15- Drama Perebutan Minifig

1063 Words
Nino melangkah dengan lega sehabis dari kamar mandi umum di dekat toko. Baru saja ia akan melangkah mendekati toko, ponselnya bergetar. Ia dengan cepat membukanya, dan mendapati ada pesan dari Putri. Putri: Udah jam tujuh lebih. Tokonya udah buka belum? Nino memicing matanya membaca pesan itu. Lalu baru saja ia akan membalas pesan dari Putri, gadis itu kembali memberinya pesan. Putri: Buruan sekarang masuk ke toko, jangan sampai kalian kehabisan barang limited edition itu, ya! Karena pasti cepat sold out. Nino kembali melanjutkan ketikan yang tadi ia tunda. Tangannya dengan cepat kembali mengetik pada papan pesan. Nino: Iya. Ini mau ambil barangnya. Tenang aja. Dengan cepat ia kirimkan balasan itu pada Putri, sembari melangkah menuju pinggiran toko. Ia melirik ke depan toko, lalu tidak menemukan barisan yang mengantri semalam itu. Nino terkesiap. "Lah, pada ke mana?" tanyanya bingung. Dengan panik Nino menatap layar ponselnya yang menunjukkan pukul tujuh lebih lima belas menit itu. "Duh, Argan udah di dalam?" Pemuda itu melongok ke jendela samping toko, memeriksa keadaan di dalam toko. Matanya sontak membelalak saat menyaksikan bagaimana ricuhnya keadaan dalam toko saat ini. "Aduh! Anjir si Argan!" seru Nino. Dengan cepat Nino berjalan menuju samping toko, tepatnya kembali ke arah tadi di mana ia dari arah toilet umum itu. Pemuda itu menemukan sebuah pintu di samping toilet umum itu. Lalu seseorang keluar dari dalam, yang membuktikan bahwa memang pintu itu terhubung dengan toko itu. Buru- buru Nino membuka pintu itu dan masuk ke dalam. Ia segera berlari menelusuri jalan kecil itu yang menghubungkan dengan bagian dalam toko. "Astaga!" Begitu ia sampai di dalam toko, mata Nino membelalak lebar. Ia menjambak rambutnya sendiri saking terkejutnya menatap pemandangan yang ada di dalam toko itu. Semua orang berebut Minifig itu dengan susah payah. Mata Nino kini mengedar, mencari keberadaan Argan. Lalu ia pada akhirnya menemukan Argan yang berdiri di tengah ruangan itu. Argan tengah berjinjit susah payah agar orang- orang tidak meraih minifig itu dari tangannya. Argan masih berusaha menjauhkan diri dari orang- orang di sekelilingnya. Suasana di dalam toko itu sungguh tak dapat dikendalikan. Bahkan si pegawai toko pun kewalahan. "Argan!" Nino berteriak, membuat si empunya nama itu menoleh. "NO! BANTUIN GUE!" Argan ikut berteriak, memandang Nino dengan penuh harap. Hal itu membuat dua orang yang tengah berebut minifig dengannya itu ikut menoleh, dan teralihkan perhatiannya. Kini Argan tidak menyia- nyiakan kesempatan itu, dengan cepat ia melempar minifig itu ke udara, tepatnya mengarah ke arah Nino. "Jangan!" teriak dua orang di dekat Argan yang sejak tadi berusaha meraih benda itu. Minifig itu melayang di udara, gerakannya lambat bagai di dalam scene slow motion. Argan, Nino dan dua orang di samping Argan itu ikut menatap minifig yang tengah melayang itu. Dua orang itu berharap agar barang itu jatuh ke lantai, sedangkan Argan dan juga Nino berharap sebaliknya. Mereka berdoa agar Nino dapat berhasil menangkapnya. Jangan sampai semua usaha mereka yang sudah dikorbankan itu berakhir sia- sia. Nino kini sudah bersiap- siap menangkap minifig itu, kedua tangannya terangkat untuk segera menggapai barang itu. Mata Nino masih fokus menatap minifig itu, kini minifig itu makin dekat mengarah padanya, dan- HAP Nino menangkap box yang berisi minifig itu ke dalam dekapannya. Ia mendekap erat- erat minifig itu agar tak ada orang yang bisa mengambilnya lagi darinya. Argan yang menyaksikan Nino telah berhasil menangkap box yang dilemparkannya itu, pun tersenyum lebar. Kini kedua orang yang tadi berusaha merebut minifig dari tangannya itu sudah menghilang. Kedua orang itu berpindah kembali berniat merebut minifig dari tangan orang lain lagi. "Yey! Kita dapet!" sorak Nino keras- keras saat Argan mendekatinya. Argan ikut bersorak dengan Nino dan tersenyum lebar. Mereka berpelukan dengan penuh haru setelah berhasil mendapatkan barang limited edition itu dengan susah payah dan harus mengorbankan waktu dan tenaga mereka iti. Pada akhirnya .... mereka berhasil! *** Argan dan Nino berjalan bersisian. Mereka tengah berjalan di dalam sebuah perumahan, hendak mengantarkan Minecraft Minifigure itu pada Putri. Argan sejak tadi mendekap paperbag berisikan box minifig itu dengan raut bahagia. "Iya, gue udah dapat barangnya. Kita lagi otewe ke rumah lo." Nino berujar dengan senyum lebarnya pada Putri lewat sambungan telepon. Argan yang berada di samping pemuda itu pun mengembangkan senyumnya yang jauh lebih lebar. Tentu saja mereka senang, karena pada akhirnya usaha mereka membuahkan hasil. Minifig itu benar- benar membawa keberuntungan bagi mereka. "Oke! Kita udah sampai di depan rumah lo." Nino menutup sambungan teleponnya dengan cepat. Ia dan Argan menatap sebuah rumah megah berhalaman luas di depannya. Rumah bercat warna abu- abu itu bertingkat dua. Mereka segera melangkah memasuki halaman luas itu dan kini berdiri tepat di depan pintunya. "Putri bilang apa?" tanya Argan penasaran. Jujur ia tidak sabar ingin segera menyerahkan barang itu pada klien bernama Putri itu. Nino tersenyum. "Dia lagi mau ke luar. Tunggu bentar," balasnya. Ia menekan bel rumah Putri dengan cepat. Argan hanya mengangguk- anggukkan kepalanya, ia kini penasaran dengan wajah Putri, si anak Anggota Dewan itu. Kata Nino, Putri ini sangatlah cantik. Tepat setelah Nino berujar itu, seorang wanita paruh baya membuka pintu dan tersenyum lebar. Wanita itu mengenakan apron yang mengikat di pinggangnya, yang Nino tebak adalah asisten rumah tangga. "Temannya Neng Putri, ya?" tanyanya dengan ramah. Argan dan Nino mengangguk bersamaan. Lalu tanpa menunggu lama lagi, kedua pemuda itu segera dipersilakan masuk ke dalam. "Masuk." Argan dan Nino masuk ke dalam rumah itu dengan perlahan. Mata mereka langsung berbinar begitu menginjakkan kaki di ruang tamu keluarga itu. Rumah Putri sangat megah, dan indah. Jika dilihat dari luar mungkin tidak tampak seluas kelihatannya, namun saat berada di dalam, rumah itu benar- benar luas. Furnitur- furniturnya tampak mewah, ditambah sofa panjang berwarna emas yang menambah kesan mewah itu. Sangat berbanding terbalik dengan keadaan rumah milik Argan dan Nino sendiri. "Silakan duduk. Saya panggilkan Neng Putri dulu." Nino yang pertama kali mendudukkan tubuhnya di sofa ruang tamu itu. Lalu matanya langsung melebar takjub menatap Argan yang masih berdiri. Melihat itu, Argan segera ikut mendudukkan dirinya di samping Nino. Kedua pemuda itu mengacungkan jempol mereka merasakan bagaimana sofa itu sangat empuk saat mereka duduki. Kini mereka benar- benar seperti dua orang udik dari kampung yang mengagumi sofa mahal milik orang kaya itu. "Mereka udah di ruang tamu?" "Bude, jangan lupa bikin minum untuk mereka." Argan dan Nino mendengar suara seorang gadis dari arah dalam. Mereka sontak bersitatap, suara itu ... adalah suara Putri. Mereka sangat antusias menunggu Putri, em tunggu! Mereka menunggu uang mereka datang tepatnya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD