PART 2 : KEPERGIAN DAN WASIAT TERAKHIR

955 Words
Perkataan yang di lontarkan oleh Indah tadi bukan hanya Fifi yang merasa terkejut dengan ucapan kakaknya itu, tetapi juga semua orang yang berada di ruangan tersebut termasuk Raihan, suami dari Indah. "Kamu apa-apaan sih sayang. Jangan ngomong yang sembarang" ucap Raihan tak suka. Indah pun menatap Raihan dengan tatapan lemahnya. "Aku mohon mas, nikahi Fifi. Davina masih butuh figur seorang Ibu di dalam hidupnya." "Kamu ibunya Indah. Davina butuh kamu, bukan orang lain" tekan Raihan. "Hidup aku gak lama lagi mas a---" "KAK INDAH!" "SAYANG!" "Aku gak suka kakak ngomong kaya gitu. Kakak harus kuat demi Davina. Jangan menyerah, kakak pasti bisa sembuh" ucap Fifi melemah. "Yang di katakan Fifi benar sayang, kamu pasti sembuh. Tolong, demi keluarga kecil kita" timpal Raihan membenarkan perkataan adik iparnya. "Ak---- akh" "SAYANG!" "KAKAK!" "INDAH!" "Kak Indah? kak Indah kenapa? hiks" ucap Fifi dengan tangisnya. Raihan langsung memencet tombol merah yang berada di dekat brankar sang istri. Kemudian lelaki itu menatap wajah tersebut dengan tatapan yang sirat akan kekhawatiran. "Sayang. Hei, kamu dengar mas?Indah?sayang?" Indah yang keadaanya sudah sangat lemah itu pun menggapai tangan Raihan dengan sekuat tenaga. "M-mas a-aku mohon n-nikahi Fifi. T-tolong turuti permintaan t-terakhir ku." "Sayang, mas mohon jangan berbicara seperti itu" ucap Raihan pelan. "K-kamu mau kan mas?" tanya Indah. "Mas Raihan a-aku mohon" sambungnya dengan yang wajah lemah. Raihan pun menatap wajah istrinya dengan lekat dan dengan hati yang berat lelaki itu menganggukan kepalanya. Indah yang melihat itu sontak mengeluarkan senyumnya dan kemudian menatap sang adik yang sedari tadi menatap dirinya. "Fifi, kamu m-mau kan menikah dengan m-mas Raihan? Kakak m-mohon sama kamu." Fifi yang mendengar ucapan kakaknya itu pun hanya bisa terdiam. Bagi Fifi permintaan kakaknya sangatlah sulit untuk dia terima. "Akh!" Fifi yang mendengar pekikan kesakitan dari sang kakak pun langsung tersadar dari diamnya dan kemudian menatap perempuan tersebut dengan wajah yang sangat khawatir. "Kakak ..." "F-fifi mau ya menikah s-sama mas Raihan? waktu k-kakak udah g-gak banyak lagi" ucap Indah dengan tatapan memohonnya kepada sang adik. Fifi pun menatap kedua orangnya yang juga sedang menatapnya. Anggukan dari sang Ayah membuat Fifi semakin bingung untuk memutuskan semuanya. Tatapannya pun mengarah kepada Raihan, suami dari kakaknya. Fifi bisa melihat lelaki itu menganggukan kepalanya ke arahnya. Dengan nafas beratnya, Fifi pun menatap sang kakak. "Aku mau, kak ..." Indah pun seketika mengeluarkan senyuman dan mengangkat tangannya untuk menggapai tangan sang adik. Fifi yang melihat itu pun dengan cepat menggenggam tangan sang kakak. Kemudian Indah pun membawa tangan sang adik dan tangan sang suami untuk saling berpegangan di atas dadanya. "Terima kasih sudah mau menuruti wasiat t-terakhir ku ..." Setelah Indah mengucapkan itu, tangan perempuan tersebut seketika terjatuh dan mata yang semula terbuka pun menjadi tertutup rapat. "KAK INDAH!" "SAYANG!" "INDAH!" Keempat orang tersebut langsung berteriak histeris. Raihan yang berada di dekat Indah pun dengan cepat memeriksa denyut nadi istrinya itu. Air mata pun jatuh dari pelupuk mata lelaki itu ketika memeriksa denyut nadi sang istri. Tubuh tegak yang tadi berdiri dengan sangat kokoh, sekarang menjadi lemah dan tak berdaya. Fifi yang melihat reaksi dari kakak iparnya itu pun semakin khawatir akan kondisi sang kakak. "Kak Raihan, Kak Indah kenapa?" Raihan pun menatap adik ipar serta mertuanya itu dengan tatapan sendunya. "Indah sudah meninggalkan kita semua." Bagai di sambar petir, ucapan Raihan membuat ketiga orang yang mendengarnya menjadi terdiam kaku. Bersamaan dengan itu pula, Dokter dan juga beberapa perawat masuk kedalam ruangan tersebut dan langsung menghampiri tubuh Indah yang sudah terpejam dengan sempurna. "M-maksud kak Raihan apa sih? k-kak Indah c-cuman tidur aja pasti" ucap Fifi mencoba tenang. “Maaf, pasien atas nama Indah Amalia telah meninggal dunia pada jam 14:50 wib. Kami turut berduka cita yang sedalam-dalamnya.” Ucapan dari Dokter yang berada di depannya membuat Fifi langsung menatap sang kakak dan menguncang tubuh perempuan tersebut. "Kak Indah bangun! Kak Indah! Kak Indah pasti tidur, iyakan?" Fifi lalu mengalihkan tatapannya kepada sang Bunda. "Bunda, Kak Indah gak mau bangun. Ayo bangunin kak Indah." Bunda Mayang hanya bisa menangis tanpa membalas ucapan sang anak. Melihat tak ada respon dari sang Bunda, membuat Fifi mencoba mendekati sang Ayah yang kini menatapnya dengan sendu. "Ayah, tolong bangunin kak Indah. Biasanya kalau Ayah yang bangunin, kak Indah pasti bangun. Ayo Ayah bangunin ..." "Fifi, Kakak kamu sudah gak ada. Dia sudah meninggalkan kita. Meninggalkan Ayah, Bunda, kamu, Raihan, dan Davina untuk selama-lamanya" ucap Ayah Dimas pelan. Fifi yang mendengar ucapan sang Ayah pun menggeleng-gelengkan kepalanya. "Enggak Ayah, kak Indah cuman lagi tidur aja. Pasti nanti kak Indah bangun." Ayah Dimas pun memegang bahu sang anak dan menatap wajah tersebut dengan tatapan yang terlihat sangat menyakitkan. "Fifi, dengarin Ayah. Indah sudah tidak merasakan sakit lagi. Kakak kamu sudah pergi. Dan rasa sakit yang di deritanya pun juga turut ikut pergi. Ikhlaskan, ikhlaskan kakak kamu. Walau ini berat, kita harus mencoba mengikhlaskan dia. Biarkan kakak kamu pergi dengan tenang." Air mata sudah tak terbendung lagi di mata Fifi. Isakan yang sedari tadi di tahannya pun akhirnya mulai terdengar. Tubuh tersebut pun hampir luruh jika saja tidak di tahan oleh sang Ayah. Bukan hanya Fifi, Ayah Dimas, Bunda Mayang saja yang kehilangan Indah, Raihan pun sangat kehilangan wanita tersebut. Wanita yang menjadi istri dan juga Ibu dari anaknya kini pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya. Raihan pun memeluk tubuh sang istri dengan penuh kelembutan. "Terima kasih sudah menjadi istri dan juga Ibu yang luar biasa untuk keluarga kita. Semoga kamu tenang dan bahagia di sana. Mas akan menjaga Davina anak kita dengan baik. I love you, sayang." Ruangan tersebut pun menjadi saksi bisu kesedihan dari mereka yang di tinggalkan oleh orang terkasihnya dan saksi di mana kasih sayang yang tulus itu benar-benar nyata dan benar adanya. Bukan hanya kasih sayang tentang pasangan, tetapi juga kasih sayang keluarga yang tak akan lekang oleh waktu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD