Bagian 3 - Kenal

1287 Words
Clorinee. Clorine.. Kemarilah. Pulanglah, nak.. Ayo kembali kepada kami, sayang. Kami semua menunggumu disini. Clorine kenbalilah..     Sebuah bayangan hitam yang melintas membuat Clorine menolehkan kepalanya dengan cepat. “Siapa?” matanya menelisik lorong demi lorong sebuah bangunan tua yang tidak pernah dikenalinya itu. Clorine, sayang. Kembalilah. Tolonglah kami. Tolong kami, Clorine.     Clorine terbangun, tersentak dari mimpi panjangnya yang terasa semakin aneh. Suara nafasnya terdengar tidak beraturan dengan banyak keringat yang menetes didahinya. Mimpinya terasa panjang sekali, dan rasanya benar-benar sangat aneh.     "Ada apa, Clo?" tanya Kimby—saudari angkat Clorin—yang ikut terbangun. "Kau bermimpi buruk lagi? Kau butuh sesuatu? Ingin minum?”     "Tidak. Aku tidak papa. Hanya ingin ke kamar mandi sebentar. Tidur lah kembali, Kim." Clorine meninggalkan Kimby yang masih linglung ke kamar mandi.     Suara pintu kamar mandi tertutup membuat Kimby mengerjap dengan cepat. Dia turun dari ranjangnya dan menempelkan telinganya dari sana diam-diam. Namun tidak ada satupun suara yang terdengar, sehingga Kimby mengetuk pintu kamar mandi pelan-pelan.     “Clo? Kau benar baik-baik saja kan? Ingin pelukan?”     Tiba-tiba saja pintu kamar mandi terbuka, menunjukkan rupa gadis bersurai pirang yang sudah basah dengan air matanya.     Clorine memeluk tubuh Kimby erat dengan isakan keras, sehingga gadis bersurai hitam mendekap erat sambil mengusak punggung Clorine pelan.     “Tidak papa, menangislah. Ada aku disini.” ***     Pagi ini Clorine berjalan sempoyongan karena tadi malam dia susah tidur karena sibuk menangis dalam diam, sekaligus takut dengan mimpi yang menghantuinya setiap malam kembali datang menghampiri.     "Pagi, Clo." Sapa Audrel saat melihat sahabat pirangnya itu terlihat lebih kacau hari ini.’     “Hai, Drel.” sahutnya tanpa semangat kemudian duduk di kursi kelasnya. Audrel mengikuti dalam diam.     “Clo, ada apa dengan mu? Kau ingin menceritakan sesuatu? Tubuh mu terlihat seperti habis dihisap dementor, kau tahu?”     Clorine menghela nafas. Merebahkan kepalanya diatas meja dan menatap Audrel dengen kerutan didahi. “Apa kau pernah berfikir kalau sekolahan kita ini angker?"     “Apa-apaan, Clo. Jangan menakut-nakuti ku seperti itu.” Audrel cemberut kesal membuat Clorine ingin tertawa melihat wajah Audrel yang sudah menunjukkan raut penuh waspada.     "Aku serius.” Clorine memasang wajah datarnya. “Kau tahu kan kalau aku sering tiba-tiba diam belakangan? Aku fikir itu hanya halusinasi ku saja. Jadi aku mencoba mengabaikannya.”     “Terus?”     “Terus tadi malam aku memimpikan hal itu. Aku benar-benar penasaran jika itu hanya hantu atau justru—“     “Kau bilang itu hanya hantu?!” potong Audrel cepat, membuat Clorine seketika tergagap. Audrel menggoyang-goyangkan tubuh Clorine dengan kesal. “Jangan bicarakan hantu dengan ‘hanya’, nona McCanne!”     “Kalian sedang membicarakan apa? Kenapa serius sekali?” suara yang terdengar dari belakang telinganya membuat Audrel berteriak dan memeluk Clorine.     “Hantu!”     “Benar-benar.” Keanu yang baru datang menjitak Audrel yang menganggapnya hantu barusan. “Bisa-bisanya kau menganggap pria dengan anggota tubuh lengkap dan berjalan seperti manusia normal lainnya ini hantu.”     Keanu berdecak dan duduk disebelah Audrel dengan santainya. “Jadi, kenapa?”     “Clorine bilang dia selalu melihat hantu disekolah belakangan ini.” Audrel mendengus kesal. “Ada-ada saja.”     “Aku kan belum selesai berbicara. Aku juga belum tahu pasti. Jadi ini salah mu sendiri yang terlalu cepat berasumsi.”     Clorine mencoba membela diri. Tak menyadari jika pemuda dengan postur tinggi dan surai hitamnya yang baru datang mendengarkan kalimatnya sejak tadi.     “Sososk itu selalu mengikutiku, dan tiba-tiba dia muncul sekejab mata. Aku bingung sekali karena elakangan aku melihat sosoknya dengan jelas.”     “Apa dia berupa bayangan hitam?”     Clorine, Audrel dan Keanu menoleh saat Revano bersuara. Dia mendekat dan duduk disebelah Clorine tanpa canggung sedikitpun, padahal dia baru mengenal ketiga orang dihadapannya.     “Ya, dan dia melayang, berlalu dengan sekejab mata.” balas Clorine seadanya.     “Aku bisa membantu mencari tahu.”     “Hey, hey. Apa maksud kalian, guys? Kalian tidak berencana memburu ‘hantu’ kan?” Audrel menatap tak percaya dan menggoyangkan lengan Clorine sekali lagi. “Kau tak akan melakukannya kan, Clo?”     “Aku setuju.” Putus Clorine membuat Audrel berseru tidak suka.     Sebenarnya ini cukup menarik karena Clorine juga penasaran apakah bayangan itu ada hubungan dengan mimpi atau justru memang hanya hantu yang berkeliaran.     “Baiklah, jika kau melihat sesuatu segera laporkan kepadaku.” Balas Revano yang membuat Clorine mengangguk paham.     Keanu yang memperhatikan sejak tadi hanya menatap anak baru itu dengan dengusan kesalnya. ***     “Kau sungguh berencana untuk melakukan hal bodoh itu bersamanya?”     Keanu tiba-tiba saja sudah berasa disebelah Clorine membuat gadis yang sedang melakukan piketnya—mengumpulkan bola basket setelah pelajaran olahraga— memutar bola matanya malas.     “Kau bahkan membiarkan pemuda itu berada disekelilingmu?” Keanu melihat Revano yang sudah duduk dikursi lapangan basket indoor dengan raut kesalnya. “Kau baru mengenalnya, Clo.”     “Ya, terus apa masalahnya?” Clorine melempar bola basketnya kesal, menghela nafas dan berkacak pinggang menatap pemuda itu.     “Aku tidak suka.”     “Apa urusanmu. Kau bukan siapa-siapa. Tolong bersikap sewajarnya, Kean. Menjauh dariku.”     Keanu menggeleng tak percaya mendengar kalimat itu dari bibir orang yang disukainya. Dia menaikkan kedua bahunya, menyerah.     “Ya, kau benar. Siapa aku yang berani-beraninya mengaturmu kan? Aku bahkan sudah ditolak ribuan kali. Bukankah aku yang terlalu bodoh?”     Clorine mengedipkan matanya, ingin bersuara namun diurungkan saat Keanu melanjutkan ucapannya kembali.     “Seharusnya sejak dulu aku mencoba melepaskanmu kan, Clorine? Kau bahkan tidak pernah melirik ku, dan sekarang aku malah bersikap terlalu perduli kepadamu karena perasaan bodohku.”     “Keanu—“     “Bersenang-senanglah, Clo.”     Keanu berjalan meninggalkan Clorine. Menutup pintu lapangan indoor dengan dentuman keras hingga mata gadis itu terpejam erat. Sedetik kemudian Clorine menghela nafas dan menoleh kearah Revano yang mungkin saja sudah memperhatikannya sejak tadi.     “Hai?” ucapnya yang membuat Revano menaikkan kedua alisnya.     “Ingin makan ice cream?” ***     Suasana kedai ice cream di depan sekolah mereka cukup sepi sore ini. Hanya ditemani music pop santai yang membuat kaki Clorine yang menggantung bergerak mengikuti irama.     “Jadi, laki-laki itu tadi?”     “Teman ku.” Jawab Clorine cepat sambil menelan matcha-nya. “Keanu lebih tepatnya. Dia hanya terlalu—seperti itu kepada ku.”     “Maksudmu suka? Jatuh cinta?”     Clorine hanya menaikkan kedua bahunya, tak berniat menjawab.     “Masih belum melihat apapun hari ini?”     Clorine menggeleng hingga membuat surai pirangnya bergerak kesana-kemari. “Sepertinya itu karena kau.”     “Karena ku? Bagaimana bisa.”     “Mungkin karena kau bisa melihatnya dan mungkin juga dia ketakutan. Jadi dia mencoba bersembunyi. Atau karena dia akan kembali saat aku pulang ke rumah dan walla—hari burukku kembali lagi.” Clorine mendengus sebal. “Sial sekali.”     Zzhhpp..     Sesuatu yang melintas barusan membuat mata Clorine melebar menatap Revano dihadapannya. “Kau melihatnya? Kau melihatnya tadi?” dia menggerak-gerakan tangannya dilengan pemuda itu.     Mata Revano memejam, dia mengarahkan telunjuknya di bibir Clorine meminta gadis itu diam. Clorine yang tidak mengerti apapun memutuskan menurut dan kembali ketempat duduknya dengan tenang.     Saat tangan pemuda itu bergerak kebelakang tubuh Clorine, gadis itu mendadak duduk dengan kaku sambil mencengkram meja.     “Kenapa kau mengganggu gadis ini?”     Revano bersuara saat sebuah lengan putih diraihnya dengan cengkraman erat. Clorine yang menyadari sosok itu ada dibelakang tubuhnya meraih lengan Revano satu lagi untuk dipeluknya.     “Aku takut.” Clorine memilih diam tak bersuara membuat Revano dengan lengannya yang masih dipeluk gadis itu menepuk kepalanya pelan.     “Tenanglah. Dia sudah kabur.”     “Hantunya pergi?”     Suara tawa Revano terdengar membuat bibir gadis itu mengerucut kesal. Dia tidak suka ditertawai.     “Bukan. Dia bukan hantu, Clo. Sepertinya dia ada hubungannya denganmu. Mungkin dia ingin menyampaikan sesuatu.”     “Sesuatu?” Clorine mengangkat wajahnya dengan kerutan didahi. “Sesuatu seperti apa?”     “Aku tidak tahu. Mungkin dia akan benar-benar datang padamu saat kemampuannya benar-benar sempurna.”     “Apa yang kau katakan sebenarnya?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD