Bab 4 : Pertemuan ke dua

1096 Words
Setelah pertengkaran itu, Nadia harus mengakui jika kekuatan lawannya masih di atasnya. Mungkin setelah ini dirinya akan berguru kepada ayahnya, agar diberi ilmu hitam, jadi ia tidak perlu repot-repot menggunakan tenaga, cukup jampi-jampi saja. Kelas telah usai, Nadia sendiri memutuskan untuk ke kantin fakultas yang berada di belakang gedung, biasanya kantin itu akan diisi oleh mahasiswa aktivis yang tergabung dalam organisasi kampusnya. "Nad, mau ke mana?" Tanya Rizqi yang merupakan teman satu kelasnya. "Kantin, laper gue gak sarapan tadi. Mamak sama bapak keenakan bercocok tanam." "Hahaha... Anjir emak bapak lu gak sadar umur." Nadia terkekeh geli, dirinya mengakui itu. Bahkan kedua orang tuanya tidak segan-segan untuk bermesraan di depan anak-anak nya yang masih bocil ini. "Bu, ayam tepok nya satu sambel nya pedes yah." Teriak Nadia yang memesan menu paling aneh sendiri, ayam tepok adalah ayam geprek. Menurut Nadia kalau ayam geprek terlalu sadis, lebih baik ayam tepok. Matanya melirik suasana kantin yang tampak sangat ramai sekali, well ini sebenarnya bukan pemandangan yang asing sih, malah kalau sepi ia malah keheranan dan menganggap mahasiswa sudah jatuh tanggal tua. Selagi menunggu pesannya datang, Nadia mengecek kondisi keuangan nya yang sudah dalam masa tenggang, begitu membuka dompet ia sedikit merasa heran karena biasanya pada letak susunan kartu akan penuh space nya, tapi kali ini seperti ada yang kurang. "Nad, jadi ngurus SIM nya?" Tanya Rizqi yang datang membawa segelas teh manis dan jika diteliti sudah berkurang banyak isinya. Kebiasaan temannya itu minum sambil berdiri dan berjalan. "Jadi, bentar gue ambil KTP dulu." Nadia merogoh dompetnya dan terkejut begitu tidak mendapatkan KTP nya. Ia membongkar tas berserta saku celana nya. Dan semua tidak ada menunjukkan keberadaan KTP nya. Rizqi yang melihat itu tentu saja merasa bingung, apa yang sedang dicari oleh gadis jadi-jadian ini? Kenapa sampai begitu paniknya? "Napa sih lu? Apa yang dicari?" "KTP gue digondol siapa yah? Kok mendadak gak ada di tempat? Ya kali dia lari sendiri." "Mungkin aja sih dia kabur, bosen punya nyonyah kek elu bentuknya." "Si anjir, bukannya bantuin nyari." Nadia kembali membongkar isi tas nya dan juga dompetnya, namun keberadaan kartu tanda penduduk itu tak kunjung jua ia dapatkan. "Ke mana sih yah Allah... Masa iya ilang, perasaan kemarin itu masih di tangan gue deh..." Nadia mencoba terus mengingat-ingat di mana terakhir kalinya ia meletakkan KTP nya itu, sampai ingatkan nya berhenti ketika ia sedang melewati lampu merah tak jauh dari kampusnya, dan di sana ia ditilang dan terlibat cekcok dengan polisi bernama aneh. Seketika ia berdecak kesal karena menyadari jika dirinya melupakan KTP yang sempat ditahan oleh polisi itu. Masa iya dirinya harus menyerahkan diri lagi ke polisi yang menilang nya? Padahal ia sudah menolak mentah-mentah dan kabur dengan cepat dari tilangan tersebut. "KTP gue sama polisi k*****t!" Sungutnya kesal. Risqi mengerutkan dahinya dengan penuh tanya, polisi? Kenapa bisa KTP temannya ini ada pada polisi? "Lu kena tilang?" Dengan terpaksa Nadia mengangguk, untuk pertama kalinya ia yang suka dengan melanggar hukum harus merasakan rasanya ditilang. Menghela nafas kasar, Nadia mengacak pelan hijabnya sebelum merapikan lagi hijab berwarna merah menyala itu. "Jadi, mau ke sana?" "Iyalah, ya kali kagak! KTP gue gimana jadinya." Rizqi tertawa ngakak... Tidak pernah-pernahnya Nadia berurusan sama aparat penegak hukum, eh kali ini si pelanggar hukum harus menghampiri musuh nya sendiri. Ibarat kata menghampiri kandang harimau. *** Sesuai dengan niatnya di awal. Siang ini setelah jam kuliahnya selesai ia akan datang ke posko tempat para polisi itu berada. Ia akan memborbardir posko mereka jika dipersulit mengambil KTP milik nya. Lihat saja apa yang akan ia lakukan nanti, tunggu kejutannya. Sepanjang jalan menuju posko yang berada tepat di samping lampu merah itu, Nadia terus merapalkan doa dengan tujuan untuk dihindarkan dari dedemit berbaju coklat yang hobbynya mencari kesalahan para pengendara. Tak lama matanya dapat melihat beberapa polisi yang berdiri di bahu jalan dan beberapa pengendara seperti dirinya kena tilang. Dengan emosi yang menggebu-gebu ia langsung menghentikan laju motornya bahkan tidak mencagak motor itu hingga jatuh terguling. Bukannya membenahi motornya, Nadia yang tidak memperdulikan tatapan orang lain berjalan menghampiri beberapa polisi yang melongo melihat tindakan nya barusan. "Mba, mba. Itu motornya jatuh." Tegur sah seorang polisi yang terlihat masih sangat muda. Nadia menatap tajam polisi itu. Lalu mendesis tidak suka. "Suka-suka gue lah, motor-motor gue, kenapa elu yang repot sih?" Polisi itu tampak meneliti penampilan nya yang mungkin terasa aneh bagi orang normal, tapi kan dirinya tidak normal, jadi yah sah-sah saja dong mau berpenampilan bagaimana. "Mba nya ada keperluan apa yah? Atau lagi kehilangan sesuatu? Kecopetan?" "IYA! GUE KEHILANGAN SESUATU YANG PALING BERHARGA... MANA TEMEN LU SULE?" Nadia berteriak lantang, bahkan dengan cepat ia menuju posko yang tampaknya masih ada beberapa orang di dalamnya. "Sule!!! Woy, di mana lu?" Teriakan Nadia menjadikan mereka menjadi pusat perhatian, terlebih ketika seorang polisi tampan keluar dari dalam posko masih lengkap menggunakan sarung dan baju kokoh. "Loh, kamu? Ada apa? Udah mau ditilang?" Tanya Sule yang melihat kehadiran gadis yang kemarin menghajarnya habis-habisan. "Heh lu, mana KTP gue?" Sule tampak dengan santai meletakkan sajadahnya di kursi sebelah posko. "Ktp kamu udah saya serahkan ke kantor. Jadi kamu ambil di kantor sekalian ngurus tilang." Jawabnya dengan santai. Bahkan sangking santainya membuat Nadia ingin menimpuk wajah Sule dengan sepatu miliknya. "Kok bapak gitu sih? Gua gak salah apa-apa." "Gak salah? Yakin kamu? Nerobos lampu merah, gak pakai helm, gak punya SIM, gak bawa STNK. Dan terkahir,.kamu buat saya migran seharian karena jambakan kamu itu, siap-siap aja kena pasal berlapis atas tuduhan pengeroyokan." Nadia melotot tajam mendengar hal itu, bukan apa-apa, dirinya merasa ini tidak separah itu. Lagian kemarin ia kan khilaf. "Bapak juga saya kenakan pasal, pasal berlapis pis... Pis... Pis..." Sule mengangkat alisnya sebelah, memasang wajah sok cool yang paling digilai banyak wanita tapi yang paling dibenci oleh Nadia. "Atas dasar apa kamu mau mempidanakan saya?" "Atas dasar pencemaran nama baik." "Pencemaran nama baik? Nama kamu bukan baik setahu saya. Apa yah kemarin? Narida, namia? Ah, Nadia. Betul kan?" Nadia tidak menjawab, ia kembali memasang wajah super duper juteknya seakan telah memupuk kebencian sejak lama. "Bacot banget sih, udah sini KTP gue." "Kan udah saya katakan, KTP kamu sudah berada di kantor, silahkan kamu urus yah." Sule hendak melangkah masuk ke dalam posko, dan Nadia yang tidak terima akan hal itu langsung menyerang dengan sangat ganas, ia menarik rambut milik Sule dengan kuat, menggigit bagi lelaki itu sampai menjerit kesakitan, yang jelas Nadia sangat luas sekali. Setelah melepaskan semua dan melihat jika Sule sudah lelah dan tidak berdaya,.Nadia berjalan menjauhi, namun sebelum itu ia memberiman jari tengahnya kepada Sule yang tengah dibantu oleh rekan-rekannya. "LIHAT AJA! KTP KAMU NANTI BAKAL GANTI SAMA BUKU NIKAH!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD