31

995 Words
Sion tahu jika tendangan itu lawannya akan mengalami kesakitan dan kematian secara perlahan, karena tepat di uluh hati, tapi kemungkinan ia tak akan melakukan pada peserta lain yang kini di depannya. “Apa maksudmu aku tak boleh melangkah?” tanya Sion kemudian pada Toni, peserta yang sampai saat ini belum ia tahu namanya. “Karena bendera itu milikku!” Toni masih berseru mengatakan bahwa bendera itu miliknya. “Atas dasar apa? Bendera ini ada di titik koordinat rute petaku,” ujar Sion, kemudian ia melangkah kan kakinya. Melihat hal itu Toni kalang kabut lalu melemparkan pedangnya dan berusaha mengenai sasaran, yakni kepala Sion. Sion yang menyadari hal itu lalu memundurkan kepalanya yang membuat pedang itu tertancap di batang pohon. Beberapa saat kemudian setelah pedang milik Toni menancap di batang pohon, Sion mnjatuhkan kedua cakram bumerangnya, berlari perlahan kearah Toni, dengan kencang ia menyepak kepala samping kiri Toni dengan kaki kanannya. Toni kaget dan langsung terpental jatuh beberapa langkah kebelakang. Toni memegang kepalanya dan telinganya yang berdengung akibat tendangan Sion, rasanya sakit sekali, apalagi Sion menendangnya dengan menggunakan sepatu seragam. Melihat Toni terjatuh, Sion melap sepatunya, tidak ada darah yang membekas di sana. Kemudian Sion kembali melangkah dan mengambil bendera biru yang berada di batas batang. Konfirmasi pengambil sekitar 30 menit, sampai saat itu peserta masih bisa berebut satu sama lain. Sampai salah satu kalah maka yang lainnya di pastikan menang. Melihat Sion yang sudah mendapatkan bendera biru itu, Toni bangkit dan mencoba kuat. Ia menggerut dalam hatinya, seolah tak terima di kalahkan pesertra lain dengan semudah itu, bahkan hanya dengan sekali tendangan. “Aku belum kalah, jadi selama belum ada konfirmasi bendera itu masih bukan milik siapa-siapa,” ujar Toni masih berusaha kuat. “Kau sudah kalah, menyerah saja. Satu koordinat hanya satu bendera, bukan dua pemenang,” kata Sion tak mau kalah. “Tidak!” setelah mengatakan itu Toni memasang kuda-kuda dan berlari kearah Sion dengan berulang kali menghujamkan pukulan kearah Sion. Sion yang mendapatkan pukulan itu hanya bisa bertahan dengan kedua lengan bawahnya membentuk perisai di wajah. Bendera yang tadi di pegangnya terjartuh ketanah. Terus mendapat pukulan itu, membuat Sion melihat celat di bagian perut samping Toni, dengan kaki panjang Sion diuntungkan. Sion mencari ancang-ancang dan mulai menendang perut samping Toni. Toni menyadari itu dan mundur sedikit kebelakang, ia mengatur napasnya berulang kali. “Jurus yang kedua kali tak akan mempan untukku,” ucap Toni kemudia. Ia kembali memasang kuda-kudanya dan kedua tangannya dengan gerakan siap memukul. “Kau pintar juga,” ujar Sion memuji Toni. Baru kali ini ia mendapatkan musuh alaminya, yang bisa menggunakan ilmu beladiri. “Kalau mau mau bermain dengan tangan kosong, aku akan terima.” Setelah mengatakan itu Sion juga memasang kuda-kudanya dan mengikuti gerakan seperti yang dilakukan Toni. Toni bersiap, baru kali ini ia mendapatkan lawan yang juga bisa menggunakan beladiri, ini akan menjadi seru atau bahkan menjadi pertarungan akhirnya. Toni belum menyerang, ia hanya terus memperhatikan Sion. Bentuk tubuh dan proporsinya hampir sama dengannya, bahkan tak jauh berbeda, tapi tendangannya begitu kuat sampai saat ini saja ia masih bisa merasakan sakit dikepala. “Kenapa belum mulai?” tanya Sion yang melihat Toni hanya diam saja sejak tadi. “Kau akan menyesal sudah berurusan dengan Toni Ludres,” kata Toni. Sion menggaris bawahi nama belakang Toni, yakni Ludres. Ia tahu siapa itu keluarga Ludres, keluarga beladiri yang menyebut diri mereka sebagai seorang yang bergelar bangsawan di provinsi ke-29 kota Ciandas Utara. Mereka terkenal sombong karena mendirikan tempat latihan beladiri dan menganggap bahwa mereka adalah ahli beladiri terbaik. Keluarga Ludre sering sekali memamerkan dirinya dan menganggap semua orang itu lemah, kecuali keluarga mereka. Nama mereka hampir dikenal setiap penggemar beladiri di Linkton, dari tempat beladiri mereka selalu keluar sebagai juara nasional. “Mungkin kau yang akan menyesal telah berurusan dengan anak laki-laki dari Black Districk, Sion Salvadis,” ujar Sion memamerkan dirinya. Mendengar nama Salvadis dari Black Districk, napas Toni mulai trak beraturan. Satu-satunya musuh bebuyutan keluarga Ludres adalah Salvadis, mereka adalah keluarga terkenal di kota Pion provinsi ke-28. Salvadis dikenal sebagai ahli beladiri terbaik, yang seharusnya bisa mengalahkan Ludres dengan sangat mudah, tapi mereka menarik diri dan tak ingin terlihat. Mereka tinggal di sebuah distrik miskin di kota Pion. Distrik ke-4 yang juga di kenal dengan distrik hitam, karena kebanyakan dari mereka adalah ahli beladiri yang mengasingkan diri. Di distrik itu bukan hanya ada keluarga Salvadis, tapi juga keluarga lainnya, seperti Piore, Tiamar dan beberapa keluarga yang terkenal, mereka cabang dari keluarga besar Samantha Bacori. Toni yang awalnya pongah dan sombong, kini ia hanya bisa meneguk terus salivanya yang mulai terasa kering. Jika ia menyerang dan salah langkah, ia akan mati dengan ceoat, meskipun Sion menggunakan tangan kosong. Lagipula senjatanya jauh. Saat Toni memikirkan hal itu tiba-tiba kepalanya mulai kembali terasa sangat sakit, bahkan ia merasakan kepalanya hampir pecah. Toni berteriak sambil memegangi kepalanya, rasanya sangat sakit. Melihat hal itu Sion melemaskan tubuhnya dan mengambil bendera serta senjata cakramnya, ia berniat meninggalkan Toni yang tak bisa melakukan apapun kini. “Sepertinya aku membuat tengkorak kepalamu retak, hal itu membuat sarafmu rusak, beberapa menit lagi jika kau tak bertahan, kau akan mati,” ujar Sion sebelum kemudian ia pergi meninggalkan Toni. Toni berusaha mencegah dengan tangannya, tapi tak mampu. Ia mencoba menahan rasa sakit di kepalanya yang teramat sakit, ia tak tahu harus melakukan apa. Hingga beberapa menit kemudian ia terjatuh dan tak sadarkan diri. Sementara itu Sion sudah tahu apa yang akan terjadi pada Toni, ia hanya menunggu waktu yang tepat, waktu mengulurnyapun tidak perlu lama. Ia juga tak perlu membuang waktunya untuk menghadapi salah satu dari keluarga Ludres. Mereka memang terkenal di dunia beladiri Linkton, tapi mereka juga terkenal dengan kelicikannya. Jika seandainya keluarga besar Samantha Bacori bangkit, mungkin Ludres hanyalah puing kecil dari dunia beladiri. Dan apa yang ia katakan pada Toni itu benar, jika seandainya Toni bertahan mungkin tak akan lama, lagi pula ia sudah kalah saat ini. Bendera sudah menjadi milik Sion, karena itulah Sion memenangkan babak kedua itu dengan 19 peserta lainnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD