Ponselku kembali berdering. Erick pasti sudah memastikan kalau aku membaca pesannya yang terakhir, makanya langsung menghubungi. "Huh, akhirnya kau mau juga bicara denganku, Marin," kata Erick langsung bersuara di ujung telepon. Entah kenapa terdengar lega. "Bagus sekali caramu mengancamku, Erick. Tapi, untuk apa kamu menghubungiku lagi, dan dari mana kamu tahu nomorku?" tanyaku kesal. Biar saja dia marah atau tersinggung mendengar perkataanku yang naik satu oktaf, karena jujur banyaknya masalah membuatku tidak bisa mengendalikan emosi saat ini. Terdengar kekehan kecil yang berasal dari bibir manis pria itu. "Bukan hal sulit mencari nomormu. Yang sulit itu bagaimana caranya agar aku bisa bertemu dan bicara denganmu. Tapi syukurlah dan terima kasih Marin, karena akhirnya kau mau

