Pagi itu, rumah besar keluarga Van Gerhard dipenuhi aroma roti panggang dan kopi hitam yang baru diseduh. Cahaya matahari pagi masuk melalui jendela besar ruang makan, membuat meja panjang itu tampak lebih hangat. Di ujung meja, Richard Van Gerhard duduk tegak dengan kemeja lengan panjang, koran terbuka di tangan. Sesekali ia melirik ke arah cucunya yang duduk di seberang, lalu menurunkan koran itu sepenuhnya. Tatapannya lembut, ada kebanggaan yang sulit disembunyikan di sorot matanya. “So, Marsya,” suaranya tegas, tapi hangat, “where do you plan to continue your study?” Marsya yang sedang mengoles selai stroberi di rotinya, berhenti sejenak. Ia mengangkat kepala dan tersenyum lebar, matanya berbinar. “Aku udah ikut tes masuk kampus di luar negeri, Opa. Tinggal nunggu pengumuman.” “Th

