2

1582 Words
“Daniel!!! Sembunyi di mana kau anak nakal??” Daniel kecil menunduk gemetaran di sudut kamarnya yang gelap. Air mata menetes di pipinya yang kotor. Suara langkah kaki ibunya membuatnya semakin gemetaran. Sekuat tenaga ia mencoba menahan isakan di d**a. Ia takut. Takut ibunya akan memukulnya lagi karena hari ini ia tidak mendapatkan uang dari menyemir sepatu orang-orang. “Bingo! I got you, Baby!!” Tangan kurus ibunya meraih lengan Daniel dan menariknya dengan kasar dari balik almari tempat ia bersembunyi. Daniel menjerit saat wanita itu memukulnya dengan keras menggunakan rotan. Ia menangis dan meminta tolong, tetapi tidak ada yang menolongnya. Daniel terus menjerit dan menjerit hingga ia tidak bisa mengeluarkan suara lagi dan semua gelap. ..... Ia bangun dengan terengah-engah. Bertahun-tahun mimpi buruk itu terus mengganggu tidurnya. Selalu dan selalu, setiap malam mimpi itu terus menghantuinya. Karena itulah Daniel benci malam hari. Ia benci gelap. Dan ia benci sendirian. Daniel keluar dari kamar dan menuju dapur untuk mengambil air minum. Jika sudah begini, ia tidak akan bisa tidur lagi. Ia melirik jam, dan melihat saat ini baru pukul dua lebih empat puluh tujuh menit. Masih teramat pagi untuk bangun atau melakukan aktivitas. Akan tetapi, ia tidak bisa hanya beriam diri dan juga ia tidak mau tidur lagi. Daniel turun ke lantai bawah rumahnya menuju gym mini pribadinya. Ia bisa melakukan apapun di sana untuk membuat tubuhnya sibuk, walaupun pikirannya tidak. Daniel Armando de Castillo. Sekarang semua orang mengenalnya sebagai pebisnis handal dengan kekayaan bernilai jutaan dollar yang tidak akan habis tujuh turunan. Namun dulu, tidak ada orang yang memperhatikannya bahkan hanya untuk memalingkan wajah. Daniel kecil hidup dengan ibunya yang hanya bisa mabuk-mabukkan dan memukulnya setiap hari. Ibunya bekerja di toko bunga kecil dekat rumah mereka. Setiap pagi, wanita itu akan berkeliling untuk menjual bunga-bunga. Namun sayang, upah harian yang diterimanya selalu habis untuk membeli minuman keras dan berjudi. Ia yang saat itu berusia lima tahun, dipaksa bekerja menyemir sepatu. Uang yang di terimanya digunakan untuk makan mereka berdua, sekedar untuk membeli roti atau beberapa keping biskuit. Daniel kecil tidak pernah makan dengan layak. Badannya kurus kering dan tidak terawat. Apa kalian bertanya-tanya di mana ayahnya? Atau apakah ia punya ayah? Tentu saja Daniel punya ayah. Carlos Armando de Castillo. Seorang pengusaha kaya raya di Spanyol. Ibu dan ayahnya berpisah sejak Daniel berusia tiga tahun. Ayahnya tidak tahan dengan perilaku ibunya yang menjadi pecandu alkohol. Namun saat ayahnya ingin membawa Daniel, wanita itu melarangnya. Ibu Daniel membawanya pergi jauh dari Spanyol agar ayahnya tidak bisa menemuinya lagi. Ibunya membawanya ke Morella di Castelon yang sangat jauh dari kota. Hampir tiga tahun hidup menderita bersama ibunya, ayah Daniel akhirnya berhasil melacak keberadaannya. Tepat ketika ibunya baru saja meninggal karena tertabrak mobil saat mabuk. Sejak itulah hidupnya berubah. Dari Daniel kecil yang miskin dan kotor menjadi Daniel kecil yang terawat dan memiliki apa saja. Ia tak ubahnya seperti Richie dalam film Richie Rich. Namun semenjak itu, ia bukanlah Daniel yang sama lagi. Perbuatan ibunya telah membuat Daniel benci pada ibunya sendiri dan kebanyakan wanita. Hanya ibu tirinya dan adiknya yang bisa ia cintai. Itupun setelah bertahun-tahun kemudian. Kini, wanita baginya hanyalah objek pelampiasan kebutuhan. Ia hanya perlu mengedipkan mata dan semua wanita akan bertekuk lutut padanya. Tidak ada cinta di kamus hidupnya. Hatinya telah beku dan tertutup rapat. Daniel mengakhiri sesi latihannya di gym dan kembali naik ke kamarnya. Tidak terasa sudah lebih dari tiga jam ia di sana. Ia akan mandi dan ke kantor sekarang. Masih terlalu pagi memang, tetapi semenjak tinggal di Jakarta, Daniel selalu terbiasa berangkat ke kantor pagi-pagi karena kota ini selalu macet. Sebenarnya, Daniel tidak terlalu suka tinggal di sini. Namun ini terpaksa demi bisnisnya. Ia dan ketiga sahabatnya sedang mengembangkan bisnis aerodynamic di kota ini. Karena itulah ia pindah kemari untuk sementara waktu. “Selamat pagi, Tuan De Castillo,” sapa satpam kantornya saat Daniel tiba empat puluh lima menit kemudian. Daniel tersenyum kecil dan mengangguk. Ia segera naik ke kantornya di lantai tiga puluh. Ia selalu datang lebih dulu daripada karyawannya. “Devandra, kau di mana?” “Di jalan. Aku sampai sepuluh menit lagi.” “Bawakan aku sarapan ya?” “Hah! Selalu saja! Kau pikir aku pacarmu??” Daniel terbahak dan mematikan ponselnya. Ia sering meminta Devan membawakan sarapan untuknya. Dan walaupun selalu mengomel, Devan pasti akan membawakannya sarapan. Ia bersyukur memiliki tiga sahabat seperti Devandra, Dave, dan Damian. Sejak kecil, Daniel tidak pernah memiliki teman. Walaupun telah menjadi anak yang kaya raya, sikap tertutupnya tidak pernah berubah. Barulah setelah berkenalan dengan Devandra, di susul Dave, dan kemudian Damian, ia bisa sedikit membuka dirinya. Molly: Hai tampan, ada waktu malam ini? Aku kangen. ?? Daniel cemberut membaca pesan itu. Molly dan yang lainnya hanyalah wanita bayaran yang tidak seharusnya menghubunginya lebih dulu. “Kenapa wajahmu menyeramkan seperti itu, Dan?” Ia melirik tajam pada Devan yang masuk ke ruang kerjanya seraya membawa sarapan pagi. Ia menghela napas dan bangkit dari kursinya. “Apa yang kau bawa?” “Hanya kopi dan donat.” Daniel tersenyum dan duduk di sofa di hadapan Devan. Tangannya meraih gelas kopi dan menghirupnya. Ia selalu suka kopi. Aroma kopi selalu membuatnya nyaman. “Tidak bisa tidur lagi?” Ia hanya melirik dari balik gelas kopinya. Devan dan juga yang lain tahu apa masalahnya. Mereka berbagi kamar asrama selama hampir empat tahun. Mereka semua tahu rahasia masing-masing. Yah, kecuali rahasia Devan tentunya. Daniel meraih donatnya dan mengangkat bahu. “Seperti biasa.” “Apa kau tidak merasa perlu mendatangi terapis?” Daniel menggeleng. “Aku bisa bertahan dengan ini selama bertahun-tahun.” Devan menatapnya dengan prihatin. Daniel tahu, mereka semua peduli padanya. Namun ia tidak pernah ingin pergi ke terapis. Biarlah ini menjadi pengingat tentang ibunya yang kejam. Kadang, Daniel ingin pergi ke suatu tempat di mana ia bisa melupakan semuanya. Tempat di mana ia bisa hidup sebagai seorang Daniel yang baru. Daniel yang tidak memiliki kebencian pada siapapun termasuk ibunya. Ia ingin memiliki seseorang yang dicintainya seperti Devan mencintai kekasihnya. Sejak pembicaraannya dengan Devan minggu lalu, hatinya merasa tergelitik. Ia ragu antara ingin mencari seseorang itu sekaligus juga ingin membuktikan bahwa anggapan Devan itu salah. Bahwa sebenarnya ia tidak butuh seseorang itu. “Ada apa?” Daniel menatap Devan dan menggeleng. “Aku yakin kau masih memikirkan ucapanku minggu lalu kan?” Daniel cemberut. “Kenapa kau tidak menjadi cenayang saja?” Devan tertawa hingga terbungkuk-bungkuk membuat dua sahabatnya yang lain, yang baru saja masuk, heran. “Ia kenapa?” Dave menunjuk Devan dengan dagunya dan meraih donat milik Devan yang baru dimakan setengah. “Kurasa otaknya bergeser sedikit.” Devan melotot dan menginjak kakinya. “Awas kalau kau mencariku jika sedang butuh pelampiasan.” “What the hell!! Kalian pacaran???” Mata biru Damian menatap mereka ngeri. “Jadi ini alasan kenapa kau meninggalkan bar malam itu?” Dave tersenyum miring pada Daniel yang sudah mulai 'menghajar' Devan. “Tutup mulut kalian atau aku cabut dana investasiku!” Damian dan Dave ber 'ooh' bersamaan sementara Devan tertawa keras. Mereka akan lupa jika mereka sudah dewasa saat sedang berkumpul seperti ini. Dua hari dalam enam hari kerja, mereka berada di kantor ini. Sedang empat hari lainnya, Dave dan Devan di kantor mereka masing-masing. “An, aku menginap lagi ya malam ini?” Devan mengerang. “Kenapa kau suka sekali menginap di tempatku??” “Itu karena ia mulai jatuh cinta padamu, Sobat!” Daniel hanya terkekeh. “Ya?” “Terserah!” Andra bangkit dan keluar disusul Dave dan Damian. Oh, terserah itu berarti yes kan? ..... Dave Orlando: Hoooiiii, Dudess! Sore ini kita berkumpul di rumahku saja. Tidak perlu hangouts di luar. Damian Antonio: Ada acara apa di rumahmu, Dave? Devandra Jonathan: Malas ah! Pasti hanya main Xbox di rumahmu. Daniel Armando: Apa ada wanita cantik selain Mamamu di sana? Dave Orlando: Andra, aku tidak akan mengajakmu bermain. Lagipula kau selalu kalah dariku. Kau payah, An. Lebih baik aku melawan Daniel. Daniel Armando: Jadi benar kita hanya akan bermain Xbox di rumahmu?? Lebih baik aku ke bar saja mencari wanita cantik. Damian Antonio: Tidak usah bergaya mencari wanita cantik kalau kau kalah sebelum bertanding seperti malam itu. Dave Orlando: Hahaha... Jadi bagaimana kencan kalian tadi malam, Dudes? Daniel Armando: Aku bercinta dengan Andra.:D Dave Orlando:Yuckz... Damian Antonio: Boleh aku muntah sekarang? Devandra Jonathan :Watch out your mouth, Dude! Jangan sampai rahasia kita terbongkar. P.S: Kau benar-benar hebat tadi malam, Daniel.;-* Damian Antonio: Aku keluar sekarang! Aku benar-benar akan muntah. Dave Orlando: Aku juga. Kalian benar-benar menjijikkan. Aku tunggu di rumahku jam tiga sore. Daniel dan Devan tertawa terbahak-bahak membaca chat dengan Dave dan Damian. Mereka duduk bersebelahan di sofa apartemen Devan, sementara tangan dan mata mereka asyik dengan ponsel masing-masing. “Jadi ada acara apa kira-kira di rumah Dave?” Devan mengangkat bahu. “Lebih baik kita datang saja. Kau tidak ingin membuat singa gunung itu murka kan?” Lagi-lagi Daniel tertawa mendengarnya. Di antara mereka berempat, Dave adalah yang paling galak. Nada bicaranya selalu sinis. Namun ia juga adalah orang yang paling bisa iandalkan dalam hal apapun. Tidak ada masalah yang tidak selesai di tangan seorang David Orlando Cromwell. Mereka berempat adalah empat orang yang berbeda karakter dan kepribadian. Namun selama ini persahabatan mereka selalu solid. Pertengkaran-pertengkaran kecil kerap terjadi, tetapi setelahnya mereka akan berbaikan lagi. Bukankah memang itu seninya persahabatan? Bertengkar, berbeda pendapat, kemudian berbaikan lagi selalu menjadi bagian dari persahabatan. Semua orang selalu memiliki teman di hidup mereka. Namun, hanya orang yang beruntunglah yang memiliki teman yang selalu ada di semua fase hidupnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD