Tujuh Vampire

1193 Words
            "Ternyata mate-ku tidak hanya vampire melainkan vampire yang diktator!!!" Gerutu Aphrodite dalam hati. Aphrodite tidak habis pikir. Bagaimana bisa Edmund dengan mudahnya mengganti namanya seenak sendiri.             Tiba-tiba Wiley tersenyum simpul sambil memandang Aphrodite penuh arti.             Edmund yang menyadari tatapan Wiley langsung mendelik berang. "Sudah kukatakan dia MILIKU Wil!! Jangan memandanginya dengan senyuman menyebalkanmu itu."             "Aku tidak memandanginya dan senyumanku tidak menyebalkan. Itu hanya reaksiku mendengar kata-katanya." Jawab Wiley sebal.             "Apa Kamu baru saja memikirkan sesuatu Eve?" Tanya Edmund pada Aphrodite.             "Oh, bagaimana dia bisa tahu?" Aphrodite gelagapan ditatap Edmund. "Ah, tidak. Aku tidak memikirkan apapun." Jawab Aphrodite berbohong.             "Bohong." Potong Wiley cepat. "Jelas-jelas tadi kamu bilang 'Ternyata mate-ku tak hanya vampire melainkan vampire yang diktator!!'" Kata Wiley menirukan 'suara hati' Aphrodite.             Aphrodite terperangah mendengar penuturan Wiley. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi.             "Dia bisa membaca pikiran, jadi usahakan jangan memikirkan apapun di dekatnya atau semua orang akan tahu apa yang Kamu pikirkan." Jelas Edmund tanpa diminta, sepertinya dia tidak mempermasalahkan tentang apa yang 'dikatakan' Aphrodite. Aphrodite sendiri masih tidak percaya dengan apa yang baru saja dialaminya. Untung saja Edmund tidak marah mendengarnya.             "Baiklah, sekarang akan kuperkenalkan satu per satu penghuni kastil ini padamu Eve.” Edmund berdiri dari duduknya dan meminta Aphrodite untuk berdiri di sampingnya. “Ini Wil, Wiley Reaghann, adikku. Dia tukang ikut campur yang sayangnya bisa membaca pikiran orang lain. Kamu sudah merasakan sendiri kan bagaimana menyebalkannya dia?"             Aphrodite mengamati Wiley dengan sebal. Tingginya hampir sama dengan Edmund, hanya saja Wiley sedikit lebih kurus. Wajahnya tampan dengan tulang rahang kokoh namun terkesan lembut. Sekali lihat saja sudah ketahuan kalau dia menebarkan aura yang sangat bersahabat. Wiley membalas tatapan Aphrodite dengan senyum jahilnya. Tampaknya dia sangat puas bisa ‘membeberkan’ isi kepala Aphrodite.             "Ini Blake, yang hampir menggigitmu tadi malam." Aphrodite tanpa sadar beringsut mendekat ke arah Edmund. Reaksi alami karena takut pada Blake. "Dia belum lama berubah jadi Vampire makanya belum bisa mengendalikan rasa laparnya." Sekarang Aphrodite lebih mendekat lagi demi mendengar kata 'berubah menjadi Vampire'. "Apa Aku juga akan diubah menjadi Vampire?"             "Ed, gadismu takut dia akan diubah menjadi Vampire." Kata Wiley lantang. Aphrodite merengut sebal pada Wiley. "Menyebalkan! Sekarang bahkan Aku tidak punya privasi di dalam pikiranku sendiri."             Edmund merangkul Aphrodite lembut. Menuntunnya berjalan maju beberapa langkah mendekat ke keluarganya. "Jangan takut Eve, percayalah padaku. Bagaimana mungkin Aku akan melukai orang yang ku cintai? Aku janji Aku tidak akan mengubahmu tanpa persetujuanmu." Edmund mencoba meyakinkan Aphrodite. Ditatapnya gadis itu lembut mencoba menyalurkan kehangatan agar Aphrodite merasa lebih rileks dengan lingkungan barunya.             "Lagipula, waktu itu Aku mengubah Blake hanya untuk menolongnya yang sedang sekarat. Dia korban peperangan. Lukanya cukup parah tapi tidak membuatnya mati. Sehingga dia tersiksa merasakan sakit. Aku hanya membantunya menghilangkan rasa sakit." Kata Edmund lancar seolah apa yang dikatakannya adalah hal yang wajar.             "Dan Aku sangat berterima kasih pada kehidupan baru yang di berikan Pangeran Edmund padaku." Kali ini Blake yang bicara. Dia terlihat sangat menghormati Edmund.             "Sudah kukatakan berapa kali, jangan panggil Aku Pangeran! Menyebalkan." Edmund cemberut dengan sangat lucu. Aphrodite mau tak mau tersenyum melihat ekspresi Edmund.             "Dan selanjutnya Roussel." Lanjut Edmund. "Dia adik bungsu ku. Dia yang paling enak diajak bicara diantara mereka berenam. Aku yakin kamu pasti akan senang mengobrol dengannya Eve."             Roussel tersenyum hangat pada Aphrodite, kebalikan dari Wiley, Roussel terlihat lebih tenang meskipun mereka sama-sama terlihat hangat dan bersahabat. Wajahnya sedikit bulat sehingga menimbulkan kesan lucu dan kekanakan padanya.             "Dan ini Roan, dia diubah oleh Wil. Entahlah, Wil bilang dia melihat Roan mencoba bunuh diri lalu dia menawarkan 'kehidupan lain' yang akhirnya disetujui oleh Roan." Terang Edmund.             "Ya, dan sama seperti Blake, Aku juga sangat menyukai kehidupan baruku ini." Jawab Roan tersenyum lebar. Roan maju selangkah dan menyalami tangan Aphrodite dengan bersahabat. Senyum lebar tidak pernah tanggal dari wajahnya.             "Semoga saja Roan tidak menyebalkan seperti vampire yang mengubahnya."             "Eve! Aku mendengarnya." Kata Wiley sebal. "Bukankah kamu sudah tahu Aku bisa membaca pikiran?! Dan pikiranmu barusan benar-benar menyakitkan untukku." Wiley merengut dibuat-buat. Kentara sekali dia berusaha menahan tawa.             Aphrodite tertawa melihat tingkah Wiley. Edmund tersenyum senang. "Akhirnya kamu tertawa sayang. Aku senang kalau kamu sudah mulai nyaman disini." Edmund membelai kepala Aphrodite dengan sayang.             "Yang ini Mavi. Dia utusan ayah yang bertugas memantau kegiatan kami disini. Dia sedikit kaku, meskipun sudah kami ajari bagaimana bersikap sebagai anak muda. Dia tetap saja masih menjaga keformalannya. Dia benar-benar patuh pada ayah." Lanjut Edmund.             Mavi memang terlihat lebih dewasa dari pada enam vampire yang lain. Pembawaannya tenang dan berwibawa. Pasti sangatlah berat mengawasi enam pemuda yang sedang aktif-aktifnya seperti mereka.             "Dan yang Terakhir Irven. Dia kakakku. Hemm... Apa ya... Tidak ada yang bisa diceritakan tentang dirinya. Dia pria yang membosankan dan tidak banyak bicara. Tapi herannya... Banyak gadis yang mengejarnya dan mengatakan dia misterius. Hah... Gadis-gadis itu terlalu banyak membaca kisah roman." Kata Edmund mengakhiri perkenalannya pada semua penghuni kastil.             "Masih ada satu lagi Eve." Kali ini Wiley yang bicara. "Mate-mu ini... namanya Edmund Reaghann. Dia menyebalkan, percayalah! Seperti yang kamu pikirkan tadi dia juga sangat sangat diktator. Menyuruh ini itu semaunya." Wiley tersenyum menang pada kakaknya.             "Aku tidak diktator Wil." Sanggah Edmund.             "Lalu apa kalau bukan diktator. Kamu sangat suka menyuruh Ed. Bahkan meskipun itu bukan urusanmu. Sebenarnya Kamu yang suka ikut campur urusan orang, bukan Aku." Kata Wiley sebal. Pertengkaran 'kecil' seperti itu memang selalu terjadi di kastil ini.             "Hei, Aku kan hanya mengambil alih tugas Irven yang tidak di selesaikannya. Salahkan dia kenapa sangat pendiam sampai menyuruhpun tidak mau." Edmund melirik Irven sekilas. "Lihatkan, disindir saja dia diam saja." Kata Edmund merengut. Irven tampak bergeming mendengar perkataan Edmund. Baginya, sangat tidak penting meladeni adiknya yang sangat suka protes itu.             "Sudahlah Ed, sebaiknya suruh dia tidur, Semalaman tidak tidur itu sangat berat untuk manusia. Sekarang sudah hampir pagi." Kata Roan bijak.             "Kamu benar. Ayo Eve, kuantar ke kamar." Aphrdoite mengangguk mengerti. Edmund membimbing Aphrodite menaiki tangga tak jauh dari tempatnya berdiri dan menuju ke lantai atas.                                                                             ********               Rafe, werewolf yang ditugaskan untuk membunuh Aphrodite itu tampak berjalan pelan meninggalkan perbatasan daerah kekuasaan Vampire. Wajahnya tampak bimbang. Dia sedang memikirkan apa yang harus dia katakan pada Ratunya, Rowena.             Sepanjang jalan dia menendang apa saja yang ada di hadapannya. Tampak sangat gusar dan marah. Dia marah pada para vampire itu yang membuatnya tidak bisa menyelesaikan tugasnya. Dia juga gelisah jika harus mengatakan yang sebenarnya pada Rowena. Karena Rafe tahu betul, Rowena tidak suka kegagalan. Semuanya harus sempurna.             Rafe memejamkan matanya erat. Wajahnya tampak begitu lelah. Rafe sebenarnya adalah ketua dari kawanan werewolves yang cukup besar di daerah itu. Anggota kawanannya adalah yang paling banyak dan paling kuat. Namun... karena keangkuhannya untuk menantang penyihir itu, akhirnya dia bisa dikalahkan Rowena dan sekarang menjadi budaknya. Dia mearasa gagal menjadi pemimpin. Karena dirinya, sekarang kawanannya menjadi bulan-bulanan kawanan werewolves lain.             Tapi sekarang sudah tak ada yang bisa dia lakukan kecuali mematuhi Rowena. Karena dia sudah terikat perjanjian sakral dengan penyihir itu.             Rafe akhirnya sampai di istana Oriana. Tampak Ratu Rowena duduk di singgasananya yang megah dengan sangat anggun. Dagunya terangkat dengan angkuh. Matanya tajam dengan tatapan khas penguasa. Sayang, wajah keji itu terbingkai pesona kecantikan yang memabukan.             "Bagaimana dengan tugas yang kuberikan padamu Rafe?" Suara dingin Rowena menusuk telinga siapapun yang mendengarnya.             "Sudah Saya laksanakan. Gadis itu sudah mati." Kata Rafe yakin. Dia tidak mencoba berbohong karena dia berpikir kalau Aphrodite memang mati menjadi santapan para Vampire itu.             "Hahahahaha. Bagus!!! Bagus !!! Hahahahaha...." Suara tawanya benar-benar meremangkan bulu sekujur tubuh. "Sekarang, Akulah yang tercantik. Dan akan selalu begitu. Hahahaha....."                                                                                 ******* -to be continue-
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD