Babl.3 : Surga jalur Ghibah

1038 Words
Nadia tengah bersiap menuju kampus, ia mengenakan sweater coklat dengan hijab berwarna merah, jangan debatkan masalah warna yang saling bertabrakan, sudah tahu kan kalau Nadia adalah gadis yang anti dengan peraturan dan hal lazim lainnya, hidupnya akan ia gunakan sebagai ajang mencari hujatan agar dirinya masuk surga jalur ghibah. Ia melihat ke arah kamar kedua orang tuanya yang masih tertutup rapat, seolah mengerti tentang aktivitas kedua orangg tuanya, Nadia memilih melengos dan berharap di meja makan sudah tersedia sarapan. Tapi yang namanya hidup, tidak selalu sesuai dengan ekspetasi, begitu ia membuka tudung saji, hanya ada bekas makan kemarin malam. Lihatlah emaknya itu, spesies istri terbaik, akan tetapi ibu yang kejam. "IBU TIRI... HANYA CINTA KEPADA AYAHKU SAJA!"Teriaknya sengaja mendatangi kamar emaknya, dan sama sekali tidak mendapatkan tanggapan apa pun. "Kak, ribut banget sih," keluh adiknya dengan wajah super duper datar. Akh! mari Nadia kenalkan dengan adiknya yang bernama Paramex panggilannya, sebenarnya nama sang adik yang tercatat di kartu keluarga adalah Patwa Ramadhan Mexim disingkat menjadi Paramex. Nadia tidak menjawab, gadis itu memilih berlalu dari hadapan adiknya yang memilik wajah seperti tembok yang hendak runtuh di sekolah lamanya. "Kak Nad... " Nadia melihat ke arah tangga. "Buatkan surat gue, gue lagi mager buat kuliah." What the f**k! dikira dirinya ini kantor pos? Lagian adiknya tidak sekolah dengan alasan mager, yang benar saja. "Gak mau gue!" "Gak mau? Gue aduin ke emak kalau kemarin elu kena tilang sama polisi." Nadia terbelak kaget, kenapa bisa adiknya ini tahu? kan sekolahnya tidak lewat jalan itu? atau jangan-jangan si paramex benar-benar menjadi obat dan tersebar di mana pun. Demi keselamatan jiwa raganya, mau tidak mau Nadia menuruti perintah dari Baginda Paramex obat migran. Dengan segala kekesalan yang membumbung tinggi, dirinya menulis surat keterangan adiknya dengan asal-asalan. Begitu selesai, Nadia berjalan menuju ke kamar adiknya untuk menyerahkan surat yang telah ia tulis tadi.. "Paramex, ini surat lu." Nadia mengetuk pintu dengan sekuat tenaga seolah ingin mendobrak pintu kamar itu. Menunggu beberapa menit kemudian pintu itu terbuka memperlihatkan seorang remaja dengan wajah urakan membuka pintunya. "Ini surat lu." Nadia menyerahkan sebuah surat yang sudah ia tulis tadi. Fatwa malah menyerahkan surat yang sudah ditulis itu ke Nadia kembali. "Lu yang antar." Nadia terpelongo kaget, kenapa sedari tadi kesannya ia malah menjadi babu dari adiknya? Tapi karena waktu sudah mepet, lebih baik ia menuruti karena menunggu laki-laki di depannya ini mengalah sampai buaya beranak kerbau pun tidak akan pernah mengalah. Nadia sedikit terkikik geli, ia menulis surat adiknya dengan bumbu-bumbu kejahilan yang akan menjadi petaka bagi remaja itu. Dengan Hormat.. Dengan perantaraan surat ini, saya beritahukan kepada bapak ibu yang mengajar di kelas XII IPS SMA Negeri Medan, bahwasanya anak saya yang bernama PARAMEX, Tidak dapat mengikuti pelajaran pada hari ini berhubungan karena MAGER. Sekian surat dari saya ini, semoga dapat dimaklumi. Tertanda Patwa Ramadhan Mexim Nadia terkikik geli di sepanjang jalan begitu suratnya sampai di tangan guru piket yang berada di dekat post satpam. Adiknya yang kurang akhlak itu akan mendapatkan ganjaran yang pedih karena telah menjadikan dirinya babu pagi ini. Nadia sampai di kampus tepat setelah lima menit jam kuliah dimulai, dengan santai ia berjalan masuk ke kelas tanpa memperdulikan seorang dosen yang hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat kelakukan Nadia tanpa niat menegur. Bagi Nadia, dosen mata kuliah hukum dan hak asasi manusia adalah dosen paling baik sedunia. Karena dosennya ini benar-benar mengamalkan hak asasi manusia di mana setiap orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak, oleh sebab itu, setiap mahasiswa yang terlambat tidak akan pernah dikeluarkan, dihukum ataupun beberapa tindakan yang menghambat proses belajar mahasiswa tersebut. Makanya Nadia sangat tenang meskipun dirinya sudah tahu akan telat. "Negara kita merupakan salah satu negara yang paling menjunjung tinggi yang namanya penegakan HAM. Namun demikian, masih banyak nya kasus yang menjadi pelanggaran HAM tidak tuntas bahkan hilang dari pemberitaan." "Pak." Nadia mengangkat tangannya tinggi. Membuat atensi dari dosen tersebut yang semula ke proyektor makalah, menjadi ke arah dirinya sepenuhnya. "Kenapa, Nadia?" "Apakah tidur termasuk dari HAM?" Tampak dosen tersebut yang berpikir dengan keras hingga tak lama mengangguk setuju. "Iya, tidur adalah hak asasi manusia untuk beristirahat. Kenapa emang, Dek?" "Saya ngantuk, kalau saya tidur berarti tidak salah dong yah. Kan HAM saya?" Seluruh anggota kelas nya tertawa setelah mendengar celetukan dari mahasiswi pelanggar hukum. Sedangkan dosen yang tengah berada di depan tadi sudah terpelongo seolah baru sadar jika dirinya telah dikerjai oleh Nadia. "Lagian yah, Pak. Jangan menuntun penegakan HAM yang sesuai di Indonesia kepada pemerintah. Sedangkan diri kita sendiri saja sering melanggar itu. Contohnya seperti saat kita sekarang, belum bisa membahagiakan diri sendiri dan sibuk membahagiakan orang lain, padahal salah satu dari hak asasi manusia itu adalah manusia berhak bahagia. " "Jadi intinya apa?" Nadia sedikit menegakkan badannya lalu menatap sang dosen yang masih melajang sampai sekarang. "Bapak gak mau gitu negakkan HAM saling bahagia berdua bersama saya?" Wuiiiih... "Inget, Nad. Bapak itu udah ada calon, dan lu gak termasuk dari kriterianya," sahut serang teman sekelas Nadia yang paling depan posisi duduknya. Jelas saja Nadia yang mendengar itu berdecak kesal, emang manusia Prik! Dirinya hanya bercanda kali, ya masa ia jatuh cinta dengan dosennya yang paling taat aturan ini? Bisa-bisa nanti dirinya menjadi tersangka kasus pembunuhan karena kesal melihat suaminya. Dosen tersebut tidak terlalu ambil pusing, hingga keadaan kelas makin kacau dengan suara teriakan dari mahasiswi yang tepat berada di depan mejanya dan juga suara Nadia yang berada di pojok kelas saling bersahut-sahutan. "Gatel emang lu, ngaca! Pakai baju aja ABCD. Gak nyambung," ujar pedas mahasiswi yang bernama Angela itu. "Fans banget sama gue yah? Sampe segitu telitinya elu." "Najis, fans sama lu bikin gue masuk neraka." Nadia terbahak-bahak mendengar itu. Ia maju kedepan tepat di sebelah dosen yang berdiri dan sedang menonton drama anak remaja yang baru pubertas. "Tanpa fans sama gue, elu udah masuk neraka sih, soalnya hobby ghibahi gue. Katanya kan kalau kita membicarakan orang lain, maka dosa yang diceritakan akan berbalik sama yang menceritakan. Jadi saran gue, teruslah berghibah, sampai gue masuk surga jalur ghibah." Tampak mahasiswi itu yang semakin marah dan ingin menerjang Nadia yang berdiri di depan sana dengan wajah songong penuh kemenangan. Sebenarnya mereka tidak lagi merasa heran dengan pertengkaran yang setiap hari akan terjadi, lagian mereka sudah paham dengan style seorang Nadia, jadi tidak perlu berkomentar sana sini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD