Nasihat dari Umma

1282 Words
Pagi ini Ardan mendapat telepon dari papanya yang meminta dirinya mewakili pertemuan penting. Papanya tidak bisa menghadiri karena bertepatan dengan kabar meninggalnya orang tua ibu tiri Ardan. Alhasil cowok itu harus merelakan masa cutinya sehari. Ardan melirik ke arah Rumaysha yang menyiapkan bekalnya. Melihat wajah Rumaysha membuat hati Ardan adem. Tidak pernah bosan Ardan memandang istrinya meskipun tanpa make up. Mengingat kejadian kemarin sore, rasanya Ardan ingin tertawa. Sekarang ini Rumaysha jadi lebih pendiam membuat Ardan gemas sendiri jadinya. Kentara sekali kalau gadis itu menghindarinya. “Ini lauknya aku plastikin, ya. Biar nasinya gak kena kuah tumis pokcoy,” terang Rumaysha dengan suara pelan. Ardan tidak menjawab ucapan istrinya. Dia yang tengah memakai dasi, dengan sengaja mengacak-ngacak dasinya supaya dibenarkan Rumaysha. “Dasi aku berantakan, nih,” kata Ardan. Rumaysha menghela napasnya dan menghampiri Ardan. Jantungnya berdebar sangat keras sampai rasanya Rumaysha ingin pingsan saja. Apalagi sedari tadi tatapan Ardan tidak pernah terlepas darinya. “U-udah.” Ardan tidak melepas genggamannya dari Rumaysha. Aroma parfum Ardan membuat Rumaysha salah fokus. “Kak ...” cicit Rumaysha ketika jarak antara dia dan Ardan tak bersisa. Tolong sediakan tabung oksigen untuknya. Dia kesulitan bernapas. “Makasih, Istri, nanti pulangnya aku jemput, ya.” Ardan tersenyum hangat, membuat Rumaysha rasanya lemas di tempatnya. Tidak perlu tanya bagaimana perasaannya. Kepalanya yang diacak-acak, tetapi malah hatinya yang tak karuan. “Mau peluk boleh?” Untuk sekedar menjawab pertanyaan Ardan saja Rumaysha tak sanggup. Tubuhnya membeku menerima perlakuan manis Ardan yang kelewat manis. Detik demi detik berlalu, Rumaysa justru merasa semakin nyaman dalam dekapan laki-laki yang dulunya Rumaysha kenal sebagai kakak kelas sekaligus teman Abangnya dan kini jadi suaminya. Bisa dia minta hentikan waktu walau hanya sekejap? “Semangat, Kak Ardan,” kata Rumaysha membuat Ardan tersenyum senang. “Biar semangat, aku butuh vitamin C.” Dengan polosnya Rumaysha melepaskan diri dari Ardan. Dia berniat mengecek kotak obat, siapa tau ada vitamin C. Belum ada selangkah, Ardan sudah menariknya. “Mau kemana?” “Ambil vitamin,” jawab Rumaysha. “Gak usah, vitaminnya ada di kamu,” jawab Ardan sambil tersenyum penuh arti. “Iya, kah? Perasaan aku gak beli vitamin apa-apa.“ Rumaysha mengernyitkan keningnya merasa bingung. “Ada kok, tes aja. Coba tempelin bibir kamu ke pipi aku buat ngecek kandungan vitamin C-nya,” jelas Ardan mulai mengarang bebas. Bodohnya, Rumaysha malah menuruti ucapan Ardan. Dia berjinjit untuk mengecup pipi Ardan hingga membuat seringaian penuh arti muncul dari Ardan. “Kok gak ada?” tanya Rumaysha polos. Maklum saja, dia memang rada lemot. “Ini vitamin C-nya,” bisik Ardan membuat Rumaysha sadar bahwa Ardan mengerjainya. “Kak Ardan!!” Ardan tertawa. Dia suka melihat Rumaysha malu-malu begini. Sejak insiden vitamin C itu, Rumaysha yang mulai biasa saja mendadak diam membisu. Dia terus menundukkan kepalanya, bahkan saat sarapan pun dia yang biasanya berceloteh jadi sok sibuk dengan makanannya. Hal itu terus berlanjut, sampai menuju rumah Umma pun Rumaysha masih betah dengan sikap diamnya. “Kamu marah?” tanya Ardan sambil melirik Rumaysha lewat spion motornya. “Enggak,” jawab Rumaysha pelan. “Maaf kalau aku buat kamu gak nyaman,” sesal Ardan. “Aku gak marah, cuman malu aja.” Setelahnya tidak ada percakapan apa pun lagi. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Meski saling mendiamkan, kebiasaan mencium punggung tangan Ardan yang dibalas usapan lembut di puncak kepala Rumaysha tidak berhenti. “Aku minta maaf soal tadi, nanti pulang kerja aku jemput, ya. Oh iya ambil ini,” kata Ardan lalu menyerahkan kartu ATM-nya pada Rumaysha. “Kak Ardan ....” “Gak apa-apa, ini udah jadi hak kamu juga. Beli aja apa yang kamu mau. Aku berangkat dulu, ya.” Rumaysha menghela napasnya. Dengan ragu dia mengambil kartu itu. Jujur, dia masih belum terbiasa dengan semua ini. “Fii amanillaah, Kak,” ujar Rumaysha ketika Ardan sudah pergi. Dia merutuki dirinya yang masih saja kaku saat bersama Ardan. Ya mau bagaimana lagi? Menyesuaikan diri butuh waktu, Rumaysha terbiasa sendiri, tetapi kini dia diharuskan terbiasa dengan kehadiran Ardan. Tentu saja tidak mudah. Memikirkan semua itu membuat kepalanya pusing, mungkin dia akan minta pencerahan dari Umma. “Assalamu’alaikum!” salamnya. Tak lama pintu terbuka, menampilkan sosok Aysar yang masih mengenakan handuk. Sepertinya bocah kecil ini baru saja mandi. “Aysar, pakai baju dulu, Nak!” panggil Maika dari kamar. Mengurusi Aysar membutuhkan energi super karena Aysar terlalu aktif dan agak sulit untuk diberi tahu. “Ummaaa ada Tata!” Maika menghampiri Aysar juga Rumaysha. “Masuk, Kak, kenapa malah pada bengong depan pintu.” Rumaysha menghampiri ibunya. Dia mencium punggung tangan Maika. “Tumben Aysar udah mandi,” ujar Rumaysha. “Nyebur ke kolam ikan koi si papa dia, pusing Umma ge.” Tadi pagi, melihat film Spongebob membuat Aysar ingin tinggal di dalam laut juga. Di pikirannya, seluruh air adalah laut karena Zayn pun bilang begitu. Atas dasar itulah Aysar ingin menyebur ke kolam berharap kolam itu dalamnya seperti Bikini Bottom. “Umma dede mau main sama` ikan!” “Udah atuh, Dek. Ikannya bobo, ntar lagi mainnya.” “Masa bobo? Tan sih pagi,” protes Aysar. Maika memijit keningnya yang terasa pening. Salah dia juga sih pakai bilang ikannya tidur. “Umma ta napa?” tanya Aysar hendak menangis. “Dedek makanya jangan aneh-aneh, kasihan Umma, ya.” Aysar mengangguk dengan mata berkaca-kaca. Maika sebenarnya hanya akting saja supaya Aysar menurut mau pakai baju. “Sini Kakak pakaiin bajunya. Umma duduk aja,” kata Rumaysha mengambil alih pakaian yang ada di tangan Maika. Dengan telaten dia memakaikan baju pada Aysar, dimulai dari mengenakan minyak telon hingga pampers. “Umma lambut na mau tayak lambut Abang jole,” pinta Aysar sambil meraba kepalanya yang botak. Dia tidak sengaja melihat foto Zayn yang ada di foto buku tahunan. “Kan Umma udah bilang, rambut dedeknya belum tumbuh. Gak bisa pakai krim rambut,” terang Maika berusaha memberi pengertian pada Aysar. Bocah berusia dua tahun kurang itu hanya mampu menganggukkan kepalanya dan memilih menghibur diri dengan memberi makan ikan cupang milik Rafan. Maika melirik ke arah putrinya yang termenung. “Kamu kenapa?” Awalnya Rumaysha terus berkata kalau dirinya baik-baik saja. Lama kelamaan, atas bujukan Maika akhirnya dia mau bercerita pada Maika. Mendengar cerita Rumaysha, Maika sedikit merasa bersalah. Oh ayolah, Rumaysha hanya remaja yang usianya baru menginjak angka 18. Tentu saja kehidupan pernikahan bukan hal yang mudah baginya sebab pola pikirnya pun masih labil. “Aku bingung sama semuanya, Umma,” adu Rumaysha. “Apa yang buat kamu bingung?” “Aku bingung harus bersikap gimana sama Kak Ardan. Aku juga ngerasa kalau diri aku gak becus, aku takut buat Kak Ardan kecewa,” isaknya. Maika mengelus bahu Rumaysha. Masih setia mendengar curhatan putrinya. “Kemarin aku pakai baju minimalis,” curhat Rumaysha. Seketika mata Maika membulat. Baju minimalis? Perempuan paruh baya itu menelan ludahnya susah payah. Jangan bilang kalau dia akan segera punya cucu? “Terus-terus? Ardan kepincut enggak?” tanya Maika bersemangat. Rumaysha menggelengkan kepalanya dengan polos. “Kan aku malu, makanya aku ganti.” Walau sebenarnya bingung menjelaskannya, tetapi Maika berusaha memberikan pemahaman pada anaknya. “Gimana ya, ehm. Kamu sama Ardan kan pasangan baru. Usia kalian masih muda juga. Kamu 18, Ardan 21. Kalian baru nikah juga. Hal kayak gitu juga terlalu jauh buat kalian yang masih tahap PDKT. Kalian perlu bangun chemistry supaya kamu bisa lebih paham Ardan. Begitu juga sebaliknya. Kalian perlu bicara, tujuan kalian nikah tuh apa? Harus punya visi misi. Intinya komunikasi amatlah penting. Terima Ardan sepenuhnya sebagai seseorang yang akan menemani kamu dalam menemukan arti hidup yang sebenarnya. Dia berhak atas kamu, begitu juga sebaliknya. Jalanin semua dengan mengalir, kamu akan memahami semuanya secara perlahan. Gak perlu ngerasa malu sama suami sendiri,” nasihat Maika. Rumaysha terdiam mendengarnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD