Bab 10 : Si becanda

1113 Words
Babe Nadia yang tadinya sibuk membangunkan putri semata wayangnya itu pada akhirnya menyerah dan hendak keluar dari dalam kamar, tapi baru saja menutup pintu, teriakan milik Patwa membuat ia terperanjat kaget. "Ngapa sih? Pagi-pagi udah teriak aja, kek lagi di hutan." Patwa terkekeh geli. "Itu ada orang nyariin di depan." Babe melirik anaknya dengan tajam, lalu berjalan menuju ruang tamu. Begitu sampai di sana ia bisa melihat seorang pemuda yang tengah duduk dan sedang berbincang dengan sang istri. Begitu melihat babe, pemuda itu langsung berdiri dan mengucapkan salam perkenalan. "Sule, Om." "Hah? Sule prikitiw...." Sahut babe yang mengundang decakan kesal dari istrinya dan juga Patwa. Sedangkan Sule sendiri sudah meringis pelan ketika merasa Dejavu pernah mendengar kalimat dengan nama ejekan yang sama. Persis seperti Nadia yang mengejek nya ketika pertama kali bertemu, begitu juga ayahnya. Astaga, ternyata benar pepatah jika buah jatuh tak jauh dari pohonnya. "Maaf yah nak, Sule. Bapak emang gitu orang nya. Ngomong-ngomong nak Sule datang ke sini mau ada perlu apa yah?" Tanya ibu Nadia yang membuat Sule bernapas lega setidaknya masih ada orang waras di rumah ini. "Lihat yang mulus belok... Lihat yang bening belok, sampe yang di sebuah gak ditengok." Tiba-tiba babe yang sedari tadi diam menyanyikan lagu yang sempat viral pada masa nya itu. Sule yang merasa pria paruh baya di hadapan nya tengah menyindir sang istri hanya bisa terkekeh geli. Terlebih ketika melihat raut wajah wanita itu langsung keruh melihat tingkah suaminya. "Babe, bisa diem gak?" "Kamu gatal gatal gatal, bukanhkah kau sudah berpunya a a a a..." Plak! Seketika sebuah tamparan melayang ke pipi kanan babe yang menyebabkan pria paruh baya itu menghentikan nyanyinya. Ia menatap sang istri dengan sengit lalu menatap Sule yang juga tengah menatapnya dengan raut wajah penuh keprihatinan. Babe seketika menatap pemuda di hadapannya dengan tajam. "Kamu, ada perlu apa datang pagi seperti ini?" Sule mengambil sebuah kartu tanda penduduk yang sejak tadi berada di kantong celana nya dan menyodorkan kartu itu ke arah babe yang terdiam. "Kemarin saya sempat menilang anak bapak dan mengambil KTP nya, saya pikir anak bapak bakal datang buat urus semuanya. Ternyata malah dibiarkan dan karena saya takut kartu ini akan hilang, makanya saya kembalikan." Mendengar hal itu sontak babe dan Patwa terkekeh geli, terlebih patwa yang biasanya diem-diem Bae kini tertawa lebar seolah olah apa yang disampaikan oleh Sule merupakan sebuah lelucon. "Yah jelas gak mau, kak Nadia itu spesies orang yang paling males ngikutin prosedur atau peraturan yang berlaku, bang. " Celetuk Patwa masih dengan tawanya. Begitu juga dengan babe. Pria paruh baya itu juga sibuk tertawa melupakan istrinya yang tengah terpaku dengan mata penuh binar menatap Sule. "Ya Allah akhirnya punya mantu polisi." Celetuk ibu nadia dengan tidak tahu malunya membuat Sule yang tepat berada di sebelah wanita itu terkejut. Ini keluarga gak ada yang waras atau gimana sih? "Ekhem. Berarti kamu polisikan?" Sule mengangguk. "Berarti yang diceritain Nadia itu kamu? Pantes itu anak ngedumel berhari-hari." "Nadia itu spesies orang yang paling hobby melanggar peraturan, bahkan dia pernah datang ke sekolah dasar hanya dengan mengenakan baju tidur. Ketika ditegur guru jawabnya malah bosen warna bajunya itu-itu aja. Waktu itu babe sama ibunya lagi nginap di rumah saudara dan dia di rumah bareng sama sepupu nya." Sule meringis pelan, kecilnya aja petentengan apalagi besarnya. Pantas bar-bar gitu, dari kecil udah keliatan bibirnya. "Pantes." Celetuk Sule dengan tiba-tiba membuat Babe menatapnya dengan heran. "Pantes kenapa?" Sule gelagapan dan menggeleng pelan, gak mungkin kan dirinya mengatakan jika gadis itu dengan sadis menghajarnya di pinggir jalan? Bisa jatuh image nya di depan calon mertua. eak... "Kamu tilang dia, emang dia gak marah?" "Sedikit, Bu," ujar Sule dengan pelan. Takut menyinggung perasaan kedua orang tua gadis bar-bar itu. Seketika ruang tamu kembali ramai oleh gelak tawa. Dan Sule sendiri bingung kenapa ketiga orang di dekatnya ini tertawa secara tiba-tiba. "Berisik!" Sentak seseorang yang membuat suasana menjadi hening. Tampak seorang gadis yang masih menggunakan piyama tidur dengan rambut semrawut dan wajah mengantuk berjalan menuju meja makan. Bahkan Sule yakin jika gadis itu belum cuci muka dan gosok gigi, tapi sudah nangkring di meja makan dan tengah melahap makanan dengan santai. Melihat itu ibu Nadia meringis malu, ia segera menghampiri anaknya takut Sule melihat lebih banyak tingkah absurd Nadia dan membuat calon mantunya itu ilfil. "Masyaallah, Nadia. Gak malu emang itu dilihat sama orang lain, anak gadis kok gini amat." Nadia yang mendengar celetukan ibunya sama sekali tidak peduli. Gadis itu tetap meneruskan acara sarapan paginya dengan mata yang masih mengantuk. "Nadia, cuci muka dulu sana, Kebiasaan. Itu ada tamu ganteng, katanya calon suami kamu." Deg! Secara spontanitas mata Nadia terasa sangat segar dan hilang rasa kantuknya. Ia melihat ke arah ruang tamu yang juga terlihat jelas dari ruang makan mereka sudah terdapat satu pemuda yang menjadi musuh bebuyutan nya di jalanan. "HEH, NGAPAN LU?" PLAK! Nadia langsung mengusap pipinya yang terasa panas setelah ibunya dengan tidak berperasaan memberikan pukulan di pipi nya sesaat setelah ia mengucapkan di kalimat itu. "Itu ngapain ke sini?" Tanya Nadia panik. Seketika dia mengingat ucapan Sule tentang sumpah serapah nya yang dibalas dengan kalimat akan menjadi jodoh pria itu. Apa mungkin kedatangan Sule untuk melamarnya? Hell! Ia tidak mau! Sampai mati pun ia tidak akan menerimanya. Dengan kekesalan yang membumbung tinggi serta segala pemikiran yang ada di otaknya. Nadia berjalan mendekati Sule dengan wajah penuh kemarahan. Hal ini sontak membuat Sule menatap Nadia dengan ngeri, terlebih bayangan ketika Nadia menghajarnya secara brutal itu hinggap diingatan nya. "Lamaran lu gue tolak, jadi balik aja sono." Usir Nadia yang tak ayal membuat Sule mengernyitkan dahinya heran. "Lamaran?" Tanya Sule memastikan. Dan Nadia mengangguk menjawab rasa penasaran Sule. Menunggu beberapa saat, hingga tak lama akhirnya Sule paham atas apa yang gadis itu pikirkan tentang kedatangan nya. Seketika ia terpingkal-pingkal menatap Nadia yang dengan wajah garangnya menatap ia penuh kebencian. "Emang saya bilang kalau saya mau melamar?" Lah? Nadia mengerjakan matanya pelan, lalu menatap babe yang menepuk pelan dahinya, Patwa yang melipir masuk ke dalam kamar dan sang ibu yang mendesis pelan. Lah salahnya apa? Kan tadi kata ibunya calon suami, berarti Sule datang buat melamarnya dong, iya kan? Melihat raut wajah kebingungan milik Nadia, entah kenapa Sule malah tertantang untuk membuat gadis itu merubah prinsipnya yang menentang hukum. "Gimana kalau saya beneran melamar kamu?" "APA?" Seketika keadaan rumah tidak kondusif, ibu Nadia sudah bergerak loncat-loncat, sedangkan babe mengerjap dengan mulut yang terbuka menatap Sule yang sedang tertawa menatap wajah Nadia yang sudah memerah penuh dengan emosi. "Saya becanda, tapi kalau beneran juga gak masalah." Dan percakapan itu berakhir dengan Nadia mengusir secara paksa Sule bahkan menendang b****g pria itu agar segera out dari rumah nya yang sebentar lagi akan terjadi sesi tanya jawab dadakan. Bangke emang!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD