Mulai Pendekatan

1334 Words
Mulai PDKT dengan Pasangan Kali ini Ardan menjemput Rumaysha menggunakan mobil karena tadi saat di tempat kerjanya hujan deras. Anehnya ketika sudah sampai di area perumahan Maika hujannya reda, tanahnya pun kering-kering saja. Mungkin persebaran cuaca hari ini tidak merata. Sebenarnya Ardan memang punya mobil, tetapi tidak pernah digunakan karena tidak suka dengan modelnya. Padahal banyak sekali yang mengincar mobilnya ini. Sedangkan dia malah memilih menyimpan mobilnya di garasi rumah papanya, tempat tinggalnya dulu. “Kak Ardan pakai mobil siapa?” tanya Rumaysha begitu polos membuat Ardan menahan tawanya. Aih Rumaysha tidak tahu betapa sultannya suaminya ini. “Aku nyolong, Yang,” jawab Ardan asal. Padahal jelas-jelas ini hadiah ulang tahun ke-19 dari Papanya. “Ih serius!” “Punya aku dong,” ujar Ardan santai. “Bohong itu dosa,” kata Rumaysha membuat Ardan tidak mampu menahan tawanya. “Lihat aja pelat nomornya, F 234 DAN.“ Ardan benar-benar tidak menyangka kalau istrinya seajaib ini. Rumaysha benar-benar mengecek pelat nomor mobilnya untuk memastikan apakah benar mobil ini milik suaminya? “Iya bener,” kata Rumaysha. “Ya udah, sini pakai dulu seat belt-nya. “ Tangannya tergerak memasangkan seat belt pada Rumaysha. Seperti biasa, Rumaysha selalu gugup jika berdekatan dengan Ardan. Apalagi sekarang dengan sengaja Ardan menatapnya. Kruwuk kruwuk Pipi Rumaysha memerah saat menyadari kalau perutnya berbunyi. Padahal tadi sore dia sudah makan dengan opor buatan Umma. Namun, cacing dalam perutnya bertingkah seolah Rumaysha tidak diberi makan sejak pagi. “Lapar?” tanya Ardan yang mendapat anggukan kaku dari Rumaysha. “Kita mampir makan dulu.” Ardan menjauhkan tubuhnya dari Rumaysha lalu mulai menjalankan mobil. Niatnya ingin mengajak Rumaysha mampir ke salah satu restoran berbintang yang masih buka. Apalagi sekarang sudah pukul 8 malam. “Jangan ke situ deh, beli pecel lele aja,” pinta Rumaysha membuat Ardan melongo di tempatnya. “Serius, May? Itu restorannya masih buka. Lagian yang kamu tunjuk belum tentu bersih,” sela Ardan. Dia memang agak pemilih kalau soal makanan. Lebih tepatnya tidak biasa makan di pinggiran jalan karena sejak kecil Ardan memang tidak pernah diajak ke tempat seperti itu. “Kamu gak mau?” Tatapan sendu yang Rumaysha tunjukkan membuat Ardan merasa serba salah. Dia tidak bisa bilang tidak. “Ya udah, ayo.” Ardan memarkirkan mobilnya. Dengan cekatan tangannya membuka seat belt Rumaysha juga seat belt-nya. Ketika sudah duduk di salah satu tempat yang kosong, Ardan langsung menyemprotkan sanitizer ke yang mereka tempati lalu mengelapnya dengan tisu. “Dulu sama abang kalau abang lagi baik, aku suka diajak ke sini,” curhat Rumaysha sambil mengingat kenangan yang dia lalui bersama Zayn. “Aku kira Zayn gak boleh keluar malam sama sekali,” kata Ardan sambil terkekeh. “Memang enggak, soalnya waktu itu umma sama papa lagi ada urusan ke Bandung. Aku sama abang dititip ke rumah oma. Jadi deh kita pinjam motor Mang Supri, satpam di rumah oma. Pertama kalinya jalan-jalan pas malem, rasanya seneng banget.” Ardan bisa lihat kalau Rumaysha begitu antusias menceritakannya. Mungkin saja istrinya ini rindu pada Zayn. “Kamu memang gak pernah jalan-jalan?” Rumaysha menggelengkan kepalanya. Dia hanya jalan-jalan kalau ke Bandung. Di Bogor sendiri dia jarang bepergian, yang dia tahu hanya sebatas sekolah, pasar, dan tempat kajian. “Ke cafe gitu nongkrong?” “Enggak, Kak, aku keluar cuman sekolah atau kajian aja.” Ardan mengangguk-nganggukkan kepalanya. Mungkin dia akan membawa Rumaysha jalan-jalan mengelilingi Bogor. “Kalau Kak Ardan?” Wah tidak usah ditanya. Kerjaan Ardan sejak SMP hingga kuliah adalah main ke sana kemari. Semua tempat yang ada di Bogor, Ardan khatam. Nah, semenjak menikah dia mengurangi semua itu. Mungkin setelah ini dia akan mengajak Rumaysha nantinya. Saking asyiknya bercerita keduanya tidak sadar kalau pecel lele pesanan mereka sudah datang. “Hum wanginya masyaallah,” kata Rumaysha sambil menatap makanannya berbinar. “Ayo, Kak, dimakan!” Ardan menatap gamang ke arah seporsi pecel lele di hadapannya. Dengan ragu-ragu dia mulai mencubit daging ikan lelenya lalu membubuhkan nasi uduk yang ditaburi bawang goreng. Begitu memasukkannya ke dalam mulut, matanya langsung berbinar saat perpaduan antara lauk dan nasinya tercecap lidah. Benar-benar jauh dari bayangan. Rasanya begitu enak. “Enak banget, Yang.” “Mau nambah gak?” tanya Rumaysha ketika nasi uduk Ardan sudah habis. Ardan mengangguk. Dia terlalu sibuk menikmati cita rasa pecel lele ini sampai kesulitan menjawab pertanyaan Rumaysha. “Bang nasi uduknya satu sama teh manis anget, ya,” pinta Rumaysha pada salah satu penjual pecel lele. Dengan sigap penjual itu langsung menyiapkan pesanan Rumaysha. “Pedes banget?” Rumaysha mengelap bulir-bulir keringat yang ada di dahi Ardan. “Iya, aku gak kuat makan pedes,” kata Ardan. Oke, Rumaysha suka pedas, tetapi Ardan tidak suka pedas. Jadi saat memasak, masakannya ia buat tidak pedas, tetapi sebagai gantinya Rumaysha membuat sambal untuk dirinya. Dengan begitu mereka berdua bisa makan dengan nyaman tetapi tetap sesuai selera masing-masing. “Mau minum punya aku?” Ardan mengangguk untuk merespon tawaran Rumaysha. Cowok itu menerima gelas Rumaysha yang berisi es teh manis. “Enak banget masyaallah, Yang. Kapan-kapan ke sini lagi, ya.” Keduanya larut menikmati pecel lele di bawah temaram lampu bersama embusan angin malam. Diam-diam Ardan melirik istrinya yang seolah tanpa jijik menjilati jari sehabis makan. Ardan jadi teringat sebuah hadis. Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian makan, maka janganlah ia mengusap wtangannya sebelum ia menjilatnya atau yang lain yang menjilatnya.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 5456 dan Muslim, no. 2031] “Kamu tau tentang faedah dari menjilati jari sehabis makan?” Rumaysha terkesiap. Dia mengangguk malu. “Tahu, tapi lupa hadisnya. Boleh minta penjelasan Kak Ardan?” Ardan mengangguk, ini pertama kalinya dia menjelaskan sesuatu pada Rumaysha. “Boleh dong, Sayang. Bismillah, dalam sebuah hadis, nabi shalallahu alaihi wasallam menganjurkan kita menjilat jari setelah makan. Ini bukan berarti jorok, ya, tetapi salah satu bentuk adab makan. Dalam sebuah hadis juga ditegaskan, ketika banyak makanan di hadapan kita, Allah meletakkan barakah di sebagian makanan tersebut. Kita enggak tahu dimana barakah tersebut, apakah di awal makanan kita, di tengah makanan. atau di akhir makanan kita. Kalau pas kita mendapati keberkahan makanan tersebut maka ini akan berpengaruh dengan ibadah kita,” jelas Ardan. Rumaysha menatap Ardan, dia baru sadar kalau Ardan ternyata sangat-sangat tampan. Rumaysha Jadi menyesal selalu menundukkan kepala dan memalingkan wajah. Padahal Ardan sudah bersertifikat halal dari KUA untuk dia tatap. “Kak Ardan ganteng banget,” lirih Rumaysha tanpa sadar. “Iya?” Ardan menahan senyumnya, dia memalingkan wajah salah tingkah menyadari kalau perutnya serasa digelitik saat mendengar ucapan Rumaysha. “Eh maaf—“ “Gak apa-apa, May.” Seriusan, demi Allah kagak ngapa-ngapa, batin Ardan ambyar. Senang tidak dibilang ganteng oleh Rumaysha? YA SENANGLAH! MASA ENGGAK! “Permisi, ini nasi uduknya.” Ardan memaksakan senyumnya. Namun, tidak apa-apa, sih, kebetulan nasinya sudah habis juga. “Makasih, Pak,” tutur Rumaysha mewakili Ardan. “Yang, besok temenin aku sepedaan yuk!” ajak Ardan. “Aku gak punya sepeda, Kak,” jawab Rumaysha. “Gak apa-apa, beli aja,” kata Ardan membuat mata Rumaysha refleks membulat. Suaminya ini, gampang sekali kalau bicara. “Kebiasaan ih apa-apa main beli aja, kan itu gak terlalu penting,” omel Rumaysha. “Pentinglah kalau udah menyangkut kamu mah,” balas Ardan yang membuat Rumaysha kehilangan kata untuk membalas karena tersipu mendengar jawab Ardan. “Tapi bisa dibeli buat keperluan yang lebih penting.” “Ya kan uang aku banyak,” balas Ardan santai. “Dasar nyebelin!” Rumaysha memalingkan wajahnya yang sudah semerah tomat. “Gapapa, yang penting aku sayang kamu.” “Kak Ardan ih!!” “Apa, Sayang?” Tolong, Rumaysha sudah sangat ambyar ini. Ardan bisa-bisanya masih bisa santai makan, sementara Rumaysha kesulitan menghadapi debaran jantungnya. Ardan membuka ponselnya, dia mengirimkan sesuatu pada Rafan. Ardan : Bismillah, lapor komandan. Misi PDKT I berjalan lancar. Target akan saya jaga hingga selamat sampai tujuan. Papa Mertua : Wa bismillah, laporan d terima! Fii amanillaah. Misi selanjutnya, keduanya harus bahagia dan saling menjaga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD