Runaway

1240 Words
            Bertahun tahun berlalu sejak peristiwa kematian Raja Jeffery Lorraine. Dan dengan ajaibnya, kerajaan Oriana kembali tenang setelah tewasnya sang Raja dalam pertempuran. Makhluk-makhluk pemangsa itu seakan lenyap di telan bumi. Tak pernah muncul lagi di seluruh pelosok Oriana.             Semua orang kembali ke kehidupan normalnya. Kerajaan kembali tenang di bawah pimpinan Ratu Rowena. Sekarang penduduk hidup dalam "damai". Damai yang mencekam.             Setiap bulan purnama, tidak ada seorangpun yang berani mendekati hutan di perbatasan utara pada malam hari. Karena siapapun yang kesana, tidak akan pernah kembali dalam keadaan utuh. Meski tidak ada yang tahu apa penyebabnya.             Aphrodite duduk termenung di antara hamparan bunga Daffodils, bunga favoritnya. Kebiasaannya dari kecil yang selalu menghabiskan pagi di taman bunga tak pernah hilang darinya. Meski sekarang bukan untuk menggambar melainkan untuk merenung atau bahkan menangis.             "Yang mulia, matahari sudah semakin terik, sebaiknya kita segera masuk ke dalam." Pinta Ruly kepada Tuan Putrinya. Pelayan setia Aphrodite itu tidak pernah membiarkan tuannya lepas dari pandangan matanya. Selalu menemaninya kemanapun Aphrodite pergi. Bahkan diusianya yang sudah semakin dewasa ini, dia rela tidak menikah demi menjaga Tuan Putrinya.             "Kamu masuklah dulu Ruly, Aku masih ingin disini." Jawab Aphrodite yang masih setia dengan lamunannya.             "Kalau yang mulia masih ingin disini. Saya juga akan disini." Jawab Ruly.             Aphrodite memandang Ruly dengan sayang. Pelayan setianya, yang sudah dianggap sebagai kakak. Satu-satunya keluarga yang peduli dan perhatian pada Aphrodite. Aphrodite beranjak dari duduknya dan menghampiri Ruly, memeluknya dengan sayang. "Terima kasih Ruly, terima kasih sudah menemaniku setiap hari. Aku tidak tahu bagaimana hari-hariku jika tidak ada kamu. Sejak Ayah meninggal, Ibu bahkan tidak memperbolehkanku keluar istana. Pelayan istanapun semua sibuk melayani Ibu. Tidak ada lagi yang memperhatikanku selain kamu."             Aphrodite terisak pelan di dalam pelukan Ruly. Jiwanya tersiksa. Dia seperti di penjara di istananya sendiri. Dia begitu kesepian. Begitu merindukan Ayahnya...                                                                             *******               Rowena berdiri angkuh di depan cermin ajaibnya. Ini sudah sepuluh tahun, tapi kecantikannya tak memudar sedikitpun. Bahkan garis-garis halus tanda menuapun seakan tidak berani membekas di wajahnya yang sesempurna dewi-dewi surga.             "Cerminku, katakanlah bahwa Akulah wanita tercantik di dunia ini." Rowena berkata dengan senyum yang mengembang sempurna. Dia berdiri dengan penuh percaya diri. Setiap harinya, Rowena selalu mengenakan pakaian terbaik. Riasan wajah terbaik. Semua selalu harus yang utama.             "Aku tidak bisa mengatakannya Ratu Rowena." Kata sang cermin yang sukses membuat mata Rowena berkilat marah mengerikan.             "Apa maksudmu?" Rowena menggeram marah. Dia masih Rowena yang sama. Yang tidak suka menjadi nomor dua. Dia haruslah yang utama, yang spesial.             Lalu di dalam cermin, terlihat wajah Aphrodite yang sedang tersenyum di antara hamparan bunga daffodils. Wajahnya merona sempurna. Kecantikan alami yang bahkan bisa menghentikan waktu yang terpesona memandangnya.             Untuk sesaat, Rowena pun sempat terpesona pada kecantikan Aphrodite, sebelum akhirnya kemarahan menguasai dirinya. "Gadis kecilku Aphrodite? Bagaimana bisa dia jadi lebih cantik dariku? Hah!! Harusnya dulu Aku mengirimnya kepada kematian bersama Ayahnya."             Rowena berjalan angkuh penuh kemarahan. Dia terduduk di ranjangnya. "Tidak bisa, ini tidak boleh terjadi… Akulah yang tercantik. Akulah yang nomor satu. Dia harus lenyap..." Dan lagi, senyum licik itu kembali terkembang di wajahnya. Senyum yang sama dengan sepuluh tahun lalu, senyum yang mengantarkan Raja Jeffery kepada kematiannya.             "Rafe, kemari!" Rowena memanggil penjaga setianya. Ya, dia Werewolf yang dulu ditugaskannya untuk melenyapkan Raja Jeffery. Sejak Rowena menjadi Ratu tunggal, dia menjadikan beberapa Werewolf sebagai penjaga pribadinya. Termasuk Rafe.             "Ya." Jawab Rafe begitu dia berada di dalam ruangan Ratunya.             "Tugasmu... Sangat mudah." Mata Rowena berkilat berbahaya, dan senyuman licik selalu tampak pada wajahnya. "Lenyapkan Aphrodite." Terdengar amarah didalam perintah Rowena. Wanita itu... Bagaimana dia bisa membunuh seseorang hanya karena kecantikannya?                                                                 *******               Ruly tersentak, matanya terbuka sempurna. "Perisainya rusak." Mata Ruly bergerak liar, gelisah. Selama ini Ruly memberi perisai khusus di sekeliling kamar Aphrodite agar tidak ada yang bisa berbuat jahat padanya. Dan perisai itu harusnya tidak akan rusak kecuali mantranya di patahkan oleh penyihir lain atau... ada makhluk supranatural yang menerobosnya dengan paksa.             "Yang mulia, ayo bangun. Kita harus lari." Ruly mencoba membangunkan tuan Putrinya. Apapun yang ada di luar sana, dia belum bisa masuk sampai perisai ini runtuh sempurna.             "Ada apa Ruly?" Aphrodite menggeliat pelan. Sekarang masih tengah malam dan Aphrodite tidak terbiasa terjaga saat malam.             "Kita harus lari yang mulia, ada yang ingin mencelakaimu." Ruly bergegas menarik selimut Aphrodite dan membantunya memakai jubah luar dengan asal.             "Apa maksudmu Ruly?" Tanya Aphrodite yang mulai panik.             "Sudahlah yang mulia, nanti saja Saya jelaskan. Yang penting sekarang Kita harus lari, secepat mungkin." Ruly menarik tuan putrinya menuju pintu rahasia yang langsung mengarah keluar istana tanpa melalui gerbang.             "Kita harus mengajak Ibu." Kata Aphrodite di sela-sela larinya.             "Tidak perlu." Kata Ruly dingin. "Saya yakin Ratulah yang melakukan semua ini.”             "Jangan sembarangan bicara Ruly. Meskipun dia acuh padaku, dia tetap Ibuku." Kata Aphrodite sedikit terkejut dengan perkataan pelayannya.             "Percayalah pada Saya yang mulia, Saya yang selalu menjaga yang mulia seumur hidup." Kata-kata Ruly membuat Aphrodite bimbang. Aphrodite mempercayai Ruly dan akan selalu begitu. Tapi kenapa Ibunya ingin melukainya.             "Saya seorang penyihir yang mulia, begitu juga yang mulia Ratu. Bedanya, saya ingin melindungi yang mulia sedangkan yang mulia Ratu menggunakan sihir untuk kejahatan. Dia bahkan bersekutu dengan Werewolf." Kata Ruly panjang lebar. Aphrodite tertegun mendengar penuturan Ruly. Dia sama sekali tak menyangka bahwa Ibunya adalah seorang penyihir.             Ruly terus memaksa Aphrodite untuk tetap berlari. Sekarang mereka sudah keluar dari istana dan berlari menuju hutan.             "Kenapa ke hutan Ruly?" Protes Aphrodite.             "Kita harus ke pantai yang mulia, itu satu-satunya tempat yang aman bagi kita. Makhluk-makhluk supranatural itu takut pada lautan. Dan jalan tercepat menuju kesana hanyalah melewati hutan." Kata Rully.             Terdengar lolongan binatang buas di kejauhan. Aphrodite terdiam. Namun terus berlari mengikuti Ruly. Mereka semakin masuk jauh ke dalam hutan. Semakin lama pohon semakin lebat, bau basah tanah dan lumut menyambut dimana-mana, sampai akhirnya mereka merasa "hewan" itu sudah semakin dekat. Geramannya terasa tepat di belakang mereka. Sepertinya tidak ada seratus meter dari mereka.             "Ruly Aku takut." Aphrodite gemetar. Gaunnya sudah terkoyak ranting disana-sini. Ruly hanya menoleh sekilas dan menarik Aphrodite untuk berlari lebih cepat. Sekarang Serigala besar itu sudah terlihat di belakangnya. Aumannya benar-benar mengerikan.             "Yang mulia teruslah berlari, Saya akan menghadapi Serigala ini." Kata Ruly.             "Tidak mau, Kita lari bersama." Aphrodite tidak mau satu-satunya orang yang dimilikinya harus berkorban nyawa untuknya.             "Teruslah berlari yang mulia, jangan berhenti sampai menemukan laut. Yang mulia akan aman disana." Ruly segera berlari berlawanan arah dengan Aphrodite. Menuju ke hewan pemangsa di belakang mereka. Tidak memberikan kesempatan pada Aphrodite untuk membantah.             Aphrodite terus berlari seperti pesan Ruly, terdengar suara pertempuran di belakang sana.             Aphrodite terengah, larinya juga sudah tidak secepat tadi. Dia sudah kelelahan. "Aku sudah berlari sangat jauh kenapa laut belum terlihat juga. Apa Aku tersesat?" Aphrodite sekarang hanya mampu berjalan. Terus ke depan berharap segera melihat pantai.             "Aauuuuu.” Terdengar suara auman serigala di kejauhan. Wajah Aphrodite seketika memucat. Serigala itu masih mengejarnya. Apa itu artinya Ruly...             "Tidak ... Tidak ... Ruly pasti selamat." Aphrodite mulai menangis. Tapi dia memaksa dirinya untuk berlari meski tidak dapat melihat dengan jelas. Matanya tertutupi genangan air mata.             Berkali-kali Aphrodite menabrak pohon. Dia sudah kelelahan fisik dan mental. Sekarang Dia tersandung dan tidak mampu bangun lagi. Dengan mudah serigala yang mengejar sudah berada tepat di hadapannya. Serigala itu menggeram rendah. Siap mengoyak tubuh kecil Aphrodite.             Aphrodite merangkak mundur, berusaha membentangkan jarak antara dirinya dan serigala besar itu. Tapi usahanya tidak membuahkan hasil yang berarti.             "Kenapa Kamu ingin membunuhku?" Aphrodite memberanikan diri untuk bersuara. Berusaha mengulur waktu kematiannya. Kalau serigala ini benar Werewolf dia pasti mengerti apa yang Aphrodite katakan.             Serigala itu hanya diam, menatap langsung ke dalam mata Aphrodite.             "Apa kamu juga yang membunuh Ayahku?" Tanya Aphrodite.             Seketika mata serigala itu berkilat. Aphrodite sudah pasrah. Sepertinya seperti inilah akhir hidupnya. Serigala itu mengangkat cakarnya bersiap mengoyak tubuh kecil Aphrodite. Aphrodite memejamkan mata serapat mungkin. Berharap ada keajaiban yang akan menyelamatkannya... -to be continue-
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD