2. Mulai perhatian

1124 Words
Sejak kejadian itu, penilaian Airra dengan pria yang bernama Arief Hadyanandira sangatlah buruk. Bagi Airra ia pria sombong dan sok bersih yang pernah ia temui. Siapa sangka rasa kesal dan benci Airra malah semakin mempertemukan Arief dengan dirinya. Di saat hari di mana kampus Airra kedatangan seorang tamu besar, ia sebagai ketua BEM yaitu sebuah organisasi kemahasiswaan yang paling popular di kampus, tentu saja berkewajiban menanggung serta menyambut tamu besar adalah tugas Airra sebagai ketua BEM. Goessan Airra dengan sepeda lipatnya berjalan dengan cepat menuju tempat parkir. Tanpa ia sengaja goessan sepedanya menggores wajah depan mobil mewah yang baru saja terparkir. "Maaf Pak, saya tak sengaja menggores mobil anda dengan sepeda saya, tunggu saya di sini saya akan bertanggung jawab nanti." terburu-burunya segera berlari ke arah kampus masih menggunakan helem sepeda berwarna pink. Airra ternganga ketika melihat tamu besarnya seorang Arief Hadyanandira. "Se ... selamat datang, mari saya tunjukkan arahnya," ucap sopan Airra. Airra mengajak Arief berkeliling kampus, kedatangan Arief ke kampus Airra untuk melihat seberapa bagus donasi yang telah ia berikan dalam memperbaiki kampus itu. "Dan ini tempat trakhir, taman bunga Woffly namanya bagus dan terdengar ramah, apa paman tau saya sendiri yang memberikan nama untuk tempat ini," riang Airra menatap nyaman taman yang sedang Mas Arief lihat bersamanya. Senyuman Airra memikat daya tarik Arief. bibir bawah yang terlihat tebal serta kenyal, pria mana yang tak akan tergoda melihatnya? "Siapa yang kau sebut paman? dan ya gadis kecil ... kau harus mengganti rugi atas goresan sepeda mu," Arief memegang dagu Airra dengan nada suara sangat rendah. "Mom ... mobil itu milik mu ya? katakan saja berapa tetapi jangan mahal-mahal!" Airra segera menengok melepaskan pegangan Arief. "Dua ratus juta, bayar sekarang jika tidak bisa kau boleh menggantinya dengan tubuh mu," tegas Arief. Nominal tersebut sangat besar bagi Airra yang bahkan tak memiliki keluarga atau orang tua yang bisa ia andalkan. Perkataan Arief terdengar memaksa, membuat Airra menangis tersedu-sedu. "Huwaaa ... dasar lintah darah, aku tidak sekaya itu bahkan untuk makan saja sulit kau terlahir dari keluarga kaya serta orang tua berada! dan aku saja tidak tahu siapa yang melahirkan ku!" tangis Airra. Arief terkejut dan panik ia dari awal memang tak berniat meminta uang, namun kepolosan Airra membuatnya ingin sengaja menjahilinya. "Sttt ... diam lah jika kau berhenti menangis aku tak akan meminta uang itu!" Arief. "Lalu tubuh ku? aku masih menginginkan organ ku!" tangis kembali Airra. Tangis Airra kembali membuat kepala Arief ngelu, dengan menggunakan satu tangannya, ia membungkam mulut berisik Airra. "Tubuh mu pun tak akan ku ambil!" tegas Arief. Tangis Airra seketika mereda serta tak terlihat bekas air mata di wajahnya, seakan ia tidak pernah menangis. "Tidak boleh menarik perkataan sendiri loh ya, hehehe," tawa Airra. "Dasar, pantas ia menyebut ku sebagai paman.. wanita polos yang bahkan tidak mengetahui pria dewasa meminta tubuhnya untuk apa," fikir Arief melirik Airra. Sejak saat itu Arief terus saja bertemu dengan Airra dengan sengaja atau pun tidak sengaja. Awalnya rasa benci namun, semakin sering bertemu serta beberapa kejadian aneh, menimbulkan percik-percikkan rasa suka pada diri mereka masing-masing. "Paman, ah ... maksud ku tuan Arief anda semakin sering datang ya," ucap gugup Airra yang saat ini sedang bekerja menjadi pelayan di sebuah cafe. "Memangnya kenapa? lagian menu di sini enak semua," sahut cepat Arief. Setelah mencatat menu pesanan Arief, Airra kembali dengan membawa beberapa pesanan. Tak menyangka saat Airra menaruh pesanan di meja nomor 3, salah satu pria tua sengaja memegang pahanya. Sepontan membuat Airra secara reflek menampar wajah pria tua itu sampai bergema membuat seluruh aktifitas di cafe terhenti. "Dasar pelayan tidak tahu diri! kau baru saja menampar pelanggan hah! di mana menejer Cafe!" marah pria tua itu mencoba membalikkan kesalahan. Airra tidaklah bersalah namun, ia tak bisa melawan pria tua itu dan lagi menejer tempat ia bekerja saat ini juga sedang memarahinya. "Cepat katakan maaf pada Bapak ini!" perintah menejer cafe. Airra terdiam, ia memiliki fikiran jika ia tidak salah maka jangan harap untuk mendengar permintaan maaf keluar dari mulutnya. "Berapa bekas tamparan pelayan ini?" ujar Arief. "Harga? kaya sekali ya? berikan aku lima ratus juta!" ledek pak tua. "Akan ku berikan," Arief memberikan cek setotal satu miliar pada pak tua itu. Pak tua itu terlihat sangat senang ketika melihat angka nol yang bagaikan kereta api merah sebentar lagi akan melintas di dompetnya. "Dan sekarang mari hitung nominal atas tangan kotor mu memegang paha Nona ini." tegas Arief. Hari itu Arief membela Airra ia yang seharusnya keluar uang satu miliar, kini malah mendapatkan kembali uang itu dengan dua kali lipat atas bukti cctv cafe. "A ... anu, soal tadi." Airra terlihat malu untuk berterimakasih, ia juga bingung harus memanggil apa pada sang penyelamatnya juga pria yang ia sempat benci. "Arief, mulai sekarang panggil saya Mas Arief." senyum Arief. Sejak saat itu entah karena rasa ingin berterimakasih, Airra mulai bersikap baik pada Arief. Seiring berjalannya waktu Airra serta Arief jatuh cinta. Memang seharusnya membenci sebencinya saja mungkin orang yang kau benci di keesokkan harinya akan menjadi seseorang yang kau cinta. Arief jatuh cinta pada Airra, mereka menikah setelah Airra lulus dari kuliahnya. "Ku pinang kau dengan bismillah Airra.. mau kah kau menikah dengan ku?" ujar Arief. Saat itu Arief berlutut tepat di hadapan semua orang di tengah keramaian di depan air mancur taman kota. Jantung Airra tak berhenti berdebar saat pria bernama Arief ingin meminang dirinya. "Aku menerimanya, Mas Arief bangunlah," jawab Airra menyambut uluran tangan Arief. Dengan seruan semua orang untuk segera menyuruh Airra, menerima pria tampan yang rela menurunkan harga dirinya demi dirinya berlutut di hadapan semua orang. Airra fikir dengan menerimanya saja, ia bisa langsung menjadi miliknya namun, beberapa keadaan menghalangi hubungan Airra dan Arief. Identitas keluarga Airra yang tidak di ketahui, serta orang miskin tak sebanding dengannya yang begitu besar serta agung. Atas pemikiran itu Airra menahan Arief untuk mengatakan hubungan mereka pada kedua orang tuanya. Karena fikiran Airra yang begitu kencang akhir-akhir ini membuat penyakitnya kambuh. Di lahirkan dengan kondisi tubuh sering sakit serta lemah, membuat Arief khawatir. Karena tubuh Airra juga membuat hubungannya akan semakin jauh, kedua orang tua Arief marah. Saat Arief merelakan gelar ceo serta perusahaan yang sudah ia emban di bahunya dan berpaling lebih memilih menjadi seorang dokter untuk merawat satu wanita saja. "Arief! kau tau impian Ibu membesarkan mu untuk kau bisa memegang kekuasaan Ayah mu! bagaimana pun Ibu tak rela membiarkan anak selir itu menggantikan posisi mu! apa lagi ini hanya karena wanita miskin itu!" marah Nadira ibu Arief. Rumah sakit Anta Ratna dimana saat ini Airra sedang di rawat. Sentuhan tangan mas Arief setiap kali menyentuh tubuh Airra membuat Airra menyadari akan kehadirannya. "Sudah makan? apa Suster merawat mu dengan baik?" cakap lembut Arief. "Bagaimana dengan keluarga mu? kau habis menangis ya?" tanya lembut Airra segera mengusap pipi lembut Arief dengan punggung tangannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD