Takdir

1372 Words
Pernahkah kau berpikir kenapa selalu ada angin sebelum hujan? Karena mereka berjodoh. Lalu kenapa kita selalu dipertemukan? Apakah itu artinya kita juga berjodoh? Aku tak akan menjawabnya. Karena waktu lebih berkuasa. Dan aku yakin, dia yang akan menyatukan kita __Markus__ *** Delima awalnya berpikir kalau ia tidak mungkin bertemu dengan cowok korbannya tersebut. tapi nyatanya ia harus bertemu dan menghadapi hukuman waktu yang sedang menertawakan dirinya. "Apa kabar, pencuri?!" Delima melebarkan kedua matanya. Padahal ia lari ke sini hanya untuk menghindari mahluk tampan itu. Lalu membuat seolah di antara mereka tidak terjadi apa - apa. "Gimana? masih inget apa yang udah lo curi dari gue?" Delima masih terdiam. Entah kenapa kedua bibirnya yang selalu bawel itu mendadak bungkam. tatapan markus seperti leser yang dengan mudah seperti menghapus ide brilian bersilat lidahnya menguap begitu saja. "Seorang gadis cantik dan polos. kenapa sampai berani mencium laki - laki yang tidak dikenalnya?" Delima masih terdiam. Tentu saja ia bingung mau bicara apa. Kan ia tidak ada persiapan sebelumnya. Kalau ternyata waktu akan mempertemukan dirinya dengan korbannya itu. "lo, kayanya salah orang deh," Diantara seribu perkataan yang ada di benaknya. malah kalimat itu yang berhasil Delima utarakan. Tentu saja hal itu membuat Markus tergelak. Memangnya ia buta tidak bisa mengenali gadis itu dengan sekali lirikan saja. Markus bergeser lebih dekat, membuat si cantik semakin merasa ter-intimidasi. "Mata gue ini masih sehat banget." dengan tanpa melepaskan tatapannya. Markus perlahan menyentuh pipi mulus itu dengan begitu berani. Membuat Delima gugup dan semakin mati kutu. "L-lo mau ngapain?" gadis itu menjauhkan wajahnhya. Namun tidak bisa terlalu renggang. Karena kursinya dipastikan akan terbalik kalau ia bergeser sedikit saja. Markus tersenyum dengan tatapan yang masih lekat, ia mencondongkan wajahnya lebih dekat, kemudian berbisik pas di pipi mulus itu. "Ngingetin lo, kalau seminggu yang lalu lo pernah lakuin ini ke gue." Apa! Enggak! masa Delima ngasih pipinya buat cowok yang enggak di kenal. Enak aja. lalu nanti cowok yang di sukanya mau dikasih apa? pipi bekas? kemudian dengan refhleks ia mendorong d**a laki - laki itu. "Ok, gue minta maaf. waktu itu ... waktu itu ..." delima kemudian terdiam, tidak mungkin juga ia bilang kalau laki - laki itu di jadikannya teruhan, kalau marah gimana? terus kalau ia di santet jadi gadis buruk rupa gimana? Delima enggak cantik lagi dong, terus nanti enggak populer lagi dong, terus di keluarin dari The Queen. aduhh! gimana ini ... gadis itu malah terdiam. Membuat si tampan menaikan sebelah alisnya,"Bagaimana pencuri? Mau gue ingetin lagi?" Markus kembali memiringkan wajahnya. Seakan ingin mencium pipi gadis itu. Karena perasaan gugup dan tidak bisa membuat alasan. Delima akhirnya berteriak dan memukul wajah tampan itu secara membabibuta. Membuat markus kaget dan akhirnya ia menghindar. Lalu kesempatan itu di jadikan si pencuri cantik itu lari keluar perpustakaan dengan pontang - panting. markus yang menyadari kelakuan liar gadis itu hanya menggeleng geli, lalu terkekeh nikmat setelahnya. Apa kabar Deliku? *** "Tuh kan, gue juga bilang apa. Gue jadi berurusan sama tuh cowok. Ini gara-gara kalian!" Dumel Delima. Sekarang mereka sedang di parkiran mobil. Mereka akan pergi bersama sepulang sekolah, seperti biasanya. Delima menceritakan pertemuannya dengan Markus tadi diperpustakaan. "Yeee ... Mana gue tahu tuh cowok bakal ada di sekolah kita." Vanesa memasang seatbeltnya. "Lagian lo kenapa gak pura-pura gak kenal aja sih," Sahut Eliana. Gadis itu duduk di samping Vanesa yang mulai menyalakan mobilnya. "Lo kira tuh cowok b**o, dia juga punya mata kali. Emang bisa, dia lupa sama wajah gue? Emang dia pikun?" Cerocos Delima. "Iya sih," Sahut Eliana Polos. Dan di sahut kekehan geli oleh Sasi. Kemudian mereka ber-empat sama-sama terdiam sibuk dengan ponselnya masing-masing. Tapi Delima menatap ke-arah luar jendela, di sana ada Markus dan Yoga--yang sedang berbicara, entah apa yang mereka rundingkan. Delima sama sekali tidak mengetahuinya. Hanya saja tatapan mereka bertemu selama beberapa detik, namun kemudian Delima lebih cepat menarik tatapannya. Dan segera ikut mengobrol dengan ketiga teman-temannya. Sepanjang perjalanan menuju tempat tujuan. Ke-empat gadis ini bernyanyi ber-sama dengan sesekali menggoyangkan tangannya tidak jelas, kadang juga mereka saling menjahili dengan mengacak rambut masing-masing. "Jadi kita mau ke mana nih?" Tanya Delima. Ketika perjalanan mereka hampir setengah jam, tanpa tujuan. "Kita mau pesta ke ulang tahun temen gue, Ramon. Kita seneng-seneng di sana!" Jawab Vanesa sambil tetap fokus menyetir. "Tapi masa pake baju sekolah sih?" Sahut Delima. "Tenang aja, kita dan-dan yang cantik di rumah gue. Lo tau kan? Dirumah gue selalu sepi. Jadi kita make over dulu di sana. Lalu berangkat deh," Dirumah Vanesa memang kumplit. Dari make up. Dress dan sepatu heel lainnya. Vanesa yang paling kaya diantara ketiganya. Ia juga paling bebas--karena tinggal sendirian. Tidak seperti Delima yang selalu di kekang, Lukas--Kakaknya. Bahkan setiap pulang malam, Lukas akan memeriksa semua isi ponselnya. Hal itu membuat Delima kadang lebih betah tinggal di rumah Vanesa yang bebas. Ketimbang tinggal di rumahnya. Sesampainya di rumah Vanesa. Mereka segera berkemas. Mengganti pakaian, membubuhkan make up. Dan mempercantik rambutnya. Seperti mencatok, sedikit mewarnai dan di buat sedikit bergelombang di bagian ujungnya. "Nah ini baru The Queen. Cantik luar biasa!" Decak Vanesa, menatap satu-persatu ketiga sahabatnya."ingat! Ya. Kita malam ini harus menjadi The Queen yang sebenarnya. Jadikan mereka para cowok bertekuk lutut dibawah kaki kita. Namun sekaligus patah hati yang tak pernah terlupakan begitu saja!" Ujar Vanesa lagi, terakhir ia menatap Delima. Memainkan ujung rambut gadis itu sampai melilit. "Dan lo Delima, buat si Yoga jatuh cinta sama lo malam ini. Tapi, lo harus tolak malam ini juga. Buat dia patah hati! Sanggup?" Vanesa menatapnya. "Lo paling cantik di antara kita ber-empat. Makanya gue terima lo jadi salah satu di antara kita. Tapi inget, lo harus berguna bagi kita!" Akhir kalimat Vanesa, ia menambah warna bibir Delima dengan lipstik warna peach--yang amat memukau. Delima sejenak tertegun. "Kenapa harus gue?" Vanesa yang hendak berbalik kembali menatap padanya. "Karena Yoga suka sama lo! Sejak kita kelas sepuluh, lo gak tahu?" Vanesa kembali berbalik. "Gue gak tahu, dan gue enggak mau tahu Nes. Gue gak mau berurusan sama Yoga Nes." Lirih Delima. "Lo takut?" Tantang Vanesa. "Gue bukan takut Nes, gue ..." "Lo tenang aja. Kita bakal lihatin lo dari jauh. Kalau dia macem-macem kita bakal turun tangan ko. Ok," Akhirnya Delima menyerah. Delima tidak akan bisa menolak perintah Vanesa--sebagai ketua dari geng The Queen. *** Se-sampainya di tempat pesta ulang tahunnya Ramon. Ke-empat gadis cantik itu berpencar. Vanesa, Eliana dan Sasi ketempat lain. Sedangkan Delima di tugaskan untuk mendekati Prayoga--yang saat ini sedang mengobrol dengan seorang laki-laki yang membelakanginya. "Lo sedang ngapain di sini?" Tanya Yoga pada cowok yang membelakangi Delima saat ini. "Gue sekarang mau tinggal di sini aja. Dan juga ..." laki - laki itu terdiam. Ia sperti sedang mengingat sesuatu,"Gue mau ketemu sama dia?" "Dia siapa?" Yoga bertanya. "Dia ... sahabat gue. Si cantik yang selalu gue impiin tiap malem" laki - laki itu menyesap jusnya, Dan Yoga hanya menanggapinya dengan senyuman kecil saja. Ia tahu siapa gadis yang di maksud laki - laki tersebut. "Lo belum ketemu sama dia?" tanya Yoga lagi, Dan laki - laki itu mengangguk lemah saja. Kemudian obrolan hangat itu berlangsung. Sampai Yoga terdiam ketika melihat si gadis cantik berdiri di belakang temannya itu lalu menyapa padanya. "Hay Yoga!" ujarnya, membuat si laki - laki berjas di depan Yoga menatap pada suara itu. "Delima!" Sapa si lelaki berjas. Membuat Delima membeku ketika melihatnya. Ia terlihat kaget dan menegang. "Lo! Ra ..." Entah kenapa Delima tak bisa meneruskan kalimatnya. Ia segera mundur dan berbalik, ia sepertinya akan pergi kabur dari kerumunan itu. Delima harus menghindari laki-laki itu. Bagaimanpun melupakannya tak semudah dengan pertemuan ini. Gadis itu berlari dengan mengabaikan para tamu yang berlalu lalang bahkan menabrak dirinya. Lalu getaran ponselnya yang ia yakini itu dari Vanesa. Karena hari ini ia lari dari misi yang ditugaskan. Tapi Delima tidak peduli, ia harus tetap berlari, sampai ia tidak bisa ditemukan oleh siapapun dan menenangkan dirinya. Tibalah pada sebuah taman yang terletak di bagian sebelah barat bangunan yang dijadikan tempat ulang tahun tersebut. Delima menyandarkan punggungnya pada sebuah pohon besar. Ia menarik napas dalam dengan memejamkan sejanak kedua matanya. Dadanya terasa sesak bahkan rasanya hampir ingin meledak. Semoga laki - laki itu tidak sampai mengejarnya sampai di sana. Delima baru saja menenangkan dirinya. Namun ... "Hay pencuri! Apa kabar?" A-apa! Delima membelalakan kedua mata cantiknya dengan mulutnya yang menganga.                                            
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD