Perjaka

1309 Words
Ta seperti dihipnotis. Tadi ia berada di perpustakaan lalu kini berada di kendaraan umum yang disewa Reda dan Gazain. Motor Gazain di sana, tertinggal di perpustakaannya. Reda tetap dengan penampilan tanpa kain penutup kepalanya, juga dengan kancing kemeja terbuka begitu saja. “Kau sepertinya orang yang tidak suka ikut campur. Maka, aku juga tidak akan ikut campur urusanmu. Status saja kita menikah, urusan pribadi jangan saling terlibat.” Ta masih bergelut dengan isi kepala sendiri. Mundur dari kembar gila ini atau maju tanpa kehidupan yang sama lagi? “Bagaimana kalau Abifata menolaknya?” tanya Gazain memikirkan kemungkinan terburuk. Entah apa isi kepala Abifata itu, Gazain selalu saja memikirkan hal buruk tentangnya. “Ya sudah. Suruh Abifata sendiri yang mencarikan suami untukku,” jawab Reda tak mau pusing. Gazain mencebik, “Mustahil sekali itu terjadi.” Belum pernah Gazain ketahui Reda menentang keputusan Abifata. Kakak kembarnya itu selalu mengejar pengakuan Abifata dan haus pujian dari pria tua jahat itu. Reda menghela napas, “Baiklah. Bagaimana lagi? Tidak mudah mencari seorang pria untuk dinikahi! Memangnya kau langsung menerima saat ada wanita mengajakmu menikah kontrak?!” “Aku tidak akan pernah menikah. Menikah kontrak dengan wanita gila apalagi!” “Kau menyebutku gila?!” Gazain menunjuk Ta yang duduk di samping sopir taksi dengan mulutnya, “Kita buat saja Abifata menerimanya.” Ta kemudian mendengar semua rencana yang disusun bersaudara itu agar Ta diterima. Mulai dari penampilan Ta yang harus disempurnakan hingga bagaimana seharusnya sikap Ta yang bisa diterima Abifata. Namun, gagal semua rencana mereka itu karena suara perut yang saling bersahut. Jadilah mereka singgah ke restoran bukannya langsung menemui Abifata. “Menurutku kita perlu membawanya ke toko lensa mata. Aku benci kacamatanya.” “Menurutku penampilannya, pakaian ala penjaga perpustakaan yang seperti seratus tahun belum mandi itu yang perlu dirombak,” sahut Gazain terdengar jijik. Lagi-lagi, mereka berdebat tentang Ta. Padahal makanan di depan muka. Kemudian ponsel Reda berdering. Gadis itu meletakkan telunjuk di depan bibir kepada Gazain dan Ta. “Ya, Ayah?” “Kau sudah mendapatkan seseorang?” “Hum, ya! Aku berencana membawanya kepadamu sebentar lagi. Ayah sednag di rumah?” “Ya.” “Reda sedang makan siang. Ayah ---“ “Aku tunggu calon suami yang kau katakan.” Klik. Reda menggelembungkan pipinya menatap ponsel. “Ayo! Abifata menunggu kita!” katanya bangkit. Akhirnya, Ta berhadapan dengan Abifata dengan apa ada dirinya. Dengan kacamata yang Reda benci dan dalam balutan pakaian ala penjaga perpustakaan yang Gazain maksudkan. Baru kali ini Ta bertemu langsung dengan para Abinaya yang sering kali berusaha Ta hindari. Permata dan hal semacam itu adalah topik sensitif yang lebih baik Ta jauhi daripada tergoda. Tapi, Ta di sini ... malah mengantarkan diri ke kandang permata itu sendiri. “Ini calon suamiku, Ayah.” Reda mendorong Ta maju perlahan. “Salam kenal, saya Tapanuli Kahiyang.” Abifata yang duduk di sofa tak menggubrisnya. Ta berbalik kepada Reda yang jelas kecewa kemudian melihat lagi Abifata yang khusyuk dengan ponselnya. Sekitar tiga menit Ta berdiri, Reda juga. Tidak saling bersapa, menunggu, hanya itu. Lebih aneh rasanya daripada menunggu pelanggan perpustakaan datang berkunjung kembali. “Silakan duduk,” Abifata akhirnya berkata. Reda menampilkan senyum tipis yang sungkan kepada Ta. Duduk bersisian di depan Abifata. Abifata yang tadi bersandar menegakkan punggung. Kakinya lebar terbuka dengan ponsel di tengah dua tangannya. “Kau tinggal sendiri. Mengelola perpustakaan peninggalan ibumu. Pendiam dan penyendiri. Kau bersedia menikahi putriku?” “Ya.” Ta sudah di sini. Tidak ada kesempatan untuk bisa mundur lagi. “Aku tidak peduli siapa kau. Gazain bilang kau bisa dipercaya. Yah, meski aku tidak sepenuhnya mempercayai Gazain, tapi dia punya reputasi baik sebagai pria terhormat sekalipun tidak dikaitkan dengan Abinaya.” Abifata bangkit. “Aku tidak akan membuat pernikahan mewah. Setidaknya bukan saat ini.” Ta biasanya tak mudah tertarik, tetapi Abifata ... lebih menarik daripada anak kembarnya. “Ayah setuju?” tanya Reda mendongak kepalanya. “Kau harus bergegas.” Reda bahagia. Ta tahu ekspresi kebahagiaan orang-orang, meski tak pernah sekalipun mengalaminya sepanjang hidup. “Kau tak punya siapa pun untuk diberitahu? Atau menghadiri pernikahan kalian?” tanya Abifata kepada Ta. “Tidak ada.” “Menginaplah di sini. Besok kalian menikah.” Ta tak membantah, tapi Reda buka suara. “Tapi besok itu adalah hari keberangkatan mereka ---! Abifata hanya menarik napas, Reda menghentikan sendiri kalimatnya. Ketakutan terpampang sekali saat gadis itu langsung menundukkan kepala dari tatapan ayahnya. “Aku akan menyiapkan bulan madu untuk kalian dan semua kejutannya.” “Terima kasih, Ayah,” balas Reda patuh. Malam Ta mengerikan. Menginap di rumah orang lain bukanlah hal yang pernah Ta lakukan sebelumnya. Biasanya ia akan tidur segera, tapi kini ada rasa menggelitik tentang sosok Abifata dan putrinya. Setelah Reda yang berisik, kini pikiran Ta yang tak bisa diam sendiri. Ta bukan tak suka perubahan, hanya tidak mau rasa malasnya sirna. Itu saja. Jangan sampai Ta hilang rasa malas, karena itu berbahaya, begitu pesan ibunya dulu, ibu asuh yang dikira orang sebagai wanita yang mengandung dan melahirkannya. Ta menoleh saat ada suara ketuk terdengar. Sepasang mata tak asing muncul di dinding kaca samping. Tangan Reda mengajaknya mendekat. “Keluar sebentar!” Bukan berjalan ke pintu lalu menemuinya, Ta pilih mendekat ke dinding saja. “Aku bisa mendengarmu dari sini.” Reda akhirnya menyerah, sebelum kaki tangan Abifata menemukannya Reda harus segera memberitahu Ta apa yang baru saja disampaikan Abifata kepada pengurus KUA. “Kau akan terikat mati bersamaku!" Ta mendengarkan. "Tak apa? Maksudku, Ayah benar-benar mencatat pernikahan besok dalam dokumen negara dan membawa wali hakim sebagai syarat sah kita menikah. Tak apa?” “Masalahkah?” “Kita menikah kontrak, Ta!” “Aku tahu.” “Tak apa?!” ulang Reda benar-benar panik. “Ya.” Reda bertekan tangan di pinggang, “Kau sebenarnya punya otak atau tidak, Ta? Apakah kau tahu pentingnya hal ini dan seriusnya konsekuensi dicatat di negara? Kau tidak akan dianggap perjaka lagi!” Masih misteri apa yang disampaikan Reda sebenarnya. Ta bukan penganut hidup konservatif. Kenalan sekelasnya dulu bahkan sering membawa tidur pacar mereka, jelas tidak lagi perjaka sebelum malam pertama. Apa masalahnya? “Kau sudah tidak perjaka?” Ta hampir tergelak. “Kau bisa tersenyum ternyata.” Reda berkomentar, sempat takjub juga. “Coba kulihat senyum yang lebih lebar. Kau harus menampilkan begitu besok.” Reda menunggu. Hanya hening, kaku dan datar Ta yang ada. Reda menghela napas. “Robot saja bisa banyak bicara, Ta. Percayalah, kau bukan patung. Patung tidak ada yang keren.” “David. Michelangelo?” Reda langsung terbayang pahatan yang Ta maksud. Patung terkenal, pria bugil itu. “Kau tahu juga ternyata.” “Mengapa kau menggangguku?” “Ya ampun! Kau akan menikah dengan pengganggu ini, Ta. Kau akan benar-benar selalu diganggu olehku. Aku janji akan berusaha untuk tidak sering mengganggumu.” Ta menarik tirai hingga menghalau dirinya dari Reda. Reda yang melihat itu melotot, tapi tak sempat menggerutu. Akhirnya Reda bertolak kembali ke kamarnya. Sejujurnya, Reda ingin menikah dengan Arthur Bakrie, tapi tidak ada yang merestui mereka. Reda masih belum memberitahu Arthur berita besar dirinya akan menikah. Bagaimana jika Arthur tak terima? Reda menepuk kepalanya sendiri berkali-kali. Sesalnya terlambat. Bagaimana ia akan bisa memproduksi keturunan dengan pria itu?! Bagaimana jika Ta ... Ta berekspresi saja tidak bisa, bagaimana dia bisa tahu bercinta itu apa! Mana ada wanita yang mau dengannya?! Gazain! Reda mengambil ponsel, tak peduli kini jam menunjuk pukul dua belas malam, Reda tetap menekan tombol panggil. “Ada apa?” tanya lesu dari sebelah sana. “Kau merencanakan ini! Kau sengaja membuatku gagal, bukan?!” tuntut Reda langsung. “Apa maksudmu? Ta kabur?!” Ta tidak kabur. Pria itu malah memastikan dirinya sebagai calon mempelai yang patuh kepada Abifata. “Kau sengaja mendorong Ta agar aku tidak bisa meneruskan takhta dan namamu tidak masuk di daftar keluarga Abinaya?! Kau sengaja, agar hubunganku dengan Abifata makin berantakan. Bukan begitu, Gazain?!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD