3. His Action

1434 Words
" -You will never know his feelings and you never know what he did to get your heart- "   "Pagi anak-anak." Suasana kelas yang semula ricuh mendadak hening. Bising bising dari suara penghuni kelas seketika lenyap sewaktu Bu Nani, guru biologi menapaki lantai ruang kelas mereka. "Pagi bu.." jawab mereka serempak. "Sebelum itu, saya menginformasikan bahwa Zergio tidak masuk hari ini karena sakit." Kata Bu Nani sebelum memulai kelas jam pertama. Perkataan Bu Nani tidak mendapat tanggapan apapun dari seisi kelas. "Dia sakit, bu?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Selena dan hanya mendapat deheman kecil dari Bu Sintia. Tanpa ia sadari pertanyaan itu menyambut beberapa pasang mata ke arahnya. Sebab gadis yang di kenal cuek dan tidak teralu memusingkan seisi kelasnya itu terlihat aneh dengan pertanyaan yang baru saja ia ajukan sebelumnya.Terlebih Glen, Jojo dan abi yang merupakan sahabat Gio sampai heran dengan respon Selena. Gisel yang menyadari situasi tidak menyenangkan tersebut lantas mengalihkan perhatian mereka. "Gini bu soal ujian yang kemarin kita semua sudah sepakat buat minta dikasih remedia sama ibu. Soalnya teman-teman kita pada nggak puas semuanya sama niai yang ibu kasih. Boleh kan bu?" "Baiklah nanti siang setetah jam istirahat untuk kelas kalian ibu kasih remedi." "Baik bu. Makasih." Seteah keadaan kembali aman Gise menyikut lengan Seena. "Oi... lo gue iatin dari tadi Cuma bengong aja. Cie yang bau jafian kemarin lagi galau cowoknya nggak masu hari ini cie." "Bacot!" "Yey sombong amat lo Sel. Mentang mentang cowok o sakit gue yang sahabat lo dari jaman orok lo cuekin. Ck..." "Eh sorry Gis.. gue Cuma—" "Udah gue ngerti kok. Tapi aneh aja tumben sama Gio lo sekhawatirnya kayak gini." "Biasa aja gue." "Iya iya.. lo mah ngomongnya biasa aja tapi...." "Ck udah ah. Gue nggak mau dilempar Bu Sintia pake spidol." ------ Selena sudah tiba di depan rumah bergaya khas mediterania, dengan cat putih tulang yang lebih mendominasi setiap bagiannya. Ia menekan kuat egonya untuk tidak menekan bel di pintu rumah, tapi mengingat karena mungkin kesalahannya yang membuat keadaan cowok itu memburuk hingga tidak ke sekolah selama dua hari terakhir dalam minggu ini. Selena menarik nafas panjang dan menekan bel rumah Gio beberapa kali dengan keberanian yang ada dan tak berselang lama dibuka oleh seorang pelayan rumah. "Gio nya ada bi?" Tanya Selena to the point namun tetap ramah. Ia malas berbasa-basi. "Oh ada non. Mari silahkan masuk. Kamar tuan muda di lantai 2." Ujar pelayan seraya mempersilahkan Selena masuk. Sesampainya dilantai 2 ia mencari kamar Gio dan mendapati kamar Gio yang sedikit terbuka dan menampilkan Gio yang tertidur pulas dengan wajah babak belur yang masih belum sembuh sepenuhnya. Selena mendekati ranjang Gio. Mengamati ekspresi pemuda itu saat tertidur. Wajah lelah disertai lebam yang masih membiru di sudut bibir dan keningnya. Selena melihat ada sedikit tempat kosong di sisi pemuda itu dia memiih mendaratkan bokog di bagian ranjang yang kosong. "Gue minta maaf soal kemarin." "Nggak perlu." Balasan itu keluar dari bibir pemuda yang masih memejamkan mata itu sebelum kedua matanya terbuka sempurna. Gio menegakkan tubuhnya lalu bersandar pada kepala ranjang. "Lo nggak perlu datang ke rumah gue cuma untuk minta maaf. Justru yang harus minta maaf disini itu gue bukan elo." "Tapi karena gue keadaan lo jadi kayak gini." "Itu juga bukan salah lo. Itu salah gue." Keadaan kembali hening. Karena merasa suasana seakan tengah mengolok dirinya yang seperti pengecut Gio langsung menarik Selena mendekat kearahnya. "Makasih udah mau jauh-jaug datang ke sini liat keadaan gue." Gio mengecup punggung tangan Selena. Dia sangat ingin melakukan itu. Selena hanya diam saat mendapat perlakuan manis pemuda itu. Lalu detik selanjutnya dia langsung member jitakan di kepala Gio membuat empunya mendengus. "Gue cewek lo jadi wajar kalau gue jengukin pacar gue." Selena mengeluarkan sesuatu dari dalam ransel yang sudah ia siapkan dari rumah untuk Gio. Lalu dia membuka kotak makan berlogo Tupperware tersebut yang isinya bubur ayam dan memberikannya untuk Gio. "Makan gih..." "Malas. Maunya disuapin sama pacar gue yang cantik." Selena terkekeh melihat tingkah manja yang Gio tujukan untuknya. "Buka mulut lo" "Aaa..." Gio membuka muutnya menerima suapan-demi suapan dari kekasihnya. Gio makan dengan lahap. Mengingat seharian ini perutnya belum diisi. Dia tidak agi memperhatikan kesehatannya. Bahkan kedua orang tuanya sudah pergi dengan bisnis mereka masing-masing sejak pagi buta tanpa menanyakan keadaan Gio sama sekali. "Enak... pacar gue bisa masak juga yah ternyata. Nggak salah gue milih elo jadi calon bini gue." Selena kembali menabok kepala Gio saat pujian pemuda itu terkesan menyindirnya. "Makasih pacar." Gio menyengir lebar. "Pacar gue keliahatan laper banget. Belum makan seharian?" "Uhhh pacar gue perhatian banget sama gue cie.." "Halu!" "Halu-halu gini juga pacar lo, noney." "Noney?" Gio kembali mengangguk. "Noney nya Gio hehehe.." "itu panggilan anak kecil yang belum bisa ngomong bener, Gio!" "Tapi gue maunya gitu, noney." "Mulutnya bau. Jauh-jauh ih belum sikat gigi pasti." "Tau juga noney. Maaf belum mandi soalnya." Gio menyeringai namun langsung menahan pergerakan Selena ketika gadis itu hendak menuruni ranjang. "Sini nyandar di dipan sama gue." Selena melengos namun tetap menuruti permintaan kekasihnya. Kini mereka duduk bersandar di kepala ranjang menselonjorkan kaki seperti dua anak kecil. Gio meraih jemari Selena untuk ia bawa dalam genggaman jemari besar miliknya. Selena sama sekali tidak merasa risih saat menerima tiap perlakuan Gio. "Gue masih belum percaya kalau kita sampai sedekat ini. Kita terlalu jauh. Kita nggak pernah bersinggungan. Lo nggak sekalipun ngelirik gue dan sebaliknya. Lo sama sekali nggak pernah buat gue tertarik. Namun sejak kemarin, perasaan biasa-biasa saja itu malah berubah buat gue tertarik sama lo." Gio meletakkan tangan Selena di kepalanya meminta gadis itu mau memberi usapan di sana. Benar saja gadis itu mengelus helaian rambut Gio yang masuk dalam sela jari-jari lentiknya. "Manja ih!" "Biarin! Manja juga sama cewek gue kok." Gio terkekeh dan mencubit gemas hidung mancung Selena. "Gio.... " "Hm?" "Gue terima lo karena gue tahu lo nggak seburuk yang orang pikirkan." Gio menyusutkan senyumnya. Wajahnya tidak lagi seceria seperti sebelumnya. Dia menunduk dan menyembunyikan wajahnya di bahu Selena. "Seperti apa yang mereka katakan. Gue seburuk itu. Dan memang kenyatannya gitu." Gio mengendus wangi leher Selena. Meniup-niup pelan telinga gadis yang hampir seharian ini mewarnai imajinasinya. "Ada sesuatu yang harus gue ungkapin sama pacar gue." Gio berbisik di sela leher Selena membuat gadis itu menahan geli. Dia ingin menghindar namun tubuhnya menolak. Sentuhan pria menggetarkan seluruh pusat dirinya. "Sesuatu? Penting? Ada untungnya buat gue?" "Nggak ada untungnya buat lo. Untungnya cuma buat gue..." Gio kembali berbisik. Kali ini disertai gigitan-gigitan kecil yang ia berikan pada telinga Selena. Dia menyukai kegiatannya tersebut. Menggoda kekasihnya dan mungkin seterusnya akan menjadi rutinitasnya untuk menggoda Selena. "Gue butuh lo...." ".... Bukan sebagai pemuas nafsu melainkan seseorang yang selalu ada di sisi gue. Ini terdengar egois tapi gue benar-benar butuh diri lo. Permintaan gue kali ini mungkin konyol tapi bisakah lo buka hati buat gue?" "Untuk itu gue masih ragu." Gio menarik kepalanya dari ceruk leher gadis itu dan tersenyum lembut memandang wajah cantik kekasihnya. Dia sedikit merasa kecewa namun tidak memperlihatkan kekecewaannya pada gadis itu. Lalu dia menarik Selena untuk bersandar di dadanya. "Jangan dilepas. Sebentar saja." Selena hanya mengangguk. Dia pun merasakan hal yang sama dengan Gio. Hangat dan nyaman saat tubuhnya bersandar di d**a bidang pemuda itu. "Coba lo liat ke luar" Bisik Gio di telingnya. Selena mengikuti apa yang dikatakan Gio. "Hujan." Selena menjawab apa yang dilihatnya namun seperti gumaman. Suaranya itu terlau halus dan menyambar hati Gio yang kian menghangat. Dia rindu saat-saat seperti sekarang. "Dan lo tahu apa yang harus lo buat?" Gadis itu menggeleng. Belum mengerti dengan maksud pertanyaan Gio namun kedua alisnya berkerut penuh selidik. "Lo harus tidur sama gue. Malam ini. Tanpa penolakkan." Gio mendekap gadis itu kuat-kuat sebelum membawanya jatuh berguling di atas ranjang bersamanya. "Gue cuma butuh lo. Disini. Nggak akan terjadi apa-apa sama kita berdua. Gue mau cewek gue nyaman dalam pelukan gue. Setidaknya itu bisa meringankan beban yang selama ini gue pikul di pundak gue." "Maybe you're my shinning. Gue nggak akan buat dosa malam ini sama lo. Karena....." ".....lo berharga buat gue." Selena tidak menanggapi apa yang Gio tuturkan. Fokusnya hanya dengan terus menatap Gio. Pemuda itu berkata dengan polos dan jujur. Gio menarik nafas pelan.  "Semalam pacar lo ini tidur lagi sama cewek ain..." Selena tidak terkejut dengan pernyataan Gio. Dia memiih tersenyum meskipun bagian lain dalam dirinya sedikit tidak terima pemuda itu bersama gadis lain terlebih lagi sampai melakukan hubungan seksual seperti itu. Tapi dia memiih tidak ikut campur. "Lo trelalu jujur sama gue. Itu kebutuhan lo. Gue nggak berhak marah sama lo atas apa yang lo lakuin sama perempuan lain. I am fine. Its okay." "No! lo cewek gue. Kejujuran gue yang lo butuh. Sorry my girl... pria b******n ini terlalu hina untuk bisa bersanding sama lo." "Don't worry... apa mungkin lo peduli sama perasaan gue?" Gio diam sejenak lalu mengangguk. Sungguh dia pria paling b******n jika dia tidak memikirkan perasaan kekasihnya. "But I will... yeah I will. I will change..." "Gue harap itu bukan janji..." "Gue nggak janji. Tapi detik ini juga lo harus tahu bahwa lo tertawan dalam pelukan seorang hyper sex... I am a monster, baby."

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD