Bab 11: Awal

1009 Words
"Kamu beneran gak ada hubungan apa-apa sama itu polisi?" Nadia menghembuskan nafasnya pelan. Ia menetralkan degup jantungnya yang masih menggila sebab perkataan polisi gila itu. "Enggak!" Tegas nya dengan menatap anggota keluarganya dengan penuh keyakinan. Babe menatap Nadia dengan mata memicing curiga, putri nya itu terlihat tidak meyakinkan sekali, tapi ia sangat bersyukur sih, setidaknya ia tidak jadi memiliki seorang menantu yang berprofesi sebagai polisi. Bukan apa-apa, tapi dirinya memiliki kenangan pahit yang berhubungan dengan aparat penegak hukum, namun berbeda dengan babe, ibu Nadia malah merasa lemas karena gagak mendapatkan menantu tampan seperti Sule. Ia pikir anak gadis nya memiliki hubungan dengan polisi ganteng itu, ternyata tidak. "Kenapa bisa KTP kamu ada di dia?" Tanya babe yang merasa kurang puas dengan jawaban sang putri. "Yah bisa, Nadia ditilang gak bawa surat-surat, terus gak pake helm juga." Babe mengangguk, ia paham kebiasaan anaknya yang memang memiliki kepribadian langka, jangan harap anaknya akan mudah patuh, entah dari mana keras kepala itu datang, yang jelas antara dirinya dengan istrinya sama sekali tidak memiliki sifat itu. "Lu gak ke kampus?" Tanya Patwa yang berusaha mencari topik pembicaraan dengan kakaknya. Tapi Nadia bukannya menjawab malah melengos pergi sekolah pertanyaan patwa dan kehadirannya tidak tampak sama sekali. "Nah, kena kan lu. Makanya lain kali dijaga sikap nya. Sama kakak sendiri kok gitu." Tegur babe yang melihat si bungsu menunduk lesu. Patwa menatap sekali lagi ke arah perginya sang kakak, pada akhirnya ia memilih untuk berangkat terlebih dahulu, niat hati ingin mengajak Nadia, tapi harus pupus lantaran gadis itu masih merajuk ternyata. "Anak kamu ngambek itu, bujuk sana." Perintah babe kepada istrinya yang terlihat asyik melamun. "Biarin dah, males aku bang." "Lah ngapa?" Ibu Nadia melihat suaminya dengan binar mata sendu. " Kagak jadi punya mantu polisi ganteng. Padahal tadi itu udah klop banget dah." Babe Nadia tampak mendengus pelan, ia kembali merasa bersyukur jika polisi tadi bukanlah kekasih dari putrinya. Lihat saja ini, tingkah istrinya sudah seperti wanita yang kasmaran, gak sadar umur. Bisa-bisa nanti setiap hari yang senyum-senyum sendiri istrinya bukan anaknya. "Terserah elu dah, Markonah." Babe pergi menuju kamar Nadia. Ia mengetuk pelan dan langsung dibuka oleh gadis itu. "Beneran gak kuliah?" "Kuliah, Be. Cuma lagi masuk siang, Ini mau siap-siap, kenapa, Be?" "Enggak, babe cuma mau ngomong jangan kelamaan marahan sama adeknya, kasian dia. Mau naik motor apa mobil?" Nadia mengerutkan dahinya mendengar pertanyaan sang babe. Seperti ada yang janggal. "Apa, Be? Mobil? Emang babe udah beli mobil?" Babe menggeleng. "Enggak." "Lah terus?" "Angkot kan juga mobil, Nad. Siapa bilang itu pesawat." Nadia lagi-lagi hanya mendengus sebal dengan tingkah babenya yang terkadang sangat menguras tenaga dan emosi,.bersyukur ia hanya memiliki satu babe di dunia ini, gak kebayang jika banyak. "Dah lah, Nadia berangkat dulu." Nadia menyodorkan tangannya ke arah babe yang menatap ia dari atas sampai bawa berulang kali. Ia juga mengikuti kelakukan babenya takut jika ada penampilan yang salah. Namun saat tidak ditemukan keanehan Nadia kembali memberikan tatapan penuh tanya kepada babe yang hanya dijawab dengan jari jempol. "Ngapa dah si babe. Gak jelas kali tingkahnya, dah lah berangkat aku. Assalamualaikum." Nadia melihat ke arah kursi ruang tamu masih ada ibunya yang sepertinya tengah melamun. Terlihat dari wajah dan tatapan kosong yang membuat dirinya khawatir. "Bu, Napa dah?" "Astaghfirullah, Nadia bikin kaget ibu Mulu kerjanya. Masuk neraka kamu." Nadia menggeleng pelan. "Mana ada penghuni neraka cantik kayak Nadia," ujar nya congkak. Ibu Nadia sendiri hanya merasa ingin muntah mendengar ucapan putri semata wayangnya. "Dah sana berangkat lu. Ganggu kesenangan gue aja." Nadia terkekeh lalu berangkat menggunakan motor bebeknya yang paling ia sayangi. Hingga ketika sampai di perempatan lampu merah, tempat paling horor baginya, ia kembali melihat keberadaan Sule yang tengah memberikan arahan kepada salah seorang pengendara yang terjaring razia. Nadia sendiri cukup tenang di atas motornya padahal ia sudah melanggar ketetapan hukum mengenai keselamatan berkendara. Ia tidak mengenakan helm, dan kartu SIM miliknya juga tidak ada. Hanya ada STNK kendaraan itu pun pajaknya sudah mati. Oke baiklah, ia dapat melihat ada beberapa polisi yang berjalan ke arahnya, dengan menggenggam erat gas motornya, Nadia menghitung mundur lampu lalu linta sembari matanya terus mengawasi sosok polisi yang baru saja ia kenal tersebut. Hingga pada saat detik kampus berganti menjadi hijau, ia kembali melakukannya seperti kemarin, kabur kalang kabut karena masih enggan bertemu dengan polisi jadi-jadian. "Calon bini gue gemesih." "Bucin amat lu sama diy bar-bar, udah yakin emang?" Tanya teman akrab Sule yang mendengar perkataannya barusan. Sule mengangguk mantap, ia sudah yakin dan tidak bisa diganggu gugat, tinggal bagaimana caranya agar ia bisa mendekati gadis itu saja. Bayangan masa depannya nanti akan lebih seru mungkin, istrinya yang pembangkan dan dirinya yang penurut, perpaduan yang luar biasa. Jadi begini, sebenarnya ia bertemu Nadia bukan sekali dua kali, melainkan sering. Kalau mau tanya kenapa di awal Sule langsung menilang Nadia padahal bukan hanya gadis itu saja yang melanggar? Jawabannya karena Sule sudah jatuh cinta kepada Nadia sejak gadis itu demo sebulan yang lalu tepat di depan kampus mereka, dan dari persimpangan sini lah awal mula konvoi itu, jelas dirinya yang saat itu bertugas untuk mengamankan lalu lintas yang macet karena demo menatap kagum Nadia yang memegang toak dan berorasi dengan lantang, defenisi cewek sangar yang pada tempatnya. Hingga siang hari itu bisa dibilang keberuntungan baginya, ia melihat kedatangan Nadia yang sayangnya tidak mengenakan helm, langsung saja itu ia jadikan alasan untuk menyerang gadis nya itu, meski pada kenyataannya ia lah yang dibuat tepar dan harus mengalami luka lebam dan kepala nyut-nyutan karena serangan sadis Nadia. Aneh memang, di saat teman-teman satu profesinya mencari pasangan yang baik, yang lemah gemulai, yang lembut, yang taat peraturan. Dirinya malah lebih suka ke gadis yang bisa menyampaikan aspirasi nya dengan bebas dan berani, ciri-ciri orang yang berterus terang dan tidak munafik yang bersembunyi di wajah polos nan lugu. "Ck, kalau tau jatuh cinta gini indahnya, udah dari kemarin gue cari si cinta itu." Batinnya. Sule menggelengkan kepalanya pelan, lalu berjalan menuju posko nya dan ikut ngobrol dengan beberapa teman yang bertugas hari ini. Mungkin mulai besok ia akan melakukan infasi ke Nadia sampai gadis itu bertekuk lutut, yah harus.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD