kamu?” tanya Gibran yang melihat Daisy sudah selesai mengetik pesan. “Boleh Mas, tapi cium dulu." Daisy berusaha menggoda, dia mendekat, lalu memajukan bibirnya ke arah bibir Gibran. Kening Daisy justru disentil oleh Gibran. “Saya lagi tidak ingin bercanda. Nanti saya akan ganti biayanya.” “Siapa juga yang bercanda? Benar-benar nggak asyik!” Daisy menggerutu sembari menyerahkan ponselnya. Gibran bergegas menghubungi sang kakak tanpa memedulikan kelakuan wanita di sampingnya. Benar saja, kakaknya terdengar cemas saat dia mengetahui telepon dengan nomor yang tak dikenal itu adalah dari Gibran. Raditya sudah mencoba pergi ke restoran karena saat menghubungi ponsel Gibran, ternyata menurut pelayan, ponsel adiknya itu tertinggal di restoran. Raditya menghubungi Tiara berkali-kali, wanita itu sama sekali tidak mengangkat teleponnya. Ayesha yang mendengar putra bungsunya tidak ada kabar, juga menjadi sangat khawatir. Tidak biasanya Gibran menghilang seperti ini. Raditya mencari di unit apartemen sang adik, tapi hasilnya nihil. Dia juga menghubungi asisten Gibran yaitu Damar, ternyata Damar hanya tahu bahwa Gibran makan malam bersama Tiara. Gibran yang mendengar cerita sang kakak terlihat menyesal membuat keluarganya cemas. Ini semua karena kebodohannya. Gibran tidak menceritakan terlebih dahulu kalau dia disekap, ia hanya mengatakan jika berada di tempat temannya sekarang, jadi keluarganya tidak perlu cemas. Besok dia akan menceritakan semuanya. “Ini, terima kasih.” Gibran mengembalikan ponsel wanita itu. “Daisy, mungkin kamu sudah tahu, tapi perkenalkan nama saya Gibran Adelard.” Daisy tidak menanggapinya, wanita itu tetap diam fokus menyetir dengan tampang cemberut, membuat Gibran terheran. “Kamu kenapa?” Gibran benar-benar penasaran. “Kesal sama Mas, udah nggak mau cium, malah kening aku disentil, mana sakit lagi!” gerutunya. Gibran hanya tertegun mendengar penuturan Daisy. Perempuan macam apa Daisy ini, pikirnya. “Oke maaf kalau sakit. Lupakan masalah itu. Sekarang saya ingin bertanya, sebenarnya kamu itu siapa? Kenapa bisa tahu saya disekap di gudang? Terus apa motif kamu menyelamatkan saya?” Pertanyaan beruntun dari Gibran. “Nanti saja deh Mas ceritanya di kontrakanku.” “Kita mau ke kontrakan kamu?” “Ya Mas, aku yakin rumah mas jauh dari sini dan malas banget harus ke sana. Aku udah capek gara-gara preman-preman tadi." Gibran mengangguk, benar rumahnya memang jauh dari sini. Hanya saja untuk ke kontrakan wanita di sampingnya rasanya sedikit ngeri. Bukan apa-apa Gibran yakin Daisy akan terus menggodanya. *** Daisy dan Gibran masuk ke dalam kontrakan kecil milik Daisy. Saat masuk, semua ruangan terlihat mulai dari dapur mini, kasur, meja makan tidak ada kamar di sana kecuali kamar mandi. “Masuk Mas, maaf kontrakannya kecil.” “Iya tidak apa-apa.” “Mas, duduk saja di kasur.” Gibran ragu untuk duduk di sana. Rasanya ingin sekali pulang, tapi kalau dia menghubungi Damar, kasihan sekali asistennya karena sudah hampir pukul satu dini hari apalagi tempat ini sangat jauh dan sedikit terpencil. “Sini aku kompres dulu lukanya,” ujar Daisy yang melihat Gibran sudah duduk di kasurnya. Daisy mengompres wajah Gibran yang memar. Gibran sendiri tak mau menatap wanita di hadapannya itu. Bukan hanya penampilan yang menggoda, tapi tatapan genitnya membuat Gibran risi. Jujur ia tidak pernah berurusan dengan wanita yang terang-terangan menggodanya seperti ini. Daisy yang melihat Gibran tidak mau menatapnya menjadi semakin bersemangat menaklukkan CEO itu. Dia mengusap rahang tegas milik Gibran. Tubuhnya juga mulai dicondongkan ke arah pria itu. “Ka-kamu mau apa?” Gibran jadi gugup melihat apa yang dilakukan Daisy. Wanita itu terus maju, bibirnya bahkan tampak mengarah ke bibir Gibran. “Stop!” Gibran menempel telapak tangannya di bibir wanita yang akan menyosornya itu. “Saya harus ke kamar mandi membersihkan diri. Apa kamu punya baju ganti yang mungkin bisa saya pakai?” Gibran merasa gerah bukan hanya karena bajunya yang kotor, tapi karena wanita di hadapannya. “Ayo Mas, kita mandi bareng, aku juga harus mandi.” Daisy mengusap lembut paha Gibran. Pria itu segera menyingkirkan tangan Daisy. Wanita di hadapannya benar-benar membuat frustrasi. “Cukup Nona Daisy! Anda seharusnya tidak melakukan hal seperti ini kepada pria yang baru Anda kenal, apalagi tidak memiliki hubungan apa pun dengan Anda. Sebagai seorang wanita, Anda harus menjaga kehormatan Anda ...." Nasihat panjang lebar dari Gibran membuat telinga Daisy berdengung. Tidak mau semakin pusing, Daisy segera menuju lemari mencari baju dan celana yang cocok untuk Gibran. Dia memberikannya pada Gibran agar pria itu berhenti menyampaikan petuah kepadanya. Setelah Gibran selesai dengan aktivitas mandinya, giliran Daisy yang bersiap untuk mandi. Gibran saat ini hanya sibuk melamunkan kenangannya bersama Tiara. Bagaimana bisa semua itu adalah kepura-puraan Tiara. Dia memang tidak pernah sukses dalam urusan percintaan. Mantan kekasihnya terdahulu hanya mengincar hartanya. Setelah bertemu Tiara, dia sangat yakin Tiara adalah jodohnya, tapi ternyata dia salah besar. Gibran benar-benar kecewa, sedih, dan marah saat ini. Rasa cinta, sayang, dan kepercayaan yang dia berikan kepada Tiara ternyata sia-sia, tidak terbalas. Bahkan, dari awal Tiara hanya bersandiwara atas suruhan Baron dan sebenarnya Baron dan Tiara adalah sepasang kekasih. Baron Ducan saingan bisnisnya, dia tidak habis pikir pria itu bisa melakukan hal selicik ini untuk menjatuhkannya. Di tengah pemikiran Gibran tentang Tiara dan Baron, Daisy keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk yang melilit tubuh indahnya. Gibran tak bisa berkata-kata melihat itu, paha mulus yang terekspos, ditambah bercak air yang masih tertempel di tubuhnya, membuat Daisy terlihat sangat seksi dan menggoda. Gibran segera memalingkan wajahnya tidak ingin berlama-lama menatap Daisy. Wanita itu benar-benar tidak mendengar nasihatnya tadi untuk tidak menggoda pria asing. Daisy bahkan tanpa tahu malu memasang baju tidurnya membelakangi Gibran, sedangkan pria itu sibuk melihat ke arah lain. “Mas Gibran …." Daisy mengeluarkan jurus manjanya. Gibran menoleh dan melihat ke arah wanita itu, mengatur degup jantungnya yang tak karuan, susah memang tidak tergoda dengan wanita seperti Daisy. Apalagi saat ini wanita itu memakai baju tidur mini. “Kamu benar-benar tidak mendengarkan nasihat saya. Lihat saja baju tidur kamu!” seru Gibran sambil memalingkan tatapannya ke arah lain. “Aku dengar Mas, biasanya aku tidur cuma pakai dalaman, sekarang pakai baju gara-gara dengar nasihat Mas Gibran.” Daisy berusaha memeluk pria yang duduk di kasurnya. Tempat tidur di sana hanya sekedar kasur yang terbentang dilengkapi bantal guling. Gibran mencegah Daisy untuk memeluknya, menghela napas untuk ke sekian kali mendengar jawaban wanita itu. Akhirnya Daisy menyerah dan hanya bisa cemberut sambil pergi mengambil kotak obat. “Mas aku olesi salep dulu memarnya.” Daisy dengan telaten mengoleskan salep di bagian wajah Gibran yang terkena pukulan. Pria itu hanya bisa menatap ke arah lain dan sesekali mencuri pandang melihat wajah cantik yang sangat serius tanpa menggodanya. “Oke, sekarang ceritakan kenapa kamu bisa menyelamatkan saya dan apa tujuannya? Kita bahkan tidak saling mengenal,” tanya Gibran setelah Daisy selesai. “Untuk menggagalkan rencana jahat orang yang paling aku benci di dunia ini!” Tidak seperti beberapa waktu yang lalu, suara Daisy terdengar dingin. “Maksud kamu?” “Baron Ducan, aku tadi berada di klub Aquena, tidak sengaja melihat pria berengsek itu di sana. Aku mencari tahu apa yang dia bicarakan dengan seorang wanita yang ternyata adalah pacar mas Gibran. Aku tahu Mas disekap karena Baron ingin menggagalkan pertemuan Mas dengan seorang pengusaha Singapura dan aku menolong Mas agar rencana Baron gagal total,” terang Daisy. Sorot matanya mengandung kebencian yang mendalam. “Memang apa yang Baron lakukan ke kamu?” Gibran penasaran dan yakin bahwa Daisy sangat membenci Baron. Daisy menatap Gibran, tatapannya mulai melembut. “Banyak hal yang aku sendiri tidak mau mengingatnya, tapi lain kali aku akan ceritakan ke Mas Gibran.” Sepertinya hal yang cukup berat dan Gibran pun mengerti. “Mas, besok pertemuan jam berapa?” tanya Daisy. “Jam 10 pagi.” “Yes! Berarti bisa main dulu.” Daisy mulai lagi merayu Gibran. Tanpa aba-aba ia kembali mencium bibir seksi milik CEO tampan itu. Gibran berusaha tidak membalasnya dan mendorong pelan bahu Daisy hingga wanita itu menjauh. “Kenapa Mas nggak suka? Apa aku kurang cantik?” tanyanya sambil menatap sendu pria di depannya. Bukannya Gibran tidak suka apalagi Daisy kurang cantik pastinya tidak! Wanita itu bahkan sangat cantik. Namun, rasanya aneh berciuman dengan wanita yang baru ia kenal. Gibran menggaruk tengkuknya melihat Daisy yang tampak sedih. Apa yang harus ia lakukan sekarang? “Bukan begitu.” Gibran tiba-tiba mengecup kening Daisy karena tidak tega melihat wanita itu murung. Daisy pun kembali tersenyum cerah. “Ayo tidur,” ajak Gibran lembut. Ia merebahkan dirinya. Daisy mengikuti di sebelahnya dan langsung memeluk tubuh pria di sebelahnya. Awalnya CEO tampan itu sempat terkejut, tapi karena merasa nyaman, ia membalas pelukan itu. Katakanlah Gibran sudah gila padahal baru beberapa jam yang lalu dia sedih, kecewa, dan sakit hati karena pengkhianatan Tiara kepada dirinya. Sekarang dia bisa dengan nyaman memeluk wanita lain bahkan dia sempat mengecup kening wanita yang baru ia kenal sekitar satu setengah jam yang lalu. “Selamat tidur, Mas Gibran,” gumam Daisy dalam dekapan Gibran yang nyaman baginya. Sebenarnya dia merayu Gibran bukan tanpa alasan, di video rekaman CCTV, Daisy mendengar Baron mengatakan Gibran adalah pria yang berhati lemah, dia pasti akan terpuruk akibat pengkhianatan Tiara. Jadi, Daisy ingin mengalihkan perhatian Gibran terhadap hal-hal yang membuat pria itu terpuruk. Namun, sepertinya Baron salah, Gibran bukanlah orang yang gampang terpuruk. Buktinya pria itu baik-baik saja bahkan sempat menasihati Daisy cara bersikap kepada pria asing. Menurut Daisy, ada tiga kemungkinan alasan Gibran terlihat baik-baik saja. Pertama, dia merupakan tipikal pria yang ikhlas menerima. Kedua, dia memang pintar menutupi rasa sedih dan kecewanya atau yang ketiga karena ada Daisy pencuri cantik dan seksi yang mengalihkan perhatian Gibran. Oke skip nomor tiga, Daisy tidak yakin sama sekali dengan alasan nomor tiga bahkan menurutnya Gibran tidak mempan untuk digoda. Daisy tahu tadi pria itu mengecup keningnya karena rasa kasihan. “Selamat tidur, Daisy.” Gibran membalas ucapan selamat tidur dari perempuan dalam dekapannya. Daisy tersenyum dalam pelukan CEO tampan yang aroma tubuhnya sama dengan dirinya. Tentu saja mereka memakai sabun yang sama. Tidak lama kemudian Daisy mulai memejamkan mata dan terlelap. Gibran mendengar dengkuran halus dalam dekapannya. Dia menjauhkan wajahnya melihat wajah Daisy yang tertidur nyaman. Benar-benar wanita yang aneh, pikirnya. Tadi Daisy dengan semangat mengajaknya bermain, tapi ternyata wanita itu sudah sangat lelah dan akhirnya tertidur. Gibran juga mulai mengantuk dan memejamkan matanya masih dengan memeluk tubuh wanita asing di sebelahnya, tidak beberapa lama pria itu pun ikut terlelap.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD