Kecerobohan

1091 Words
"Gue minta maaf. Gue bener-bener gak tahu soal yang tadi." "Halah! Apanya yang gak tahu? Bukannya dari awal lo kerja, gue udah bilang jangan melakukan live, photo-photo atau apa pun yang akan tersebar di medsos saat gue sama Arletta. Lo lupa atau gimana?" Raut marah masih sangat terlihat di wajah Karmila. Pada Asistennya yang telah lancang melakukan live tanpa sepengetahuannya. Karmila bahkan langsung melempar gawai canggih si asisten. Sampai tercerai berai dengan mengenaskan setelah membetur tembok. "Ya, gue tahu. Tapi kan kemarenan video Arletta udah tersebar. Gue kira, udah boleh nunjukin dia ke medsos." "So? Lo mau pansos ceritanya? Huh?" tukas Karmila sengit. "Bukan gitu. Gue cuma ... cuma ...." Dita, sang asisten kebingungan menjelaskan pada Karmila tentang maksud dan tujuannya mengadakan Live tadi. Bukan karena Dita ada maksud tertentu atau ingin pansos seperti yang Karmila tuduhkan tadi. Tetapi ... duh, gimana ya jelasinnya? Bukannya jaman sekarang, apa-apa memang selalu ingin di bagikan pada medsos, ya? Entah itu tujuannya untuk cari follower atau apa. Orang jaman sekarang memang biasa membagikan apa-apa di medsos, kan? Bahkan, curhat saja di medsos. Apa, Dita salah jika ikutan? Lagipula, ada apa sebenarnya dengan Karmila? Kenapa gadis itu sangat menjaga dan melarang Arletta tampil di publik? Apa, Karmila takut kalah saing? "Cuma apa?" Karmila mengejar penjelasan. Arletta yang melihat perdebatan itu pun hanya bisa membuang napas kasar. Ikut bingung dalam bersikap dengan apa yang Dita lakukan. Arletta tidak menyalahkan Dita sebenarnya. Dia mengerti dengan kebiasaan orang-orang jaman now. Hanya saja ... justru Arletta merasa kasian sekarang sama Dita. Karena dengan live yang dia ambil barusan, otomatis akan membuatnya ikut terlibat dalam masalah Arletta. Percayalah, sejak saat Live itu tersebar. Nyawa wanita itu sudah terancam. Pria b******n yang mengincar Arletta pasti akan mengejar Dita, demi untuk menemukan Arletta. Hal ini juga turut membuat Karmila dan Elkava dalam bahaya. Karena dengan live Dita, membuat pria b******n, yang tidak lain dan tidak bukan adalah paman Arletta. Mengetahui oleh siapa Arletta di lindungi selama ini. Itulah sebenarnya, yang membuat Karmila marah luar biasa. Live Dita barusan seakan membuat semua yang model itu dan tunangannya lakukan menjadi sia-sia. Lalu, sekarang apa yang harus Arletta lakukan? Haruskan Arletta melenyapkan Dita, sebelum dilenyapkan pamannya? "Gue beneran gak ada niat apa pun, Mil. Demi Tuhan." Dita kembali membela diri. "Hillih! Lo--" "Sayang, sudah." Akhirnya, setelah sekian lama menyimak perdebatan tunangan dan sang asisten. Elkava pun membuka suara. "Nasi sudah jadi bubur. Sudah banyak yang melihat Arletta. Bahkan, aku yakin. 'Mereka' sudah mengetahui posisi kita. Jadi, marah pun sudah tidak ada gunanya." Pria itu menambahkan. Seraya menatap Karmila dengan tatapan berat hati. Pasrah jika setelah ini, dirinya, Karmila dan keluarga mereka akan mulai diincar lagi oleh paman Arletta yang gila. Entah sekarang cara apalagi yang harus mereka lakukan untuk menghindari hal ini lagi. Salahnya memang membiarkan Karmila masuk dunia entertainment dan di kenal banyak orang. Di sisi lain, hal itu cukup menguntungkan untuknya. Sebab dengan begini, si pria b******n itu akan berpikir dua kali jika ingin mengganggu Karmilla. Gerak gerik Karmila selalu diikuti media. Salah langkah, dia pasti akan turut tercyduk. Namun, di sisi lain hal ini juga sangat beresiko tentang keberadaan Arletta. Gadis itu masih belum boleh go publik. Waktunya belum tepat untuk Arletta menunjukan diri. "Lalu, sekarang kita harus bagaimana, sayang?" Karmila ikut kebingungan. "Yang jelas, kalian ..." Elkava melirik Karmila dan Dita bergantian. "Tidak boleh jauh-jauh." "Maksudnya?" Dita tidak terlalu paham dengan maksud Elkava. "Maksudnya udah jelas. Lo, harus selalu sama gue. Mulai malam ini, lo tinggal di apartemen gue." Karmila menjelaskan. "Loh, kok, gitu? Gue kan punya apartemen sendiri. Dan--" "Udah lo gak usah banyak bacot!" Karmila menyela dengan tegas. "Ikutin saja ucapan El, jika lo masih pengen hidup." Aneh! Satu kata yang bersarang di kepala Dita makin mengusik. Sejak mendengar larangan mempublikasikan Arletta, sebenarnya Dita sudah sedikit curiga. Dan kecurigaanya semakin bertambah dengan kejadian ini. "Let, gimana sama lo? Lo mau--" "Gue tetap kayak biasa," sela Arletta cepat. "Tapi ini mulai bahaya lagi buat lo, Let." Elkava memperingatkan. "Gue tahu. Tapi akan lebih berbahaya untuk mereka." Melirik Mila dan Dita. "... jika gue bersama mereka." "Let--" "Lo tenang aja. Gue gak akan kenapa-napa." Arletta menghentikan protes yang akan Mila suarakan. "Gue udah belajar banyak dari pengalaman. Semakin sepi orang-orang di sekitar gue. Semakin mudah untuk gue menyelamatkan diri. Sorry, gue bukan mau menganggap kalian beban. Hanya saja, justru gue gak mau makin membebani kalian." "Lo bukan beban Arletta. Lo sahabat gue!" Mila memberi pernyataan dengan tegas. Menghampiri Arletta dan memeluknya. "Jangan bilang kayak gitu lagi!" Arletta hanya tersenyum sumir mendengar ucapan Mila. Bukan dia tidak senang. Sejujurnya, Arletta selalu terharu setiap kali mengingat kesetiaan dan kebaikan dua sahabatnya ini. Hanya saja, apa yang Arletta ucapkan tadi benar adanya. Keberadaan Arletta hanya memang hanya akan membuat Dita dan Karmila semakin dalam bahaya. Cukup sudah! Arletta tidak mau mengorbankan siapapun lagi. "Iya, iya. Maaf." Arletta mengalah. "Tapi gue beneran belum bisa bareng kalian lagi. Demi mengalihkan tujuan suruhan b******n itu." "Gue gak mau lo sengaja jadiin diri sendiri sasaran." Elkava angkat bicara. "Faktanya. Gue memang sasaran utamanya, kan?" sahut Arletta penuh arti. "Let--" "Iya, iya. Gue tahu kok apa yang harus gue lakuin." Arletta menenangkan Elkava. Kadang, tunangan sahabatnya ini memang posesif juga padanya. Membuat orang sering salah paham. "Udah gak usah terlalu khawatirin gue. Fokus aja jagain Mila sama Dita. Oke!" "Gue janji akan buat semuanya terlewati seperti biasanya. Bertahan sebentar lagi ya, Let." Giliran Elkava yang memeluk Arletta. "Iya, gue pasti bertahan. Demi kita dan Neta." Entah siapa yang Arletta sedang berikan support, kedua sahabatnya atau dirinya sendiri. Yang jelas, saat ini mereka memang harus saling menguatkan. Demi memberi keadilan pada Neta, adiknya yang telah tiada. "Ya, udah. Gue balik ya. Kalian hati-hati." Arletta memilih segera undur diri. Tak ingin terlihat terlalu lama bersama ketiga orang di sana. Arletta memeluk mereka satu-satu. Di mulai dari Elkava, Karmila, terakhir Dita. Pelukan Arletta lumayan lama pada gadis itu. Tak lupa, meminta maaf karena telah melibatkan gadis tak berdosa itu dalam masalahnya. "Jika kita tidak di takdirkan untuk bertemu lagi. Tolong maafin gue untuk semua yang terjadi ya, Dit." Dita yang mendengar hal itu awalnya sangat kebingungan mengartikan maksud Arletta. Namun, tak ayal gadis itu pun mengangguk dan turut meminta maaf. Seperti sebuah perpisahan saja, ya? Mereka bersikap seorang akan pergi jauh, bahkan mungkin berpisah alam. Kenyataannya, hal itulah yang terjadi setelahnya. Beberapa hari kemudian, saat pagi menjelang. Sebuah headline berita membuat Arletta mengepalkan tangan dengan rahang yang menegang kuat. DIDUGA SALAH SASARAN. SEORANG ASISTEN MODEL IBU KOTA BERINISIAL KA, MENJADI KORBAN PENCULIKAN. HINGGA AKHIRNYA DITEMUKAN TAK BERNYAWA DALAM KEADAAN MENGENASKAN TANPA BUSANA.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD