3. Menikah tanpa restu

1042 Words
Melihat Arief sudah menjadi dokter pribadi Airra serta melepas gelarnya sebagia ceo. Sudah pasti ia kembali dalam keadaan terpuruk, tentu saja kedua orang tuanya tak akan merestui tindakkan tak masuk akalnya. "Bisakah jangan membahas itu sekarang?" Arief memalingkan wajahnya, jelas terlihat kesedihan di bola matanya. "Aku tak akan menanyakannya, terimakasih Mas Arief aku cinta kamu," lembut Airra memeluk erat Arief. Sejak saat itu Keluarga Arief sama sekali tak menanyakan kabar tentang Arief, sampai Airra memutuskan untuk menikah dengan mas Arief agar tidak membuat pengorbanan mas Arief sia-sia. Undangan pernikahan di kirimkan kerumah kediaman Nandra, walau Airra serta Arief tahu mereka pasti tidak akan mau datang. Tanggal 22 febuari 2019 Airra menikah dengan mas Arief dan tak menyangka ibu mas Arief datang di acara pernikahan. Orang tua Arief melihat proses pernikahan, paling tidak terbayangkan entah mengapa selama ini yang Airra fikirkan tentang pandangan buruk ibu Arief kepada Airra ternyata salah. Mereka menerima Airra menjadi menantu, tentu saja dengan alasan mas Arief kembali ke tempat duduknya sebagai seorang ceo. "Haha ... senangnya menjadi Nadira memiliki menantu cantik serta jago memasak, mau tinggal satu atap lagi sama mertua," "Benar tuh, biasanyakan menantu lebih memilih tinggal terpisah untuk menghindari suruhan mertua," cakap teman sosialita ibu Arief. "Haha ... kalian bisa saja, menantu ku Airra memang tak sebanding dari menantu kalian," ucap bangga Nadira menatap Airra yang saat ini sedang duduk malu. Setiap hari Airra di rangkul hangat dengan ucapan manis dari mulut semua orang. Serta bisa tinggal satu atap menjadi sepasang suami istri sah dengan mas Arief. "Kenapa kamu menangis Airra," Arief. Airra menatap cermin sembari menangis, tentu saja suami mana yang tak terkejut melihat istrinya tiba-tiba menangis tanpa ada perkara. "Apa cara ku mengeringkan rambut mu salah?" tanya kembali Arief. Airra menggeleng, ia segera memegang tangan Arief yang berada di samping kepalanya. "Terimakasih Mas, karena mu aku benar-benar memiliki sebuah keluarga," ujar Airra. "Bicara apa sih," segera Arief mencium pipi Airra dengan lembut mencoba menenangkan istrinya. Dua bulan pernikahan Airra terasa begitu cepat, mungkin karena setiap hari Airra yang selalu sibuk. Dan lagi Airra harus merelakan mas Arief yang akan pergi sebentar lagi keluar negri, untuk mengurus masalah di perusahaan sana yang terkena kendala. Airra melihat Arief sedang berkemas, perasaan sedih juga takut tak bisa menahan rindu kepada mas Arief membuatnya tak kuat ingin menahan Arief untuk tidak pergi. "Mas ... berapa hari kamu akan pergi?" tanya Airra. "Sebulan, kenapa? jika kamu merasa keberatan lebih baik aku batalkan saja ya?" sahut Arief. Airra tentu saja bisa membuat Arief tak jadi pergi namun, ia paham jika Arief tidak jadi pergi, mungkin saja keluarga Arief akan membujuk Airra mati-matian agar menyuruh Arief pergi. "Bukankah sama saja, aku akan tetap membiarkannya pergi?" gumam pelan Airra. "Tidak perlu Mas, lagi pula disana memerlukan diri mu, aku yang di sini ... hanya akan menunggu mu pulang," seru Airra. Setelah kepergian Arief, suasana rumah menjadi berbeda semenjak kedatangan ayah Arief Garna Nandra. Entah perasaan Airra yang salah atau memang benar, sikap ibu mertuanya seketika berubah. "Selamat datang Ayah mertua," sambut Airra dengan sopan. Garna Nandra ayah Arief yang di kenal pleyboy, bahkan sudah lima tahun tidak pulang, ia masih berani membawa satu wanita muda di sampingnya. Sedikit syok ketika melihat sikap ayah Arief yang sangat santai membawa selingkuhannya pulang, jelas sekali disana sedang berdiri tegak istri sah yaitu ibu Arief. "Kau istri yang anakku sampai rela turun ya? wajar kau memang cantik, maaf tidak bisa hadir di pernikahan mu waktu itu," sapa Garna sembari mengelus kepala Airra. Setelah perbincangan yang menurut Airra agak sedikit celetuk, tanpa malu ayah Arief meminta istrinya tidak menggunakan kamar utama, karena kamarnya akan di pakai ia dan selingkuhannya. Jelas tatapan sakit serta benci yang sekarang ibu mertua Airra rasakan. "Ibu ... hari ini ingin tidur bersama ku?" tanya Airra. Sejak saat itu ayah mertua selalu memperhatikan Airra tepat di hadapan ibu mertua. "Ibu ... aku sudah memasak makanan kesukaan ibu, mari makan," ajak Airra, selama ayah mertua memperhatikannya lebih, entah mengapa ibu mertuanya merasa memberi jarak padanya. Tepat saat itu juga pintu terbuka, terlihat seorang wanita cantik sedang berjalan masuk dan membawa beberapa oleh-oleh di tangannya. Nadira segera berlari ke arah wanita itu, mengabaikan ajakkan makan menantunya. "Binar! sayang ku, ya ampun ini semua untuk Bibi?" ria Nadira menyambut hangat Binar. "Tentu saja, Binar habis syuting dari sepanyol loh, ini untuk Bibi," sambut kembali Binar. Binar dari dulu memang memiliki hubungan erat pada keluarga Arief, dan lagi karirnya sebagai artis papan atas juga sebagai aset negara. Binar menoleh ke arah Airra, sekejap ia tersenyum, lalu segera mengajak Airra bersalaman. "Hallo, saya Binar teman wanita satu-satunyaa semasa kecil Mas Arief," Binar mengulurkan tangannya ia sedikit agak mengerengkan teman wanita satu-satunya. Perasaan Airra tak enak saat melihat uluran tangan itu namun, jika ia tidak menyambut tangan wanita yang sedang menggatung itu, bisa saja ibu mertua yang sedari tadi menatapnya tidak akan berhenti menatap. "Hai, saya Airra Handira istrinya Mas Arief selamat datang Binar di kediaman kami," sapa lembut Airra. Airra agak kesal, ia kembali menekankan kata istri pada Binar. Tentu saja semua orang tau di antara pria dan wanita tidak ada kata teman di dalamnya. "Duh Binar, padahal kamu sudah jauh-jauh datang, Airra bisa siapkan beberapa cemilan dan minuman, Ibu dan Binar tunggu di ruang tamu ya," ujar Nadira segera menggenggam tangan Binar. Seolah orang asing yang sedang berada di tengah-tengah keluarga akrab. Itu lah Airra sekarang. Ibu mertua Airra lebih banyak berbincang dengan Binar, bahkan mereka sama sekali tak memberi Airra celah untuk berbicara. Sejak hari itu wanita yang bernama Binar sering sekali datang, Airra pun merasa ibu mertua lebih senang atas kehadiran Binar, walau sering menyusahkan dirinya. Setiap malam Airra hanya bisa berbincang dengan Arief lewat telephone, ingin rasanya Airra menceritakan tentang hari sulit ketika kepergiannya. "Haloo Mas? kamu sudah makan?" tanya Airra sedikit dengan nada lirihnya. "Kamu kenapa Raa? kok terdengar sedih gitu, disana enggak terjadi apa-apakan?" Arief sangat mengenal Airra, ia segera menanyakan keadaan. Airra menengokkan wajahnya menatap ke arah guling yang selama hampir satu bulan kepergian mas Arief, yang menggantikkannya menemani tidur. "Enggak kok, di sini baik-baik saja aku hanya sedikit merindukan mu Mas." sahut Airra, dari awal ia tahu hubungan Arief dan ibunya sangat renggang jika ia mengatakan tentang sikap ibunya selama satu bulan ini bisa saja membuat hubungan mereka bertambah renggang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD