Bab 32 Tangan yang memegang gawai ini terasa gemetar. Mimpi apa aku? Bagi penulis pemula sepertiku merupakan sebuah kehormatan besar ketika naskahku dipinang oleh penerbit sekelas penerbit besar KHaiangan ini. “Mbak gimana, sudah oke?” Pertanyaan dari penjaga counter mengembalikan kesadaranku. “Iy-iya, Mas. Makasih, ya,” ucapku. Lalu menerima kwitansi pembelian dan seperangkat perlengkapannya. “Dina, kok kamu beli HP?” Reyhan menatapku tajam. “Oh, iya. Ini makasih ya sudah dipinjamin. Tadinya mau aku bayarin, eh pas aku searching … HP kamu mahal. Gak cukup uangku.” Aku menyodorkan gawai miliknya. Alasan saja padahal, uang hasil royalti masih sisa dan akan kubelikan kalung untuk ibu. “Udah pulang, yuk.” Lelaki itu malah melengos pergi membiarkan tanganku mengambang di udara. Raut waja

