Murid menyebalkan

1205 Words
“Aduh, kamu itu  mau mempermalukan dunia perhantuan ya? Masa balik lagi menembus dinding saja bingung,” keluh Safir. Safir berjalan menuju air mancur, kemudian dia duduk membelakangi air mancur, “Aku sudah banyak bertemu hantu dan melatih banyak hantu, tapi tidak ada yang sebodoh kamu,” ujar Safir sambil mengelus dadanya dan menghela napas panjang.  Vega melihat Safir duduk lesu. Ia kemudian menghampiri Safir dan duduk di sampingnya. “Maafkan aku, aku menyusahkan kamu ya, Pak tua?” Vega merasa bersalah karena sulit belajar menjadi hantu yang benar. “Maaf kenapa?” Safir menatap Vega yang duduk di sampingnya. “Maafkan aku belum bisa jadi hantu yang benar. Aku sudah menyusahkanmu, Pak,” Vega menundukkan kepalanya, tidak berani menatap Safir. “Panggil Safir saja, tidak usah pakai kata Pak,” protes Safir, lalu Vega mengangguk dengan cepat. “Baik, Safir! Aku akan mengikuti semua perintah dan ucapanmu,” ujar Vega, sambil mengangkat tangan kanannya ke atas. Setelah melihat Safir terlihat biasa saja, Vega kembali ceria dan akhirnya mereka mengobrol bersama sambil duduk di sekitar air mancur. ** Dari dalam rumah, Ringga mengintip Vega dan Safir dari balik gorden, “Syukurlah jika Vega bisa akrab dengan Safir, mereka sama-sama hantu yang kesepian. Semoga mereka bisa menjalin persahabatan sampai nanti,” ujar Ringga mengembangkan senyum setelah melihat keakraban Vega dengan Safir. “Waktunya tidur!” ujar Ringga bersorak, ketika tubuhnya sudah di atas kasur, Ringga mengambil ponselnya. “Telepon Zafia tidak ya?” tanyanya kepada dirinya sendiri, lalu Ringga memberanikan diri menghubungi Zafia. “Halo, Ringga? kenapa kamu telepon aku?” tanya Zafia ketus. “Aku mau minta maaf kalau aku sudah membuat kamu kesal. kamu mau ‘kan maafin aku?” tanya Ringga lembut. Biasanya cara meminta maaf duluan selalu berhasil untuk mendinginkan hati Zafia, walaupun kesalahan apa pada Zafia. “Hmm, aku sudah maafkan kamu kok. Ada lagi yang mau ditanyakan?” tanya Zafia kesal. “Enggak ada sih. Memangnya kamu sedang apa? Sepertinya sibuk ya?” “Iya, aku sedang sibuk membelai Junot, pacar baruku,” ucap Zafia santai. Mendengar ucapan Zafia, Ringga seperti kebakaran jenggot, ia seketika gelisah dan kesal. “Zafia! Kita putus baru beberapa jam yang lalu, kok kamu sudah dapat pacar baru lagi? Aku tadinya berniat mengajak kamu makan siang besok dan perbaiki hubungan kita,” ujar Ringga dengan nada tinggi. “Memangnya kenapa kalau aku sudah punya pacar baru lagi, yang penting aku sudah putus dari kamu,” ucap Zafia tidak kalah kencang. “Baiklah kalau begitu, aku juga tidak butuh wanita manja dan menyebalkan seperti kamu!” sentak Ringga kesal, lalu mematikan sambungan teleponnya. “Huh! Aku benar-benar dipermainkan oleh Zafia,” sentak Ringga kesal, “huh! Buang-buang waktu saja. Dari tadi aku memikirkan dia, aku merasa bersalah, tapi ternyata Zafia malah asyik bermesraan dengan pacarnya.” Ringga semakin kesal. ** Sementara itu, Vega dan Safir sedang berbincang mengenai cara menembus dinding dan mengejar seseorang dengan cepat. “Jika kamu ragu, maka kamu tidak akan bisa menembus dinding. Ada dua hal yang bisa membuatmu tidak bisa menembus dinding atau penghalang. Pertama, kamu ragu, kamu tidak yakin bisa menembusnya, maka kamu tidak akan bisa menembusnya. Ke dua, di sekitar dinding atau rumah tersebut selalu dibacakan doa-doa atau ayat suci Alquran.” Papar Safir. Mendengar penjelasan Safir, Vega mengangguk mengerti, “Tapi kamu bisa memegang benda, kenapa aku tidak bisa?” tanya Vega penasaran. “Kalau kamu ragu, maka kamu tidak akan bisa memegangnya. Maka dari itu kamu harus yakin!” ujar Safir. Lalu Anjani, sang ibu kos berusia empat puluh tahun, bertubuh agak gemuk dengan rambut  sebahu yang di gerai, melintas sambil memakan sebatang cokelat. Ia memeriksa jika para penghuni kos sudah pulang semua dan akan mengunci pintu gerbang. “Lihat aku! Aku akan memegang rambut Anjani,” ujar Safir. Lalu ia memegang rambut Anjani hingga beberapa helai terangkat. “Ooh, begitu,” ujar Vega mengerti. Anjani yang merasa rambutnya ada yang menyentuhnya, perlahan menoleh ke samping kirinya, “Tidak ada orang. Perasaan tadi ada yang memegang rambutku,” ujar Anjani, tapi ia mengacuhkannya, “ah, paling angin,” ujarnya sambil meneruskan menutup pintu gerbang dan menguncinya. Vega beranjak dari tempat duduknya dan ingin mempraktekkan apa yang sebelumnya di contohkan oleh safir. Vega mencoba meraih rambut Anjani, tapi tidak bisa. Tangannya selalu menembus rambut Anjani. “Vega, kamu harus yakin. Yakinkan hati kamu kalau kamu bisa menyentuhnya,” ujar Safir memberi semangat. Vega meyakinkan hatinya jika ia bisa menyentuh rambut Anjani, “Ayo Vega kamu pasti bisa!” ucapnya menyemangati dirinya sendiri. Lalu Vega mencoba kembali menyentuh rambut Anjani. Tangan Vega bisa merasakan rambut Anjani, “Safir, aku bisa memegangnya!” ucap Vega bahagia. Melihat Vega bisa mengikuti apa yang diajarkannya, Safir tersenyum bangga. Namun, karena terlalu bahagia, Vega tidak sengaja menarik rambut Anjani hingga kepala Anjani tertarik ke belakang dan menyebabkan tubuhnya hampir terjatuh. “Arrkh!” pekik Anjani kesakitan. “Astaga! Maaf, maaf aku tidak sengaja,” ujar Vega meminta maaf. Tapi tentu saja Anjani tidak bisa mendengarnya. Anjani menoleh ke belakang dan melihat sekitarnya, “Tidak ada orang, berarti yang menarik rambutku, Setaaaaaan!” teriak Anjani kencang. Mendengar teriakan Anjani, Safir menjadi panik. Teriakannya akan membangunkan para penghuni kos yang sudah lelap tertidur.  “Seeettaaaannn!” teriak Anjani lagi sambil berlari ke kanan dan ke kiri, sedangkan Vega hanya menatap Anjani yang berlari panik ke kanan dan ke kiri. “Bagaimana ini? Maafkan aku Bu!” ucap Vega berkali-kali. Lalu sebagian penghuni kos ada yang keluar dari kamarnya, dan melihat siapa yang telah berteriak di jam sebelas malam begini. Termasuk Ringga, yang hampir tertidur menjadi terjaga kembali setelah mendengar teriakan Anjani. Lalu Ringga membuka pintu dan berdiri di daun pintu menyaksikan Vega yang berdiri dengan wajah cemas. “Astaga, Vega! Kamu membuat masalah saja!” ujar Safir menepuk dahinya sendiri. Lalu Safir merasuki tubuh Anjani yang panik berlari ke kiri dan kanan saja. Seketika tubuh Anjani sudah dalam kendali Safir. “Bu Anjani! Kenapa malam-malam begini teriak setan? Ada setan?” tanya penghuni kamar kos di lantai dua. Lalu Anjani yang dikendalikan oleh Safir, tersenyum lalu berkata, “Oh, tidak ada apa-apa. aku kira ada setan, tahunya ada tikus bodoh melintas,” ujar Anjani sambil tersenyum. “Oh, aku kira ada apa, aku tidur lagi ya Bu!” ujar penghuni kos di lantai satu yang juga terbangun dan keluar dari kamarnya. Sedangkan Ringga hanya tertawa pelan melihat gerakan tubuh Anjani yang terlihat sempoyongan seperti orang mabuk perjalanan. Lalu Safir membawa tubuh Anjani ke dalam rumahnya yang terletak di sisi gerbang pintu masuk kosan. Tubuh Anjani di biarkan terjatuh di atas sofa di dalam ruang tamunya. Safir yang sudah keluar dari tubuh Anjani kemudian meminta maaf kepada Anjani yang pingsan. “Maafkan murid bodoh saya! Kamu jadi pingsan begini, maafkan ya!” ujar Safir, lalu kembali ke Vega. “Bagaimana? Dia baik-baik saja ‘kan?” tanya Vega penasaran. “Sekarang dia aman. Kamu yang tidak aman!” ujar Safir kesal. “Maaf, aku tidak sengaja menarik rambutnya,” Vega meminta maaf kepada Safir. “Aku menyuruhmu hanya memegangnya, bukan menariknya!” Safir cemberut. “Maaf, ferguso! Aku kan baru belajar, maaf ya,” Vega berusaha melucu agar Safir tidak marah lagi. “Enak saja kamu panggil aku Ferguso, Panggil aku Fulgoso!” sentak Safir. Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD