Bab 14: Indigo vs Indihome

1014 Words
Akibat badan Nadia yang bergetar hebat dan wajah nya yang pucat, Sule akhirnya memutuskan untuk keluar dari teater membawa Nadia yang tampak lemas. "Ayo keluar..." Ajak Sule. Nadia menggeleng. "Tapi film nya belum selesai." Sule menggeram marah, di saat seperti ini gadis itu masih saja memikirkan kerugian. "Tapi sayang film nya." Rengek Nadia yang merasa sangat disayangkan jika mereka keluar, padahal film baru berjalan setengah jam saja. "Film disayang, aku nya kapan kamu sayang?" Tanya Sule lirih, yang sayangnya bisa didengar Nadia yang berada tepat di samping pemuda itu. Tentunya ucapan Sule mampu membuat ia ketar-ketir dan jantungnya serasa mau copot. "Anjin bener ini polisi, jantung gue gak sehat Deket dia nya." Batin Nadia menatap sule dengan tajam. "Kenapa natap aku kayak gitu?" Tanya Sule yang menyadari jika sedari tadi gadis itu tengah menatapnya dengan intens. Nadia yang untuk kedua kalinya kepergok menatap Sule langsung gelagapan dan menatap ke segala arah untuk menghindari tatapan yang menggetarkan hati milik Sule. "Kalau mau bilang aku ganteng, bilang aja kali." Nadia tidak merespon, gadis itu memilih berjalan di depan menghindari hal yang memalukan terjadi lagi. Hingga dengan tiba-tiba ia merasa ingin buang air kecil dan mengayunkan langkahnya menuju kamar mandi bioskop yang berada di lorong sebelah kanan. Kamar mandi tersebut tampak sedikit lenggang dari biasanya, mungkin karena sebagian besar pengunjung masih berada di dalam teater. Dengan memberanikan diri, Nadia menekan rasa takutnya atas bayang-bayang film dan kejadian tempo dulu yang menyisakan trauma mendalam untuknya membuka pintu kamar mandi yang ternyata dalam keadaan kosong semua. Karena sudah kepalang kebelet, Nadia tidak lagi memikirkan ketakutan nya. Ia dengan tenang duduk di closed sembari menyanyi guna menenangkan diri dari kesepian kamar mandi. Sampai ketika sebuah suara perempuan yang ikut bernyanyi bersamanya membuat ia langsung terdiam dengan tubuh yang gemetar ketakutan, ia yakin sedari tadi tidak ada orang yang masuk ke dalam kamar mandi apalagi WC, lantas siapa yang ikut bernyanyi bersamanya bahkan ketika ia berhenti suara itu masih terus melanjutkan nyanyinya. Nadia sedikit menurun kan kepalanya guna melihat siapa gerangan di sebelah WC yang ia tempati, karena kebetulan posisi toilet terdapat celah untuk melihat ke sebelah dari bawah. Namun hal yang mengejutkan membuat ia menutup mulutnya yang hendak teriak ketakutan, dengan tangis yang coba ia redam, dengan spontan Nadia memakai celananya lalu berdiri dan lari keluar dari toilet tanpa memperdulikan tatapan aneh pengunjung yang kebetulan tengah berada di depan lorong itu. Sule yang sedari tadi menunggu Nadia keluar tentunya kaget melihat bagaimana cepatnya Nadia berlari, gadis itu bahkan sudah menuruni eskalator tanpa menunggu dirinya. "Nadia! Woy!" Gadis itu masih tidak mendengar, Sule yang melihat lari Nadia tidak beraturan dengan cepat menyusul gadis itu dan menarik tangannya begitu sudah dekat. Alhasil Nadia tertarik ke belakang mengakibatkan dirinya jatuh tepat di atas Sule yang sama-sama terjatuh di lantai. Posisi yang sangat tidak elite sebenarnya, tapi ketika Sule ingin bangkit berdiri, Nadia malah mendekapnya dengan badan gemetar ketakutan. "Nad, kenapa?" Tanya Sule lembut mencoba menenangkan gadisnya dari rasa takut. Ia jadi merasa bersalah juga sudah mengajak gadis penakut ini nonton horor. "Ta-tadi di kamar mandi ada Kunti." Jawabnya pelan. Sule mengernyitkan dahinya heran, di kamar mandi ada Kunti? Seingatnya kamar mandi ramai tadi tuh, kenapa Nadia malah ketakutan. "Dia nyanyi-nyanyi, masa lagu yang gue nyanyiin dilanjutin sama dia, kan ngeri." "Emang tau dari mana kalau itu hantu mba Kunti?" "Yah gue gak denger ada orang masuk, tiba-tiba udah denger suara nyanyi aja." Sule menggeleng kan kepalanya, ia sedikit ingin bangkit sebab posisi seperti ini lama-lama terasa sangat sakit juga. "Bisa berdiri gak? Atau masih betah pelukan kayak gini, tapi kalau mau lanjut nanti aja di motor jangan di tengah mall gini, malu." Nadia yang mendengar itu langsung tersadar dan seketika bangun dari tidur nya. Menutup mata sejenak, kemudian melihat sekitar yang menatapnya dengan raut wajah penasaran. Se metropolitan nya Medan, tetap saja hal ini dianggap tabu oleh sebagian orang awam, apalagi mall yang mereka kunjungi bukan kawasan mall elite yang hanya kalangan tertentu saja bisa masuk. "Encok dah pinggang." Celetuk Sule sembari mengusap pinggangnya yang memang terasa sangat sakit sekali. Gila aja ini Nadia sepertinya punya dendam kesumat kepadanya sehingga setiap pertemuan selalu membuat tubuhnya terasa sakit. Nadia yang memang orangnya masa bodo an tidak peduli dengan Sule yang tengah kesakitan, ia malah merapikan penampilan dan hijab nya yang berwarna hijau botol dan baju berwarna abu-abu itu. "Bukannya nolongin, malah pedulikan penampilan Doang. Gak tau terima kasih." Nadia yang mendengar itu sontak menatap Sule dengan tajam. "Ngomong apa barusan? Coba ulangi?" "Gak ada, orang diem aja kok dikira ngomong." Nadia memicing kan matanya menatap Sule dengan curiga, rasanya sangat menyesal menyetujui ajakan dari polisi gadungan ini, lagian tadi ia kesambet apa sih sebenarnya? Kok bisa-bisanya setuju saja ikut nonton, udah gitu nonton genre horor pula. Niat hati ikut Sule untuk menghindari kehororran rumah nya, eh malah sampai ke bioskop ketemu langsung dengan demitnya. "Laper gak?" Tanya Sule yang sedari tadi mengikuti Nadia dari belakang layaknya seorang anak ayam dengan induknya, Nadia yang sebenarnya merasa risih memilih diam karena tidak mood ngomong. "Kalau laper makan dulu," ujar Sule lagi. Lama ia menunggu sahutan sampai akhirnya Nadia menggeleng sebagai jawaban atas ajakannya tadi. "Pulang aja, gue mau tidur." Sule mendesah pelan, niat hati ingin kencan dengan si bar-bar malah diganggu dedemit dan membuat Nadia mendadak bisu mengajak nya pulang, gagal sudah rencananya ini. "Emang tadi ada suara apa sih?" Tanya Sule yang memang sangat penasaran sekali atas apa yang terjadi di dalam toilet. Tapi Nadia yang mendengar pertanyaan itu sama sekali tidak menjawab, memilih bungkam dan menyimpan rapat-rapat kenangan terburuknya selama mengunjungi bioskop, besok-besok ia mungkin akan trauma jika di ajak nonton. "Kalau kamu bisa liat yang begituan, berarti kamu ada indigo dong?" Nadia menghentikan langkahnya, ia juga. Bukan sekali dua kali ia melihat penampakan, apa jangan-jangan ia spesies anak indigo yang dapat berhubungan dengan pada dedemit? Tapi masa iya? "Tapi aku pikir kamu bukan anak indigo deh," ujar Sule menatap Nadia dari atas lalu ke bawah dan berulang kali. "Kamu lebih cocok jadi anak Indihome yang kerjanya rebahan doang, kalau gak anak Indomie, cocok tuh keras kalau udah disiram air panas lembek dan mengembang."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD