Lara menahan napas. Lututnya ditekuk rapat, punggung menempel pada dinding lemari. Gelap, sempit, dan panas. Dari celah kecil di antara pintu walk-in closet yang tidak sepenuhnya tertutup, ia bisa melihat Marinka masuk ke kamar dengan langkah ringan. Perempuan itu langsung memeluk Niko dari belakang. “Kamu lama banget, Mas. Cari apa, sih?” Nada bicaranya dibuat lembut, tapi ada tekanan di baliknya, semacam rasa ingin tahu yang lebih dari sekadar basa-basi. Niko tak menjawab. Matanya kosong, pandangannya masih menatap ke arah jendela. Tubuhnya tak bergerak sedikit pun, dan pelukan Marinka tidak dibalas. Namun Marinka bertingkah seolah semuanya baik-baik saja. Ia menyandarkan dagunya di punggung Niko, bergelayut dengan santai seperti sudah biasa menempati ruang itu. Lara memejamkan mata.

