RENTENIR

1049 Words
Tiba-tiba air mataku jatuh begitu saja, aku jadi tidak fokus mengemudi karena pikiranku sudah kemana-mana. "Seharusnya aku mengirimkan uang itu padanya," ucapku yang lagi-lagi merasa bersalah akibat kecelakaan yang dialami Jun. Setengah jam kemudian, aku sampai di rumah sakit, aku langsung berlari menyusuri lobi rumah sakit, lalu mencari keberadaan Jun pada bagian resepsionis. "Jun!" panggilku saat menemukan keadaan Jun yang terbaring lemah di atas tempat tidur. "Apa Nona kakaknya?" tanya Dokter yang berada di samping Jun. "Iya aku Mi Cha, kakaknya," jawabku dengan mata yang sudah sembab akibat menangis saat di perjalanan. "Kalau begitu tolong isi data-data agar Tuan Jun segera dioperasi," titah Dokter itu sembari menyodorkan kertas di hadapanku. Aku mengangguk dengan cepat, air mataku kembali jatuh membasahi kedua pipiku, aku segera mengisi data-data agar Jun segera di operasi. Setelah itu, aku kembali menghampiri Jun. Aku mendekati Jun dan berada di samping kanannya, aku menyentuh kedua pipinya yang penuh dengan darah yang sudah mulai mengering. Darah itu keluar dari kepalanya. Aku terus-menerus menangis melihat keadaannya, dan aku merasa bersalah atas kecelakaan itu, andai saja aku mengirimkan uang itu. Mungkin Jun tidak akan terbaring lemah disini. "Permisi Nona, Tuan Jun harus segera dioperasi," ucap Dokter yang baru saja kembali setelah tadi sempat pamit pergi, tapi aku tak menyadarinya. "Baik, tolong selamatkan adikku, Dok." Aku meminta dengan suara yang bergetar dan penuh harapan yang begitu besar. "Kami akan melakukan yang terbaik, Nona." Dokter Shin menjawabnya sambil tersenyum dan mengusap bahuku sekilas untuk menenangkan. Kemudian Jun pun dipindahkan ke ruang operasi, aku menunggu di depan ruangan itu, aku mondar-mandir di sana dengan perasaan gelisah. Aku tidak bisa tenang, hari ini benar-benar sangat menyakitkan. Sebenarnya hari ini aku sedang lelah akibat bekerja. Seketika lelah itu menghilang ketika aku mendengar kabar buruk tentang Jun. Enam jam kemudian… Dokter keluar dari ruang operasi, aku bergegas menghampirinya dan langsung melontarkan pertanyaan. "Bagaimana Dok, keadaan adik saya?" tanyaku yang semakin mengkhawatirkannya. "Operasi berjalan lancar, namun harus menunggu Tuan Jun sadar," jawabnya. "Syukurlah kalau lancar," ucapku lalu menghela napas dalam-dalam. "Tetapi saya masih mengkhawatirkan pendarahan pada bagian kepalanya." "Apa itu sangat akan menimbulkan sesuatu yang sangat serius?" tanyaku sambil memilin jemariku. "Iya, tetapi Nona jangan khawatir, saya akan selalu memantau keadaannya." "Baik Dok." "Untuk sementara, Tuan Jun harus dirawat intensif di rumah sakit ini sampai pasien sadarkan diri dan benar-benar pulih." "Saya akan mengikuti apa yang Anda suruh, Dok. Yang terpenting saat ini adalah keadaan Jun segera pulih." Dokter itu mengangguk. "Baik, kalau begitu saya permisi," ucapnya sedikit membungkuk lalu melangkah pergi. *** Pukul 10 pagi. Hari ini aku meminta libur kepada Bos, karena sedang menjaga adikku yang baru saja operasi. Aku juga sedang menunggu Klara. Tidak lama kemudian, pintu kamar terbuka, seseorang masuk ke dalam. "Cha!" Seseorang itu menghampiriku. "Ra," ucapku lalu bangun dari duduk. Aku memeluk erat seseorang itu dan air mataku kembali membasahi pipiku. "Kenapa Jun bisa begini?" tanyanya. "Aku tidak tau, Klara!" Aku melepaskan pelukan itu dan kami duduk di kursi masing-masing, sambil menatap Jun yang masih terbaring di atas kasur rumah sakit. "Kalau kau mau kerja, kerja saja, biarkan aku yang mengurus adikmu!" "Tidak Ra, hari ini aku sudah izin pada Bos." "Ya sudah, kau istirahat saja, sepertinya semalaman kau begadang," ucap Klara sambil mengusap air mataku. "Aku tidak bisa tidur kalau Jun belum sadar." "Sabar Cha, kalau orang selesai operasi memang tidak bisa langsung sadar. Apalagi Jun mengalami pendarahan hebat." "Aku menyesal, seharusnya aku mengirimkan uang yang dia minta," ucapku yang lagi-lagi merasa bersalah. "Berhenti bicara seperti itu, jangan terus-menerus menyalahkan diri sendiri!" Klara sedikit meninggikan suaranya. Klara adalah sahabat baikku, kami telah bersahabat dari kecil, Klara memiliki sebuah Klub Diamond di Kota Seoul ini. Namun, saat ini keadaan Klub sedang diambang kebangkrutan, akibat suaminya yang hobi berjudi. "Aku akan mencari orang lain saja untuk menjaga Jun saat aku bekerja," ucapku. "Tidak perlu Cha, aku bisa menjaganya." "Tapi kondisi klub kamu saja sedang kurang baik, Ra," ucapku yang sebenarnya tidak mau merepotkan sahabatku. "Tidak perlu memikirkan klub, aku bisa mengaturnya," ucapnya. *** Tepat dua bulan setelah Jun di operasi. Aku semakin panik karena Jun belum juga sadar, keadaannya masih lemah dan hal itu yang membuatku takut. "Selamat siang," ucap seseorang yang baru saja datang ke kamar. Aku bangun dari duduk. "Dok, bagaimana ini?" tanyaku. "Sebentar," jawab Dokter lalu menghampiri Jun dan mengecek keadaannya lagi. "Bagaimana?" tanyaku yang semakin mengkhawatirkannya. "Keadaannya masih sama, pasien masih koma, jadi harus sabar menunggu," jawab Dokter. "Tapi adikku akan sadar kan, Dok?" tanyaku yang terus-menerus mengkhawatirkan Jun. "Kita hanya bisa menunggu dan berdoa," jawabnya sambil menepuk pelan pundak kananku. Lima menit kemudian, Dokter dan beberapa perawat itu melangkah pergi keluar karena sudah selesai memeriksa keadaan Jun. "Jun, bangunlah!" ucapku sambil menatapnya. "Kau tidak bosan berbaring di atas sini? Ayo bangun, dan mintalah uang padaku lagi," ucapku sambil menahan tangis. Tidak lama kemudian, seorang lelaki masuk begitu saja ke dalam kamar, tubuhnya sangat kekar dan wajahnya sangat menyeramkan, tubuhku gemetar saat melihatnya. Tak lama kemudian lelaki lainnya datang, sepertinya masih teman lelaki yang menyeramkan tadi. "Si--Siapa kau?" tanyaku dengan sangat gugup. "Ternyata benar, Jun sedang koma," ucap lelaki itu seperti meledek keadaan Jun. "Kenapa kalian mengenal adikku?" "Tentu, karena adikmu sudah dua tiga bulan tidak membayar hutang padaku!" ucapnya sambil melangkah menghampiriku. "Hutang? Apa yang kau bicarakan?" tanyaku yang semakin tidak mengerti dengan maksud mereka datang ke sini. "Baca ini, biar kau tidak banyak tanya!" bentak lelaki itu. Lelaki itu melemparkan sebuah map padaku, lalu aku mengambilnya dan membuka isi map itu. Dan aku membacanya dengan teliti. "Hah? Jun memiliki hutang sebanyak ini pada kalian? Dasar kalian rentenir tidak punya otak!" teriakku yang mulai emosi, semua lelaki itu menutup telinganya masing-masing. "Tidak perlu berteriak, segera bayar saja!" "Aku akan bayar kalau Jun sudah sadar!" "Kalian dikasih hati malah minta jantung!" Lelaki itu sudah mengarahkan tangannya ingin menamparku. Aku langsung menutup wajahku dengan map yang berada di tanganku. "Sa-saya harus memastikannya sendiri," ucapku yang semakin gugup. "Di sana sudah ada tanda tangan Jungkook, apa yang kau ragukan lagi!" Lelaki lain mulai ikut bicara. "Benar, tinggal bayar saja, atau kau harus menikah dengan saya!" "Benar, itu juga salah satu perjanjiannya!" "Hah? Mana ada perjanjian seperti itu!" bentakku sambil menurunkan map yang menutupi wajahku. "Baca di halaman paling belakang!" perintah lelaki lainnya. Aku mengikuti perintahnya dan membaca halaman terakhir. "Hah, gila!" aku membulatkan kedua mataku, aku sangat tidak percaya. Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD