Daisy PoV
Ini berawal dari kisahku tujuh tahun yang lalu. Namaku Daisy Azkia, usiaku sekarang 21 tahun. Anak tunggal dari pasangan Papa Chandra dan Mama Seruni. Hari ini aku akan menikah dengan seseorang yang aku cintai, kekasihku selama tiga tahun ini namanya Baron. Tentu saja aku sangat bahagia. Meskipun aku menikah mungkin agak terlalu cepat, tapi menurutku waktu tiga tahun sudah lebih dari cukup untuk saling mengenal dan mengerti satu sama lain.
Pernikahan berlangsung tertutup hanya keluarga dekat saja yang tahu bahwa kami menikah. Alasannya, orang tua Baron tidak mau pernikahan ini tercium oleh awak media karena mereka merupakan pengusaha yang cukup terkenal, tidak mau privasi mereka terganggu. Aku tidak masalah dengan keputusan itu, dipikir lagi ada benarnya juga.
Jangan salah papaku juga punya usaha yang cukup maju beberapa tahun terakhir ini, Flower Interior Company. Perusahaan ini bergerak dalam bidang jasa desain interior. Aku juga lulusan desain interior yang sebulan lalu baru wisuda. Nantinya aku berencana akan bekerja di kantor papa.
Kembali lagi ke acara pernikahanku yang sederhana, tapi menurutku ini sangat berkesan. Walaupun ada yang kurang karena pernikahan ini khusus keluarga, teman-temanku akhirnya tidak bisa diundang. Namun, tidak apa-apa, nanti aku bisa mengabarkan mereka dan membuat acara kecil-kecilan.
Dua bulan pernikahan berjalan dengan bahagia. Yang kulihat Baron sangat mencintaiku, keluarganya juga sangat baik. Namun, beberapa waktu lalu terjadi masalah di kantor papaku. Sepertinya Papa dituduh melakukan plagiat desain, seorang desainer interior yang cukup ternama, hingga Papa rugi ratusan juta untuk membayar denda. Menurutku tidak mungkin Papa melakukan plagiat desain. Itulah tanda tanya besar bagiku. Untunglah papa mertuaku yaitu Papa Arman mau membantu papaku dan meminjamkan papa uang lalu menyelidiki kasus ini. Nanti sebagai gantinya Papa dan Papa Arman akan bagi hasil usaha. Keluarga suamiku memang sangat baik.
Namun, sebulan kemudian lagi-lagi papa dituduh plagiat desain, hingga papa jatuh sakit. Papa mengalami stroke lalu koma. Mama dan aku bergantian menjaga Papa sedangkan papa mertuaku membantu mengambil alih Flower Interior Company. Sedih dan cemas itulah yang aku rasakan ketika melihat papaku terbaring lemah di rumah sakit tidak sadarkan diri. Bukan hanya Papa yang aku khawatirkan, kulihat mamaku juga semakin hari semakin kurus.
“Ma, Papa pasti akan baik-baik saja. Mama sekarang makan dulu ya?” bujukku kepada Mama. Kami sedang menunggui Papa di rumah sakit.
“Iya, Sayang. Kamu juga makan ya, Nak.” Aku dan Mama akhirnya makan bersama dalam diam.
“Ma, aku akan mencari tahu siapa orang dibalik semua ini!” Tekadku sudah bulat sekarang. Aku akan pergi ke kantor untuk menemukan bukti. Aku sempat akan mencari tahu saat masalah muncul pertama kali, namun dicegah oleh suami dan juga mertuaku. Mereka mengatakan semua akan baik-baik saja karena mereka akan membantu Papa. Mereka juga tidak ingin aku mengalami stres. Tentu aku menuruti kata suamiku, tapi maaf kali ini aku benar-benar penasaran apa yang terjadi. Mengapa Papa dua kali dituduh seperti ini? Mama tentu mengizinkanku untuk menyelidiki, tapi tetap memintaku untuk berhati-hati.
***
Aku memasuki ruangan manajer untuk menanyakan kepada manajer di kantor papa, sebenarnya apa yang terjadi? Desain manakah yang dituduh plagiat? Mengapa bukan orang itu yang dikatakan plagiat desain papa?
“Selamat siang, Nona Daisy,” sapa manajer yang kutahu namanya Bagas.
“Selamat siang, Pak Bagas.”
“Saya ingin menanyakan apa yang terjadi sebenarnya, kenapa desain papa saya disebut plagiat?”
“Begini Nona, Pak Chandra mendapat klien dari perusahaan hotel terkenal di Ibu kota. Mereka meminta Pak Chandra untuk mendesain interior kamar di hotel yang baru mereka bangun. Namun, di tengah jalan, klien mengetahui bahwa desain yang mereka pakai sama dengan desain hotel perusahaan saingannya. Tentu klien kita marah dan bukan hanya itu Tuan Alex yang merasa bahwa desainnya di plagiat juga menuntut ganti rugi.”
“Kenapa papa saya yang dituduh plagiat, kenapa bukan Tuan Alex?!”
“Tidak mungkin Nona, bukan hanya karena Tuan Alex adalah desainer interior ternama. Namun, pengerjaan di hotel saingan klien kita sudah lebih dulu dilakukan. Bahkan, Tuan Alex sudah menunjukkan rancangan sketsa dari awal secara detail.”
“Papa pasti juga punya rancangannya dari awal?”
“Beliau tidak punya, Nona.”
“Tidak mungkin, Pak! Anda sudah lama bekerja dengan papa saya dan beliau tidak pernah melakukan hal seperti itu. Saya akan ke ruangan Papa sekarang!”
“Mungkin untuk sekarang jangan Nona karena Tuan Alex akan ke sini setelah makan siang. Tuan Baron akan bernegosiasi dengan Tuan Alex agar mau mencabut tuntutannya.”
“Mas Baron di sini?”
“Iya Nona. Saran saya, Anda pulang saja, serahkan semua pada Tuan Baron.”
“Baiklah.”
Aku keluar dari ruangan itu. Aku bersyukur Mas Baron mau membantu, tapi aku masih ingin membuktikan bahwa Papa tidak bersalah. Menurutku dengan cara seperti yang dilakukan Mas Baron, bernegosiasi dan memberikan sejumlah uang kepada Alex, berarti menganggap papaku benar-benar melakukan plagiat. Aku tidak mau itu terjadi. Aku pergi ke sebuah kafe dekat perusahaan untuk menunggu jam makan siang. Aku harus masuk ke dalam ruangan papa sebelum Alex datang dan tanpa diketahui suamiku. Kalau dia tahu, Mas Baron pasti melarang alasannya pasti tidak ingin aku tertekan mencari tahu hal ini dan lainnya.
Saat jam makan siang aku melihat Mas Baron pergi dari kantor sepertinya akan makan siang di luar. Lalu, aku kembali ke kantor itu. Untunglah sekarang jam makan siang jadi tidak terlalu ramai. Awalnya aku pergi ke ruangan papa, masih ada beberapa sketsa gambar desain interior papa di sana. Namun, memang tidak ada sketsa desain interior untuk proyek kamar di hotel yang dituduh plagiat itu. Aku sempat meminta Pak Bagas memperlihatkan desainnya tadi.
Aku merasa aneh mengapa di ruangan Papa tidak ada CCTV. Dulu yang aku tahu biasanya ada. Aku mengeluarkan kamera pengintai mini dari tasku dan memasangkannya di tempat yang mengarah ke sofa. Aku ingin tahu bagaimana hasil diskusi suamiku nanti. Apakah suamiku juga percaya Papa sebagai plagiat atau dia yakin Papa tidak melakukan itu? Aku berharap semoga Mas Baron membela Papa. Setelah selesai aku bergegas kembali ke rumah sakit, walaupun harus dengan tangan hampa.
***
Pagi hari telah tiba seperti biasa aku menemani Papa di rumah sakit bersama mamaku semalam. Tentu saja aku sudah minta izin kepada suamiku dan Mas Baron mengizinkannya.
“Ma, aku baru ingat taruh kamera pengintai di ruang kerja papa karena mau lihat hasil negosiasi Mas Baron dengan si Alex itu. Ayo kita tonton Ma,” ajakku kepada Mama. Mamaku setuju, beliau juga ingin mengetahui bagaimana tampang si Alex itu.
Aku langsung menghidupkan laptop untuk melihat rekaman kamera pengintai yang kupasang. Aku mulai dari suamiku yang kembali ke ruangan papa. Lalu, ada Kenzo asisten Mas Baron yang mengatakan kalau Alex sudah datang. Saat Alex masuk mengapa tampak Baron dan Alex sudah saling mengenal. Ada senyum di wajah mereka berdua. Baron mempersilakan Alex duduk dan memulai pembicaraan. Namun, bagai disambar petir ketika aku dan Mama mendengar apa yang pertama kali diucapkan Baron.
“Kerja bagus Tuan Alex, saya akan transfer uangnya. Nanti setelah saya bisa mengambil alih perusahaan ini secara keseluruhan dan keluarga mertua saya hancur, saya akan memperkerjakan Anda di sini tentu dengan jabatan tinggi.”
Begitulah ungkapan tak terduga yang kudengar dari bibir lelaki yang sangat aku cintai selama tiga tahun terakhir. Suamiku Baron adalah dalang dari semua ini. Bukan hanya itu keluarga suamiku memang ingin mengambil perusahaan papaku. Benar-benar keji perbuatan mereka. Pak Bagas, manajer di kantor papa bahkan juga ikut dalam rencana jahat itu. Pak Bagaslah yang mencuri desain papa dan memberikannya kepada Alex. Yang tidak diduga adalah klien perusahaan hotel itu juga suruhan Baron.
Bukan hanya aku yang terkejut. Mamaku yang mendengar ini hampir pingsan. Bagaimana tidak? Besan dan menantu yang beliau kira sangat baik ternyata berhati busuk. Aku dan Mama langsung bergegas melaporkan ini ke polisi ingin memberi laporan serta menuntut Baron beserta keluarganya. Namun, sesampainya di kantor polisi terdekat. Laporan itu malah tidak diterima dan aku baru ingat bahwa keluarga Baron banyak yang bekerja di bidang hukum dengan jabatan tinggi.
“Sebaiknya kita pergi ke pengacara Ibram, Ma.” Pengacara Ibram adalah salah satu pengacara yang keluarga kami ketahui.
Namun, saat keluar dari kantor polisi, mobil Baron menghalangi kami.
“Mau ke mana?” Baron keluar dari mobil dan itulah kalimat pertama yang dia ucapkan. Aku yakin pasti ada salah satu polisi yang menghubungi Baron.
“Buat apa kamu tahu?! Aku sudah mengetahui segala kebusukanmu bersama keluargamu dan aku tidak akan membiarkan itu!!!”
“Kamu harus ikut aku sekarang dan serahkan tasmu!”
Baron berusaha mengambil tasku yang berisi laptop. Mama juga membantuku mencegah Baron, terjadilah aksi tarik menarik di pinggir jalan raya dekat kantor polisi.
Brak!
“Daisy!!!”
Aku dipukul dan didorong ke tengah jalan hingga terjatuh. Suara mamaku terdengar terus berteriak memanggil namaku. Aku berusaha untuk bangkit. Namun, karena itu aku tidak melihat ada truk besar melaju cukup kencang di belakangku. Aku merasa tubuhku di dorong ke samping sekitar dua meter oleh seseorang hingga aku kembali terjatuh.
Dengan keadaan telungkup aku bangkit dan berusaha menoleh ke belakang karena terdengar bunyi tabrakan.
Rasanya jantungku akan berhenti berdetak ketika melihat siapa orang yang tertabrak dengan tubuh bersimbah darah. Seseorang yang sangat aku cintai di dunia ini.
“Mama!!!”