Chapter 1

2064 Words
Sering di panggil adek oleh orang yang lebih muda darinya adalah hal yang biasa bagi Liora, kini usianya sudah dua puluh dua tahun, ia bekerja di sebuah butik yang di pimpin oleh seorang wanita bernama Karina Maheswati. Sambil membantu membuat sebuah gaun pernikahan sang pemilik butik, Liora menatap kagum cantiknya desain yang di buat oleh Karin. “Pasti mbak Karin kalau pakai ini bakalan cantik banget,” puji Liora. Karin melihat ke arah Liora lalu berhenti bekerja untuk sesaat, “Semua perempuan pasti ada saatnya akan menjadi ratu di hati suaminya dan juga di hari pernikahannya, kamu pasti jauh lebih cantik saat di rias jadi pengantin. Oh ya, nanti kalau kamu nikah jangan lupa undang aku ya.” kata Karin. “Aku mah gak tau mbak kapan mau nikah.” Liora terkekeh pelan. “Lah memang kamu gak punya pacar?” tanya Karin, Liora menggeleng sambil nyengir. “Belum pernah pacaran sama sekali.” Jawab Liora cengingisan. “Woah, jarang loh jaman sekarang yang gak pernah pacaran, apa lagi kamu tuh cantik. Ah, atau mungkin orang mikirnya kamu anak smp kali makannya di kira anak kecil jadi gak mau di pacarin.” canda Karin ikutan tertawa. “Ah mbak karin bisa aja, umur aku loh dua puluh dua tahun masih aja di puji kayak anak smp.” Liora pun kembali tertawa. Keduanya kembali melanjutkan pekerjaan, tapi sekali lagi Karin menyudahi pekerjaan yang tinggal sedikit lagi selesai, Karin melihat Liora dengan cermat. Salah satu pegawainya itu memang tidak begitu tinggi tapi wajahnya sangat imut sampai kebanyakan orang mengira jika Karin memperkerjakan anak di bawah umur kerja di butik. “Keadaan ibu kamu gimana?” tanya Karin. Liora tanpa sengaja tertusuk jarum karena pertanyaan Karin. “Aw!” “Ah maaf! Gak dalam ‘kan?” Karin meraih tangan Liora melihat darah keluar dari ujung jari telunjuk. “Gak papa mbak, tangan aku kepleset dikit tadi, gak dalam kok.” Liora menuju ke wastafel mencuci tangan nya yang berdarah tadi. Karin mengambil kotak obat untuk mengobati luka Liora. “Maaf aku tiba-tiba nanyain soal ibu kamu.” Gadis itu melihat Karin kemudian menarik tangan nya, “Ibu aku udah meninggal mbak.” ucap Liora lirih dengan kepala menunduk, “uang yang mbak Karin berikan kemarin aku pakai buat operasi ibu tapi operasinya ternyata gak berjalan lancar, ibu mengalami pendarahan lalu besoknya ibu meninggal.” Lanjut Liora dengan nada rendah. “Terus kamu gak bilang sama aku kalau ibu kamu udah meninggal?” tanya Karin tak habis pikir, pasalnya Liora terlihat begitu tenang seolah tidak terjadi apa-apa, tapi ternyata ibu dari gadis di depannya ini sudah tidak ada, Karin merasa iba karena setau Karin Liora hanya memiliki ibu nya saja sebagai keluarga. “Udah gak papa, ibu udah bahagia kok di surga.” Liora mengukir senyum di wajahnya yang justru semakin membuat Karin kasihan, Liora melewati Karin untuk melanjutkan pekerjaan. Liora mengusap air matanya di posisi membelakangi Karin, ia tidak ingin terlihat lemah saat sekarang ini sedang berjuang hidup sendirian. Tak lama Liora mendengar pintu tertutup, pasti boss nya itu sudah keluar sehingga Liora bisa menumpahkan air matanya tanpa suara, tapi segera ia sudahi setelah beberapa detik. Jarum kembali di pegang oleh Liora, ia harus fokus karena jika tidak pasti jarum akan menusuk jari tangannya lagi. “Liora,” panggil Karin. Gadis itu menoleh. “Iya mbak.” “Iku saya sebentar.” ajak Karin, Liora meletakkan benang dan juga jarum ke tempat aman lalu berdiri dan mengikuti Karin tanpa bertanya akan pergi kemana. Liora melihat jalan yang mereka lewati, biasanya jika Karin mengajaknya keluar akan ada dua tempat yang akan mereka kunjungi, yaitu tempat makan atau jika tidak pasti tempat untuk sortir kain, jadi Liora tidak bertanya kemana mereka akan pergi, tapi saat melihat jalanan yang di lewati berbeda Liora menoleh ke arah Karin. “Ini bukan jalan menuju tempat pesan kain loh mbak.” katanya mengingatkan, takutnya Karin lupa jalan. Karin tersenyum, “Gak salah kok, ini jalan menuju rumahku. Oh ya nanti aku minta tolong sama kamu buat bawain baju kak Kevin ya, soalnya nanti malam aku ada janji sama Altar.” kata perempuan yang akan menikah itu. Liora mengangguk.“Ini pertama kalinya aku ke rumahnya mbak Karin.” Ucap Liora, ia juga penasaran seperti apa rumah boss yang selama ini bersikap baik padanya. Beberapa saat perjalanan akhirnya mobil memasuki pekarangan rumah yang cukup luas, rumah yang begitu besar bagaikan istana, Liora tak bisa menyembunyikan ketakjuban nya melihat rumah Karin yang begitu besar. “Ayo masuk,” ajak Karin begitu loyal mengajak Liora ke dalam rumah besar tersebut, Liora merasa ragu tapi pada akhirnya ia mengikuti langkah boss nya itu dari belakang. Liora kembali takjub dengan isi rumah pemilik butik tempatnya bekerja, Karin menoleh ke arah Liora, “Kamu kalau mau sesuatu bilang aja sama bibi, nanti dia siapin, aku naik dulu mau ambil pesanan kak Kevin.” kata Karin, Liora mengangguk. “Aku jadi minder selama ini mbak Karin baik banget sama aku,” Liora duduk di sofa menunggu karin datang kembali, asisten rumah tangga menyiapkan minuman untuk Liora. Liora tersenyum, “Terima kasih ...,” katanya ramah, sejenak asisten rumah tangga yang melihat Liora terlihat takjub seolah dari tatapannya mengatakan ‘Darimana Karin menemukan anak smp secantik ini’ Liora yang di tatap merasa kikuk sampai mengusap tengkuknya sendiri, “Eh? Ada sesuatu di wajah aku ya?” katanya, asisten tersebut langsung menggeleng karena sadar diri sudah bersikap tidak sopan dengan tamu si pemilik rumah. “Maaf dek, kamu imut banget jadi gak sengaja aku tertarik buat mastiin ini boneka atau orang beneran.” katanya, Liora terkekeh geli lalu asisten tadi pamit untuk mengerjakan sesuatu. Lagi-lagi panggilan ‘dek’ sedangkan usia Liora dengan asisten tadi sepertinya tidak beda jauh, kebahagiaan tersendiri memiliki wajah yang awet muda. Batin Liora. Tak lama Karin datang dengan membawa tas dari lantai dua menghampiri Liora. “Kasih nyaman aja gak usah canggung.” kata Karin kemudian menemani Liora duduk dengan menyantap cemilan yang di sediakan. “Rumah mbak Karin besar banget ya tapi kok sepi, yang lain pada kemana mbak?” tanya Liora. “Kerjain urusan mereka masing-masing, entah pada kemana.” Jawab Karin, setelah di rasa cukup untuk berbincang sebentar dengan Karin akhirnya Liora yang mengajak untuk kembali ke butik. Perjalanan menuju butik memang lumayan cukup jauh dari rumah Karin, Karin kembali berhenti di sebuah minimarket, menoleh ke arah Liora sebentar, “Kamu tunggu di sini dulu ya.” katanya, Liora mengangguk mengiyakan. Sekitar setengah jam Liora menunggu, terlihat Karin keluar dari minimarket dengan membawa dua plastik putih yang penuh dengan belanjaan, Karin membuka pintu belakang dan memasukkan belanjaannya di sana. Begitu banyak makanan ringan yang di beli oleh Karin, tapi Liora tidak bertanya untuk apa makanan sebanyak itu, perjalanan pun kembali di lanjutkan sampai tiba di butik. “Liora, kamu kerjain ini sendiri dulu gak papa ‘kan? Saya ada pekerjaan lain di toko perhiasan, nanti sore saya kembali, oh ya ini kalau kamu makan ambil aja, yang ini di bagikan ke karyawan yang lain dan yang ini buat kamu buat cemilan kalau menginap di butik lagi.” ucap Karin. “Mbak Karin kok baik banget sih sama aku?” Karin menoleh, “Gak tau deh kenapa?” Karin mengedikan bahu, “apa karena aku pengen punya adik kayak kamu ya?” kekehnya lalu menepuk bahu Liora pelan. “Aku titip butik sebentar sama kamu,” katanya sebelum meninggalkan Liora. Liora menghela nafas, ia merasa tidak nyaman dengan yang lain jika Karin lebih dekat dengannya dari pada mereka, rasanya Liora sedang mencari muka di depan Karin agar boss nya itu tertarik dan memberikan perhatian lebih terhadap Liora dari pada karyawan yang ada banyak di tempat itu. Tapi bukan Liora tidak suka dekat dengan Karin, perempuan yang akan menikah itu sangat baik, jadi tentu saja Liora juga merasa nyaman dekat dengan boss nya, seolah Karin telah menganggap Liora sebagai teman daripada bawahan. Liora mengerjakan kerjaan yang belum selesai, sesekali melihat jam dinding yang menunjukkan sudah hampir malam padahal Karin bilang tadi akan kembali saat sore, ketika menunggu Karin datang tiba-tiba ponsel Liora berdering. “Liora maaf, saya gak bisa kembali ke butik, tas yang saya bawa dari rumah tadi tolong kamu antarkan ke alamat yang saya kirim ya, di sana nanti ada kak Kevin, kamu kasih tasnya ke dia ya, soalnya masih ada yang harus saya kerjakan, jadi bisa minta tolong sama kamu kan?” ucap Karin. “Iya mbak,” jawab Liora. “Jam tujuh nanti kalau bisa sudah di bawa ke sana, takutnya kak Kevin mau pakai. Ya udah kalau gitu terimakasih ya Liora udah mau bantuin, nanti alamatnya aku kirim lewat pesan.” Setelah panggilan di akhiri tak lama sebuah pesan masuk menampilkan alamat yang akan Liora datangi. Sekarang sudah pukul enam, lebih baik sekarang ia bersiap lebih dulu baru mengantarkan apa yang Karin suruh, butik sudah sepi karena sudah pukul enam jadi semua karyawan sudah pulang, tinggal Liora dan seorang security yang berjaga di luar. Liora mengunci pintu utama lalu membalik gantungan OPEN menjadi CLOSE karena tidak ada yang akan melayani jika ada pellanggan datang. Perjalanan menuju alamat yang ada di tempuh menggunakan ojek online, ternyata alamat yang Karin berikan cukup jauh sehingga Liora meminta buru-buru sebelum ia datang terlambat memberikan pesanan Kevin. Setelah tiba di depan sebuah hotel, Liora langsung berhenti dan menghubungi Karin untuk meminta nomor ponsel Kevin agar pria itu datang ke lobi dan mengambil pesanan nya. “Mbak Karin, saya sudah ada di lobi hotel tapi saya gak punya nomernya pak Kevin, bisa mbak telpon pak Kevin buat ambil barangnya, soalnya saya gak bisa antar sampai ke depan pintu kamar.” ucap Liora. “Liora, kamu aja yang telpon ya soalnya saya lagi sangat sibuk.” panggilan langsung di matikan tapi setelah itu Karin mengirim nomer Kevin ke Liora. Liora menghubungi nomor Kevin tapi tak kunjung di angkat oleh pria tersebut bahkan Liora sudah menghubungi berkali-kali tapi tetap tidak di jawab, Liora berjalan ke arah resepsionis. “Mas, kamar atas nama Kevin ada di lantai berapa ya?” tanya nya. Begitu mendapat apa yang Liora butuhkan, akhirnya Liora yang terpaksa datang ke depan pintu kamar Kevin yang ada di lantai delapan, pintu di ketuk beberapa kali oleh Liora tapi tak kunjung di buka. Liora menunggu di depan pintu sesekali melihat jam tangan menunjukkan lewat pukul tujuh malam, sekarang hampir jam delapan. “Pak Kevin lagi gak di sini ya?” gumam Liora menatap pintu kamar yang tertutup. Lift berdenting, seseorang menggunakan masker untuk menutupi sebagian wajah keluar dari lift berjalan ke arah pintu di mana Liora berada. Sebuah kartu di tempel ke sensor lalu pintu terbuka, Liora menahan tangan pria yang akan masuk ke dalam, orang itu melepaskan maskernya, Liora mengernyit karena mencium bau alkohol yang sangat menyengat. Sambil menutup hidung Liora mengulurkan tas, “Pak, saya di suruh mbak Karin untuk antarkan ini.” kata Liora, Kevin tidak menjawab dan masuk ke kamar. Liora masuk ke kamar juga meletakkan tas tersebut lalu berniat untuk segera ke luar tapi lengannya di tahan oleh Kevin, bau alkohol begitu menyengat sampai Liora merasa tidak tahan. “Pak saya mau keluar jadi tolong lepaskan, saya sudah mengantarkan tasnya jadi saya mau kembali ke butik.” “Mira.” Gumam Kevin sembari mendekati Liora, Liora mendelik ia yakin sekarang Kevin sedang dalam pengaruh Alkohol, sekuat tenaga Liora mendorong Kevin menjauh. “Pak saya Liora bukan Mira.” Kevin menggeleng dan langsung saja mengangkat tubuh mungil Liora ke atas tempat tidur dengan mudah, “Mira aku gak akan lepasin kamu lagi.” racau Kevin, Liora semakin gemetaran. “Pak tolong lepasin! Saya Liora bukan Mira!” teriak Liora mulai ketakutan tapi Kevin yang berada dalam pengaruh Alkohol justru mencumbu Liora membuat gadis itu mulai ketakutan tapi karena cengkeraman Kevin yang terlalu kuat, Liora tak bisa melarikan diri. Perasaan Liora semakin kacau ketika tangan Kevin mulai bergerak nakal, Liora menangis, hal yang sama sekali tidak akan berguna, tapi siapa yang akan menolongnya sekarang? Kevin saat ini berada di luar kendali dan Liora sudah berusaha menolak apa yang lelaki itu lakukan, tapi... “Pak Kevin! Jangan!” Liora menjerit saat hal yang ia jaga selama ini di lepaskan oleh Kevin dengan sekali dorongan kuat. “Pak saya bukan Mira, saya Liora, kenapa Anda melakukan ini?” rintih Liora karena Kevin membuatnya terperangkap dalam dosa besar. _____ Bersambung... Cerita murni Karya SILAN jika ada kesamaan latar tempat di cerita lain, itu sama sekali tidak di sengaja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD