8. Daisy sang pencuri

2027 Words
Daisy menyudahi aksinya dan duduk di belakang Gibran agar tidak terlihat oleh para karyawan apa yang sedang ia lakukan sekarang. “Mas sekarang boleh hentikan perdebatannya,” bisik Daisy dari belakang. Gibran hanya bisa tercengang melihat beberapa ponsel sudah ada di dalam tas Daisy yang terbuka. Gibran kembali menghadap depan dan berusaha menghentikan perdebatan dibantu oleh Damar. Sedangkan Daisy sibuk mengotak-atik ponsel milik delapan orang itu. “Kita sedang berdiskusi bukan berdebat, apalagi saling menghina satu sama lain seperti tadi. Kalian tidak menghargai saya yang ada di sini!” tegur Gibran. “Maaf Pak, tapi tim pelayanan dan manajer angkuhnya yang memulai perdebatan ini lebih dulu,” jawab Pak Yuda. “Saya tidak mau dengar saling menyalahkan lagi di sini. Saya ingin kalian menceritakan satu persatu tentang bagaimana bisa makanan itu di klaim tidak higienis oleh tamu!” Akhirnya mereka menceritakan satu persatu versi mereka. Daisy kembali duduk di sebelah Gibran. “Saya mau bertanya, apa benar Pak Agus butuh uang untuk biaya operasi kanker kelenjar getah bening istri bapak? Terus ditawari uang oleh asisten Baron yang bernama Kenzo, hingga Pak Agus berusaha merusak reputasi hotel ini?” tanya Daisy bak wartawan. Wanita itu sedang memegang dua ponsel di tangannya. Agus, asisten manajer panik meraba sakunya. Namun, tidak menemukan ponselnya sama sekali, dia yakin ponsel yang dipegang oleh wanita itu adalah miliknya. Bukan hanya Agus yang kaget semua yang ada di sana pun kaget dengan pertanyaan Daisy. Satu orang lagi wajahnya menjadi pucat karena melihat ponselnya juga berada di tangan Daisy. “Terus buat Pak Prama juga, apa benar anak bapak di penjara karena tawuran dan Kenzo mengatakan akan membebaskan anak bapak apabila Bapak membantu merusak reputasi hotel ini?” lanjut Daisy. Tentu semua tambah terkejut. Ternyata asisten manajer dan asisten head chef bekerja sama untuk menjatuhkan hotel. “Pak Agus dan Pak Prama apa benar seperti itu?!” tanya Gibran. Agus dan Prama sudah merasa terpojokkan. “Maaf Pak kami terpaksa,” ucap mereka bersamaan. “Apa maksudnya ini Agus? Kamu benaran melakukan hal itu?!” Pak Andi terlihat sangat kecewa. “Maaf, Pak. Saya salah.” “Prama, kamu ada masalah, tapi tidak bilang sama saya malah berbuat seperti ini.” Tentu Pak Yuda juga kecewa karena asistennya bukan memberitahunya malah melakukan hal keji mengkhianati hotel dan seluruh karyawan. “Maaf, Pak.” Gibran memutuskan memecat kedua orang itu, mereka diberikan pesangon yang cukup banyak dan sebenarnya cukup untuk biaya pengobatan istri Pak Agus. Sedangkan Pak Prama, walau Pak Yuda kecewa dia akan membantu Pak Prama mencarikan pengacara. Pak Agus dan Pak Prama sempat memohon kepada Gibran untuk mengampuni mereka. Namun, CEO itu tetap pada keputusannya. Dia tidak mau ada karyawan yang berpikir jika melakukan hal ini nantinya juga akan diampuni. Apalagi kepercayaan Gibran kepada Pak Agus dan Pak Prama sudah hilang. Gibran juga mengingatkan kepada Pak Andi dan Pak Yuda untuk menurunkan ego mereka masing-masing. Jangan sampai kejadian seperti ini terulang lagi. Mereka saling menyalahkan satu sama lain padahal dari tim mereka masing-masing ada yang merupakan pelakunya. Sebelum pergi Daisy menyuruh semua yang ada di sana mengambil ponsel mereka masing-masing. Beberapa orang tampak tidak menyadari bahwa ponsel mereka telah dicuri. “Kok kamu bisa ngambil ponsel mereka tanpa ketahuan?” tanya Gibran setelah para karyawan pergi. “Hehehe aku punya tangan ajaib, Mas. Cium deh siapa tahu Mas ketularan tangan ajaib aku.” Daisy mengulurkan tangannya di depan wajah Gibran. CEO itu pun mengecup tangan indah Daisy. “Yang di sini juga mau dicium Mas.” Daisy menunjuk bibirnya. “Saya permisi dulu, Bos. Saya akan tunggu di mobil.” Damar yang polos, tapi peka memilih pergi dari pasangan tanpa status, tapi bucin yaitu Gibran dan Daisy. Pasangan itu pun lalu saling berciuman mesra setelahnya. Sesampainya di kontrakan, Daisy segera mengotak-atik ponselnya memposting alasan mengapa terjadi penurunan pelayan hotel R&G di Jakarta barat. Tentu saja akun tempat Daisy memposting dibuat heboh karena berita itu. Tidak tanggung-tanggung Daisy juga memposting percakapan Kenzo, asisten dari Baron kepada Agus dan Prama. Netizen kembali menyumpah serapahi Baron Ducan. Postingan itu kemudian juga menjadi trending. Tentu Daisy tidak memakai nama asli. Namun, nama samarannya yaitu Sissy Holker. “Hahahahaha ....” Tawa Daisy menggema di seluruh ruangan kontrakannya. Dia begitu senang, sebenarnya dia ingin melihat ekspresi Baron saat ini. *** “Berengsek! Mereka ketahuan dan ada yang memposting percakapan kamu dengan karyawan tidak berguna itu!!!” seru Baron kepada Kenzo. Sudah beberapa hari ini postingan dari Daisy alias Sissy Holker menjadi trending. Usaha Baron kembali mengalami penurunan yang signifikan. Kelicikannya sudah tersebar di mana-mana. Hotel dan resort miliknya sudah tidak ramai seperti dulu. “Maaf Bos.” Kenzo hanya bisa menunduk dan meminta maaf. “Siapa yang memposting itu? Apa si berengsek Gibran?!” “Saya juga kurang tahu Bos. Akun itu tidak bisa dilacak. Namun, akun itu sepertinya milik orang luar negeri.” “Apa?!” “Saya yakin ada orang yang benar-benar dendam kepada saya dan membantu Gibran. Tetap awasi Gibran!” Kenzo hanya bisa menghela nafas lelah. Sudah beberapa anak buah yang ia kerahkan. Namun, selalu ketahuan oleh Gibran dan berakhir tertangkap. Anak buah Baron pernah berkata kepada Kenzo bahwa mereka melihat Gibran berjalan dengan seorang wanita menggunakan masker. Tapi menurut Kenzo itu sama sekali tidak aneh. Tidak mungkin semua ini karena ulah seorang wanita. Apalagi yang membebaskan Gibran malam itu. Kenzo sudah menanyakan kepada Agus dan Prama bagaimana percakapan itu bisa ketahuan. Namun, Agus dan Prama hanya mengatakan kalau ponsel mereka diperiksa oleh Gibran sehingga bisa ketahuan. Ya! Mereka memang tidak mau berkomentar banyak masalah itu karena sudah janji kepada Andi dan Yuda. Mereka juga sudah mendapat pekerjaan baru di sebuah restoran atas rekomendasi dari Andi dan Yuda karena pemilik restoran adalah teman kedua orang itu. *** Beberapa hari berlalu hubungan Daisy dan Gibran semakin dekat. Gibran juga sering menginap di kontrakan kecil Daisy. Raditya, kakak dari Gibran mulai menyelidiki adiknya itu. Begitu juga Bunda yang penasaran apakah putra bungsunya sudah mempunyai kekasih baru. Namun, saat dilacak oleh Raditya, pria yang berusia 34 tahun itu terkejut. Ternyata tempat yang biasa di kunjungi oleh sang adik, adalah sebuah kontrakan di daerah yang dihuni oleh para wanita penghibur. Raditya benar-benar tidak percaya sang adik bermain dengan wanita seperti itu. Apa sebenarnya karena Gibran frustrasi, tapi adiknya tampak baik-baik saja. Ayesha beberapa kali menanyakan ke Raditya. Namun, awalnya putra sulungnya itu tidak mau memberitahukan ke mana Gibran pergi hampir setiap malam. Di mana tempat tinggal kekasih baru putra bungsunya. Ayesha terus mendesak Raditya dan akhirnya Raditya menyerah, dia memberitahukan jika Gibran sering pergi ke kontrakan di daerah tempat tinggal wanita penghibur. Tentu wanita paruh baya itu awalnya tidak percaya. Ayesha bertekad menanyakan langsung kepada Gibran. “Nak, Bunda mau bicara sama kamu,” ucap Ayesha kepada putra bungsunya selesai makan malam mereka. “Ada apa, Bunda?” “Ayo kita ke ruang keluarga.” Ayesha, Gibran, dan Raditya pun berkumpul di ruang keluarga sedangkan Jasmine memilih tidur di kamarnya karena sudah mengantuk. Tentu balita itu tidak boleh mendengar pembicaraan papa, om, dan neneknya. “Nak, Bunda lihat kamu sering menginap di tempat lain akhir-akhir ini, ke mana kamu sebenarnya? Bunda juga tahu kamu bukan tidur di apartemenmu.” “Aku menginap di tempat teman, Bunda.” “Teman, siapa? Perempuan?” Gibran menjadi tidak berkutik dengan pertanyaan sang bunda. Apa dia harus menceritakan tentang Daisy? “Iya perempuan,” jawab Gibran menunduk, tidak mau menatap mata sang bunda. “Perempuan seperti apa dia? Tinggal di mana? Apa pekerjaannya? Apa dia kekasihmu, Nak?” Begitulah pertanyaan bertubi-tubi dari Ayesha. “Dia baik namanya Daisy, dia juga yang menolong Gibran saat disekap oleh Baron dan ketika mencari siapa yang berusaha menjatuhkan hotel.” “Oh, jadi dia orang baik yang menolongmu?” tanya Raditya. Namun, dia agak sangsi ternyata yang menolong sang adik adalah perempuan. Rasanya aneh dia bisa melawan preman sendiri. “Iya, Kak.” “Bunda berterima kasih karena dia banyak menolong kamu, tapi di mana dia tinggal? Apa pekerjaannya?” Ayesha sebenarnya tidak pernah mempermasalahkan hal seperti ini, tapi rasanya jika benar perempuan yang bernama Daisy itu adalah wanita penghibur, apa anaknya nanti akan bahagia? Bagaimana jika ini seperti yang sudah-sudah memanfaatkan kekayaan sang putra yang terlalu baik. “Aku tidak tahu Bunda apa pekerjaan dia, tapi dia tinggal di daerah ....” Gibran akhirnya memberitahu daerah tempat tinggal Daisy. Dia bukan tipikal orang yang akan berbohong kepada keluarganya. “Gibran kamu tahu daerah itu tempat seperti apa? Orang-orang yang tinggal di sana itu kebanyakan adalah wanita malam,” jelas Raditya. Gibran hanya diam, dia tak yakin akan pekerjaan Daisy. Dia pernah menanyakan, tapi Daisy sepertinya menghindari pertanyaan itu. “Bunda mengerti kamu berutang budi dengan Daisy, tapi apa kamu yakin dia perempuan baik-baik. Bunda takut ini seperti yang sudah-sudah, bahkan bisa jadi lebih parah.” “Coba aku tanya apa saja yang sudah kamu kasih ke Daisy?” tanya Raditya. Gibran terkejut mendengar pertanyaan kakaknya. “Astaga aku lupa, Kak. Aku belum pernah ngasih apa-apa buat Daisy. Bahkan, dia sering masak buat aku dan bawain aku bekal makan siang. Aku benar-benar bodoh. Terima kasih sudah mengingatkan, Kak.” Gibran baru ingat dia harusnya memberi sesuatu. Padahal Daisy hanya tinggal di kontrakan kecil. Namun, perempuan itu selalu berusaha membuat dia nyaman jika berada di sana. Raditya hanya bisa melongo mendengar jawaban sang adik. Maksud dia sebenarnya bukan seperti itu. Sekarang adiknya malah sibuk membuka ponsel mencari perhiasan apa yang cocok untuk Daisy. Hampir sama dengan Raditya, Ayesha juga ikut terheran. Sepertinya sang putra bungsu sangat menyukai wanita bernama Daisy tersebut. Itulah yang sangat Ayesha takutkan, jika anaknya terlalu menyukai. Bagaimana akhirnya jika hanya dimanfaatkan? “Gibran dengar Bunda!" Gibran menoleh ke arah sang bunda. “Bunda hanya ingin menasihati, jangan menjalani hubungan seperti sekarang. Bunda sama sekali tidak suka! Kamu kata teman, tapi selalu menginap di rumahnya. Bunda tidak jadi masalah jika memang dia dulunya perempuan malam, tapi dia harus benar-benar berubah. Lalu, kamu juga harus siap apakah bisa menerima masa lalu Daisy dan kamu harus tahu sifat asli Daisy jika memang kalian ingin bersama. Kalau tidak begitu, jauhi dia sekarang!” “Baik, Bunda.” “Kalau serius, Bunda ingin kamu perkenalkan dia. Kalau hanya main-main, Bunda harap kamu berhenti pergi ke tempat Daisy!” tegas Bunda. Gibran mengangguk, benar hubungan seperti ini tidaklah baik. Dia harus mengetahui tentang Daisy. *** Daisy tertidur pulas dalam dekapan Gibran. Seperti biasa Gibran menginap di kontrakan Daisy. Berbanding terbalik dengan Daisy, mata Gibran belum bisa terpejam, dia memikirkan apa yang bundanya katakan beberapa hari yang lalu. Bagaimana jika Daisy tidak mau menceritakan kisahnya? Apa dia harus meninggalkan Daisy? Dia tidak sanggup meninggalkan wanita dalam dekapannya itu. Daisy seperti merasakan kegelisahan Gibran sehingga dia mulai terbangun dan membuka mata. Samar-samar dia melihat Gibran melamun menatap langit-langit kamarnya. Daisy mengulurkan tangannya memegang lembut pipi Gibran dan CEO itu pun tersentak kaget. “Mas, lagi mikirin apa?” tanya Daisy dengan suara serak khas bangun tidur. “Tidak apa-apa,” Gibran menggeleng pelan. Daisy berguling naik ke atas tubuh Gibran dan menatap mata pria itu. “Mas, jangan bohong! Ayo cerita ke aku,” bujuk Daisy. Gibran memeluk Daisy yang sudah berada di atas tubuhnya. “Daisy, apa kamu mau menceritakan masa lalumu?” Gibran sekarang sudah mengganti panggilan menjadi ‘Aku’ bukan ‘Saya’ lagi. Daisy terkejut Gibran mau membahas masa lalunya. Dia sekarang bangkit untuk duduk. “Mas benaran mau dengar cerita masa laluku?” “Iya, aku harap kamu mau menceritakan itu.” “Aku mau menceritakan, tapi aku harap Mas tidak akan menjauhiku mendengar dengan cara apa aku menghasilkan uang.” “Aku tidak akan menjauhi kamu.” Mendengar pernyataan Daisy, Gibran semakin yakin pekerjaan Daisy berhubungan dengan dunia malam. Namun, dia sudah berbesar hati untuk menerima. “Oke tunggu, aku harus ke kamar mandi dulu dan cuci muka agar bisa lebih enak ceritanya.” Gibran mengangguk. Daisy bergegas ke kamar mandi menatap dirinya di cermin. Ya! Sudah seharusnya Gibran mengetahui masa lalunya karena mereka memang sudah sangat dekat. Mungkin Gibran bisa membantunya menjatuhkan Baron dan mengambil miliknya kembali. Daisy kembali dari kamar mandi, mereka sama-sama duduk di atas kasur, “Ini mungkin kisah yang cukup panjang, Mas Gibran harus siap mendengarkannya.” Gibran menyetujui hal itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD