BAB 41

1147 Words
Adit beranjak dari kursinya, berjabat tangan dengan salah satu investornya, lantas mengantarkan ketiganya ke luar dafmri ruang meeting bersama Rasya. Keduanya kembali masuk ke dalam ruangan meeting, lantas duduk di kursi semula. Ada ekspresi wajah lega di wajah keduanya. Meeting yang diharapkan sukses, ternyata berakhir melegakan. Kerja sama keduanya dengan tiga orang investor sekaligus, berjalan begitu mulus. Proyek cafe di samping hotel, akan mulai dilakukan besok, dan Adit hanya berharap semua sesuai bayangannya. "Jadi semua pekerja besok mulai kerja ya, Dit?" tanya Rasya yang langsung dijawab Adit dengan anggukan kepala. "Kamu bisa besok mantau mereka, Sya? Soalnya besok aku ada urusan lagi, jadi takut gak terkejar." "Urusan masalah hotel itu, Dit?" tanya Rasya yang kembali dijawab Adit dengan anggukan kepala. Rasya menegakkan posisi duduknya, menatap aadit yang sedang mengecek handphonenya. "Ada yang mau aku tanya sebenarnya, Dit, tapi ini sedikit di luar jalur pembicaraan kita barusan sih." "Apa tuh?" tanya Adit tampak serius. "Kayaknya serius banget, jadi rada takut." Rasya tertawa mendengarnya, "Ya ... Sedikit menakutkan sih, palingan gak bisa tidur." Adit tertawa mendengarnya, meletakkan handphonenya di atas meja, lantas mengarahkan tatapan ke Rasya yang perlahan mulai menghentikan tawa. "Ini soal Alea," ucap Rasya memulai ceritanya yang langsung mengubah ekspresi Adit yang semula tampak menyenangkan akibat hasil meeting, langsung berubah datar. Bahkan ada kekesalan di wajahnya yang membuat Rasya sedikit menyesal mengungkit dan menyebutkan nama wanita yang satu itu. "Ada apa sama dia?" tanya Adit lagi, dan kali ini nada datar pun hadir di suaranya. "Buat masalah lagi?" Rasya menggelengkan kepala, "Aku cuma ingin tau kabarnya aja, terakhir yang kita dengar, dia gila akibat menembak Raymond. Dia kehilangan akal dan sampai dimasukkan ke rumah sakit jiwa. Apa sekarang dia masih di sana?" Adit menghela napas panjang. Sebenarnya dia masih malas membicarakan tentang Alea yang selalu mengusik keluarga kecilnya, bahkan membunuh anaknya di dalam kandungan Nisa dulu. Akibat ulahnya, Nisa harus mengalami keguguran yang membuat hidup Nisa sempat hancur bukan main. Adit dan Nisa bahkan sudah mencoret nama Alea dari hidup keduanya. Alea terlalu mengerikan, bahkan tak layak lagi hidup jika Adit ditanya tentangnya. Andai saja Alea tidak kehilangan akal waktu itu, bisa dipastikan jeruji besi akan mennatinya. Mungkin hukuman seur hidup atau malah hukuman mati sekaligus. "Dia masih di sana," jawab Adit. "Sebenarnya diam-diam aku mencari tahu tentangnya setelah kabar kehamilan Nisa aku dengar. Dan berita yang aku dapat, dia masih di sana, masih dengan kondisi yang sama, bahkan bertambah parah." "Kamu ke sana menjenguknya?" tanya Rasya yang langsung dijawab Adit dengan gelengan kepala. "Bodyguardku yang aku suruh cari tahu, salah satu dari bodyguard di rumah mencoba melihatnya di sana, dan dia dapat kabar dari salah satu suster, kalau Alea masih dalam kondisi yang sama." Adit mwnghela napas berat. "Dan yang paling membuatku tak tega, gak ada satu pun dari keluarganya yang menjenguknya, padahal pihak medis di sana sudah mencoba menghubungi semua keluarganya, tapi tetap tidak ada yang mau hadir. Mereka hanya mengirimkan biaya setiap bulannya, tapi untuk melihatnya, tidak ada sama sekali." "Emangnya dia masih ada keluarga?" tanya Rasya. "Aku kurang tau jelasnya tentang keluarganya, yang aku tau ibunya sudah meninggal, ayahnya jadi p****************g yang suka jajan di luar, dan selebihnya aku tidak tau lagi. Bukan urusanku juga." Rasya mengangguk pelan, "Dan Raymond?" tanya rasya yang kembali membuat Adit menarik napas panjang dan mwngembuskannya perlahan. "Dia masih di Amerika sekarang," jawab Adit santai. "Luar biasa, aku dengar dia hampir tidak bisa diselamatkan akibat peluru yang ditembakkan Alea waktu itu, dan ternyata dia bisa selamat dan hidup sampai sekarang," ucap Rasya. "Keren." "Dan yang lebih keren lagi, dia masih menunggu Alea sembuh. Dia salah satu orang yang masih membiayai kebutuhan Alea di rumah sakit jiwa." "Segitu cintanya, bodohnya Alea menyia-nyiakan orang baik kayak Raymond itu. Padhal kurang jahat apa coba Alea itu. Ngehabisin uang terus menerus, jajan sana sini, jahat sana sini, masuk penjara berulang kali. Tapi masih aja dicintai segitunya. Luar biasa." Adit memanyunkn bibirnya wajah Alea terbayang di kepalanya, tangisan histeris nya kala itu saat tanpa sengaja menembakkan peluru ke arah Nisa namun malah melesat ke lelaki yang begitu mencintainya. Raymond terjatuh, darah mengalir, dan suasana pernikahan ameliya ricuh akibat kejadian itu. Entah bagaimana caranya dia bisa lolos dari penjagaan ketat yang dilakukan semua bodyguard Adit di rumah. Padahal acara yang sakral itu, sudah sedemikian di atur setelah kejadian menyedihkan yang dialami Ameliya, dan lagi-lagi ulah Alea sendiri. "Raymond itu masih sering kontakan samamu, Dit?" tanya Rasya lagi yang dulu sering mendengar, Raymon sering menghubungi Adit. Hubungan keduanya malah terlihat sangat baik, namun entah dengan alasan apa, Raymond meminta Adit merahasiakan keberadaannya dari siapa pun, terutama dari Alea. Alea bahkan menganggap Raymond sudah tiada akibat ulahnya. "Sesekali masih, dia sempat ngajak kerja sama kemarin, mau investasi di hotelku di bali, tapi aku larang." "Dengan alasan?" tanya Rasya heran. Padahal yang dia tahu, untuk hotel di Bali, Adit belum menerima invesstor siapa pun. Semua masih dengan modalnya sendiri. "Karena aku gak mau tersangkut paut dengan urusan yang ada hubungannya dengan Alea." Adit menyandarkan tubuhnya di kursi yang dia duduki. "Bukan gak mungkin ke depannya, Alea sembuh dari sakitnya, dan saat tau ada kerja sama itu, bisa jadi alasannya mengusik kehidupan aku dan Nisa lagi." Rasya mengerti sekarang. Dia salut mengetahui cara Adit memberikan penjagaan terhadap semua orang yang ada di sekelilingnya. Rasya sendiri bahkan tidak mampu memikirkan hal sejauh itu, mungkin jika dia berada di posisi Adit, dia malah mengambil kesempatan itu tanpa pikir panjang ke arah sana. Namun Adit, malah melakukan sebaliknya dari yang Rasya pikirkan. "Aku cuma mau pesan satu hal samamu, Sya." Rasya menarik kembali tatapannya ke Adit. "Sekarang, Audy sudah berada di penjagaanmu, Hati-hati saja. Ada banyak orang di sekeliling kita yang perlu kita waspadai. Bahkan keluarga sendiri pun bisa bermain di belakang kita. Aku sebenarnya rada takut sama Om Yoko, Tiba-tiba hadir, terus baik banget. Ya ... Aku paham itu sebagai ungkapan penyesalanya karena sudah membiarkan Audy hidup tanpa ayah kandungnya di masa kecil. Namun Bertahun-tahun Audy bersamaku, kenapa dia tidak mengetahui hal itu?" tanya Adit sedikit bermain dengan logika. "Bukannya dia bilang, kalau dia selalu tau di mana pun Audy berada. Yah mungkin aku yang terlalu berlebihan berpikir, tapi hati-hati saja." "Aku malah curiga sama Yura. Kalau sama Ayah, aku masih mikir positif aja." "Ya, dia juga. Dulu dia yang sekongkol sama Tante Melody untuk ngejebak Audy biar bisa menikah dengan pilihan mereka. Sebenarya aku kurang setuju dengan niat Audy mengajak Yura untuk tinggal di rumah kalian. Di luar dari masalah dulu, dia itu perempuan, rasanya gak baik kalau tinggal sama kalian. Apa lagi di sini orang luarnya kamu." Rasya menghela napas, Adit menatapnua sembari tertawa kecil. "Jangan terlalu tertekan, santai aja, masih banyak lagi orang yang harus kamu hadapi jika berbicara tentang Audy." "Ya ya ya, salah satunya Jordi." Adit tertawa mendengarnya, beranjak dari tempatnya duduk dan mengajak Rasya untuk ke luar dan pulang ke rumah. Rasya mengangguk, lantas mengikuti langkah Adit ke luar dari ruang meeting.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD