Ameliya menatap Doni yang masih menunggunya dengan duduk di kursi teras. Sesaat Ameliya sempat menangkap Doni mengelap keringatnya yang jatuh nembasahi wajahnya dengan sapu tangan yang dia miliki. Matahari yang cukup menyengst hari jmini, pasti membuatnya kepanasan bukan main. Apa lagi Doni bukan tipikal orang yang tahan panas-panasan seperti itu.
Doni yang menyadari kehadiran Ameliya, spontan berdiri. Tersenyum menyambutnya dengan ekspresi wajah malu bercampur segan. Dia tampak gugup, namun dengan sikap seolah ingin mencairkan suasana antara dirinya dan Doni, Ameliya langsung mencium punggung tangannya dan membalas senyuman Doni sesaat.
"Masuk yuk, Pi, pasti papi kepanasan di luar, biar Ameliya siapkan makanan dan minuman dingin di dalam," ajak Ameliya sembari membuka pintu yang sudah dibukakan Sumi kuncinya, walau pintunya masih dia tutup.
*Dimas, apa sudah balik?" tanya Doni sekedar memastikan. Dia masih tampak enggan bertemu dengan Dimas. Pasca pertemuannya dengan Dimas di rumah sakit, dan berakhir dengan kalimat menyakitkan yang sangat anak ucapkan, hingga dengan mudahnya meninggalkannya tanpa perasaan, Doni seakan masih merasa sakit hati dan enggan bertemu dengan Dimas untuk sementara waktu. Kehadirannya di rumah Ameliya, sengaja dia atur waktunya agar tidak bertemu langsung dengan Dimas yang pastinya, masih marah padanya.
"Dimas belum pulang, Pi, dia juga biasanya sampainya maghrib," jawab Ameliya "Emangnya Papi ke sini mau ketemu sama Dimas? Kalau iya, biar Ameliya coba hubungi." Ameliya meraih handphonenya di saku celananya. Namun dengan cepat Doni mencegahnya yang berhasil membuat Ameliya paham, bahwa Doni masih belum mau bertemu dengan Dimas. Ameliya sesaat teringat dengan cerita Dimas tentang pertemuan ya dengan Doni. Walau Dimas sendiri menyesalinya, namun Doni sama sekali tidak tahu akan hal itu.
"Papi ke sini cuma mau ketemu Zenia dan Zyo, bukan Dimas," ucap Doni cepat.
Ucapan Doni jelas saja membuat Ameliya terharu. Bagaimana tidak. Alasan kepergianya dengan Dimas dan akhirnya memiliki rumah sendiri adalah karena sikap Doni yang secara tiba-tiba tidak lagi peduli dengan Zyo. Namun kini, dia datang dengan menyebutkan nama Zyo untuk alasannya hari ini.
"Mereka ada kan di dalam?" tanya Doni. "Tadi papi udah ketemu sama Zyo, tapi Zyo gak mau ketemu sama papi. Mungkin dia masih sedih dan takut karena kejadian kemarin." Ada kesedihan di wajah Doni yang jelas sana membuat Ameliya tak tega melihatnya.
Ameliya sendiri sebenarnya sudah tahu bahwa Zyo takut padanya bukan karena alasan dulu, saat Doni memarahinya dan bersikap tidak adil padanya dan Zenia. Namun karena Zyo mengira, Ameliya sudah mengadukan segalanya pada Doni. Dan semua itu diketahui Ameliya dari Sumi ditelepon. Walau Sumi sendiri belum tahu benar apa yang menjadi alasan Zyo lari. Namun dia yakin, semua itu karena perkiraannya yang salah tentang Ameliya.
"Zenia lagi di rumah Bang Adit, Pi, kebetulan tadi lagi main sama Nina dan juga Aden," jawab Ameliya. "Kalau Zyo, memang ada di dalam. Mungkin memang dia masih takut sama Papi, tapi Papi tenang aja, Ameliya akan kasih pengertian ke Zyo kalau Opanya datang bukan karena ingin memarahinya seperti dulu, tapi karena rindu." Ameliya tersenyum tulus. "Kita masuk sekarang yuk, Pi."
Doni mengangggukkan kepala. Ikut masuk ke rumah Ameliya, lantas menyapukan pandangannya ke setiap sudut rumah Ameliya.
Rumah dua lantai itu tampak sederhana namun terkesan hangat, tidak terlalu mewah namun sangat nyaman untuk di tempati. Doni yang sudah dipersilakan duduk, langsung duduk di salah satu sofa di ruang tamu yang tidak terlalu besar. Ameliya meninggalkannya sesat ketika Sumi datang membawakan segelas sirup dingin untuk Doni, lantas pergi dengan sopannya meninggalkan Doni yang kembali sibuk memperhatikan rumah yang kini ditempati anak, menantu dan kedua cucunya.
Sementara itu, Ameliya masuk ke kamar Zyo yang terletak di lantai atas. Zyo tidur sendiri di rumah barunya, tidak seperti di rumah sebelumnya yang harus tidur di berbarengan dengan Zenia, Ameliya dan juga Dimas. Namun meski pun begitu, Aden sering bersamanya di satu kamar saat Aden menginap. Satu tempat tidur berdua yang selalu membuat Zyo senang bukan main karena memiliki teman saat ingin memejamkan kedua matanya.
"Boleh Mami masuk?" tanya Ameliya saat melihat Zyo duduk di atas tempat tidur ssmbari memeluk guling. Zyo sesaat ragu, dia takut Amsliya kembali memarahinya. Namun Ameliya yang berusaha meyakinkan Zyo bahwa dia tidak lagi marah seperti sebelumnya, akhirnya mwmbuat Zyo mengizinkannya nasuk. Ameliya melangkah masuk dan duduk di hadapan Zyo sembari tersenyum.
"Zyo masih takut sama mami?" tanya Ameliya yang langsung membuat Zyo menundukkan kepala. Sikap yang menandakan bahwa Zyo benaran takut bersama dengannya. Ameliya berusaha tetap tenang, agar sang anak tidak semakin takut hingga menimbulkan kebencian dalam hatinya.
"Mami minta maaf ya, mami salah sama Zyo. Nek Sum udah cerita semuanya ke mami. Dan ternyata Zyo gak salah." Ameliya mengusap kepala Zyo penuh kasih sayang. "Maafin mami ya?"
Zyo mwnganggukkan kepala yang jelas saja membuat Ameliya langsung memeluknya erat. Dia lega bukan main menyadari semua masalah antara dirinya dan sang anak sudah selesai dengan cara yang sangat baik. Ameliya kembali teringat pada Doni yang masih menunggu di bawah. Ameliya melepaskan pelukannya, mengusap rambut Zyo yang sibuk menghapus air matanya.
"Kita ke luar yuk, ada Opa di luar nungguin Zyo."
Zyo menggeleng cepat. Ada ketakutan yang jelas terlihat di kedua matanya. Ameliya menghela napas pelan, mencoba tetap tenang agar Zyo tidak semakin panik akibat harus bertemu dengan Doni.
"Mami gak ada cerita soal Zenia jatuh sama Opa, jadi Zyo jangan takut. Soal itu, kita rahasiakan dari Opa ya?"
Zyo menatapnya lekat, "Mami serius?" tanyanya yang langsung membuat Ameliya menganggukkan kan kepala. "Jadi Opa ke sini mau apa, Mi?"
"Mami juga gak tau, makanya mami mau ajak Zyo untuk nemenin mami ketemu sama Opa, Zyo mau, kan?"
Zyo menganggukkan kepala, turun dari tempat tidur lantas menggenggam tangan Ameliya untuk mengajaknya turun ke lantai bawah.
"Mami pegang tangan Zyo ya, Abang yang jagain mami."
Ameliya terharu mendengarnya, menganggukkan kepala pelan lantas berjalan bersamanya ke luar dari kamar Zyo menuju tangga dan menuruninya perlahan.
Zyo duduk di depan Doni yang menatapnya teduh. Zyo sendiri masih takut padanya. Beberapa kali menundukkan kepala, enggan beradu pandang dengannya. Ameliya yang nerasa suasana belum juga cair, langsung mengalihkan tatapannya ke dua plastik yang dibawa Doni.
"Opa ada bawa apaan tuh? Kok plastiknya besar banget," ucap Ameliya yang langsung direspon Doni dengan menaikkan plastik satunya ke atas meua.
"Ini mainan buat Zyo, yang satunya buat Zenia," jawab Doni sembari membuka dan mengeluarka isi di dalamnya. Sebuah mobilan besar dengan remote sebagai media pengontrol nya terlihat di kedua mata Zyo. Dia sangat ingin mobil-mobilan seperti itu. Sempat memintanya pada Dimas, namun Dimas malah memintanya bersabar dan akan segera dibelikan saat Zyo ulang tahun bulan depan.
"Wah, ini kan mobilan yang Zyo minta sama Papi, kan?" tanya Ameliya yang langsung dijawab Zyo dengan anggukan kepala. Zyo melirii ke Doni.
"Ini untuk Zyo?" tanya Zyo yang tampak masih ragu, Doni mengangguk. "Tapi Zyo gak ulang tahun, kenapa dapat hadiah?"
Doni tersenyum mendengar pertanyaan Zyo, "Karena Opa sayang sama Zyo," ucap Doni yang langsung membuat Ameliya kaget bukan main. "Zyo mau peluk Opa dan maafin Opa?" tanya Doni dengan nada suara begetar.
Zyo meliat ke Ameliya seolah meminta persetujuan. Ameliya menganggukkan kepala yang membuat Zyo tersenyum lantas turun dari sofa dan berlari ke Doni. Memeluk erat
Doni yang membuat pria keras kepala itu menangis karenanya. Ameliya lega bukan main, dan tanpa sengaja menangkap sosok Dimas yang ternyata sejak tadi berdiri di pintu masuk memperhatikan segalanya. Ameliya yang ingin memanggilnya, langsung mengurungkan niatnya saat Dimas melarangnya utuk tidak menyerukan namanya. Ameliya mengangguk pelan.