Menjelang malam Ta masih tetap terjaga menemani Reda di kamar rawat inapnya. Tak ada sama sekali batang hidung Abifata muncul, bahkan sekedar pesan atau panggilan jarak jauh pun tak ada. Hampir tengah malam, malah Gazain yang datang tak diundang sementara Reda sudah lelap dalam tidurnya. “Kau perlu istirahat juga, Ta,” kata Gazain menyerahkan kantong berisi makanan kepada Ta. “Kau belum makan, bukan?” Ta mengambilnya cepat. Perutnya sudah tak terisi sejak awal Reda dioperasi pagi tadi. Hanya roti saja pengganjal perutnya. “Harusnya kau datang dari tadi, Gazain.” Gazain tersenyum saja lalu melihat Reda. “Bagaimana kondisinya?” “Dia cepat pulih.” Ta bahkan bisa menyebutkan serunya perseteruan Reda dengan Nyonya Naraya andai dirinya sedang tak sibuk dengan makanan. Gazain bertekan tanga

