11

1031 Words
Pertarungan Tron selanjutnya... Tron tersadar dan mencoba tenang, saat ini ia masih terus menghindari serangan dari Tom yang semakin lincah dan membabi-buta seakan ingin cepat menghabisi Tron. Tron yang terpojok semakin mundur, ia tak bisa membalikkan posisi. Ia hanya bisa bertahan tanpa sedikitpun bisa menyerang. Andai saja ada celah sedih saja, ia bisa membalikan keadaan. Tron mengamati segala arah, dari atas kebawah tubuh Tom. Lalu ia menemukan titik lemah. Tron mendorong stick Tom yang tertahan dengan tombaknya, Tom sedikit membungkuk, dengan cepat Tron menjegal kaki Tom, hingga terjatuh. Tak ingin menyia-nyiakan keadaan, Tron langsung menginjak perut Tom, tangannya yang memegang stick dipukul menggunakan gagang tombak milik Tron. Tron berpikir jika ia tak menghabisi Tom saat ini, bisa saja ia yang akan di habisinya nanti, tapi ia belum sanggup melakukan pembunuh. Lalu ia mengambil stick milik Tom, memukul wajah kecil itu berulang kali hingga tak sadarkan diri, lalu mengikatnya di pohon. Dengan begitu tak ada pembunuhan dan Tom akan didiskualifikasi jika tak meloloskan diri secepat mungkin, sampai ujian berakhir. Bisa saja ia mati kelaparan atau di makan hewan hutan. Setelah itu Tron meninggalkan Tom yang tak sadarkan diri begitu saja. Memberi pelajaran pada anak kurang ajar memang seharusnya sedikit kasar. *** Sementara itu Andreas yang berada tak jauh dari ketiganya sempat mendengar teriakan dari Bella. Ia merasa bahwa itu teriakan kesakitan. Untuk saat ini ia belum ingin bertarung, ia mencoba mencari tempat untuk bersembunyi terlebih dahulu. Lalu mencari cara yang aman untuk melakukan perlawanan. Saat mencoba mencari tempat sembunyi, Andreas melihat Bella dengan luka di dahinya, ia cepat-cepat sembunyi agar tak terlihat. "Babak pertama hampir selesai, tersisa 50 orang! Yang berarti kalian harus mengeluarkan 10 orang lagi!" Pengeras suara itu kembali berteriak. Berarti dalam beberapa jam sudah ada 10 orang yang mati dan tersingkir dalam ujian mematikan itu. Malampun bergulir, Andreas mengistirahatkan tubuhnya. Ia tak mungkin menyalakan api, maka dari itu dengan diterangi cahaya bulan ia menikmati makanannya. Karena jika ia menyalakan api akan mengundang banyak hewan nantinya. Jika peserta lain yang melihat kobaran api tak masalah karena di waktu jeda itu mereka tak boleh malukan penyerangan ataupun kekerasan, sebab jika melanggar mereka kan terkena sanksi yakni haru sedia di keluarga atau di diskualifikasi dari ujian itu. Pilihan yang saat mereka di diskualifikasi, karena hal itu sama saja seperti mereka menjemput kematian mereka sendiri, diskualifikasi membuat hidup mereka semakin singkat yakni menuju kematian. Sama halnya seperti anak-anak yang mengundurkan diri, yang gagal saat ujian itu ketika masih hidup maka mereka juga harus siap untuk di buang ke Tosla, mereka akan menjalani hidup berat di sana dan akhrinya meninggal. Membayangkannya saja membuat siapapun takut termasuk Andreas, ia tak ingin melanggar satu peraturan pun, meskipun ia tak pernah yakin untuk bisa bertahan sampai babak selanjutnya. Jika esok besok tak bisa mengikuti ujian itu ia juga harus pasrah, karena ia tak pandai bertarung dan mengatur siasat. Sambil memikirkan itu ia menikmati makannya yang sudah di persiapkan oleh panitia sebelum mereka datang ketempat itu, makanan dalam bentuk kapsul kecil agar bisa di proses lebih cepat. Makanan itu sebenarnya tidak begitu enak tapi harus ia makan agar ia memiliki tenaga untuk melanjutkan ujian. ***   Malampun bergulir, Andreas mengistirahatkan tubuhnya. Ia tak mungkin menyalakan api, maka dari itu dengan diterangi cahaya bulan ia menikmati makanannya. Makanan yang ia dapat dari perbekalan yang di berikan sebelum memasuki arena ujian tersebut. Sesaat setelah matahari terbenam, suara sirine malam yang menandakan waktu jeda ujian telah dibunyikan. Tak ada yang boleh melakukan penyerangan satu sama lain. Jika sampai melakukan hal itu peserta akan di diskualifikasi. Ujian hari kedua akan berlangsung besok pukul delapan pagi. Setelah matahari terbit sedikit panas. Malam-malam seperti itu mengingatkan hangatnya panti asuhan, ia masih ingin berkumpul di sana bersama Mama dan adik-adiknya yang lain. Berbagi makanan, berbagi kehangatan, serta berbagi cerita bersama. Namun, sepertinya waktunya sudah habis ditempat ini. Ia ingat saat itu sesaat setelah keluar dari kamar sang Mama. Mama yang sejak kecil merawatnya bersama anak-anak panti asuhan lainnya.  Mama khawatir akan kepergiannya, Mama berusaha menenangkannya mekipun dengan wajah yang menyimpan kesedihan mendalam. Dua tahun sebelum itu, saat kakak pantinya yang tak kembali karena ujian mematikan itu, raut wajah mama juga sama. Setelah berbincang Andreas masuk kedalam kamar. Kamar tidur pantinya yang tediri dari lima ranjang tersusun. Membereskan pakaiannya untuk dia masukkan kedalam tas yang akan dia bawa saat pergi karantina dua minggu sebelum ujian. “Andreas, kau belum tidur?” tanya Ron sambil mengusap matanya karena begitu mengantuk, saat tidur itulah telinganya terganggu oleh suara yang ditimbulkan Andreas. “Ron, kenapa kau terbangun? Apa aku menganggumu?” tanya balik Andreas menyadari bahwa Ron kini duduk di atas ranjangnya. “Sedikit. Badanku sedang tidak enak, jadi aku terus terbangun,” ucap Ron. “Kau sakit? Aku ambilkan obat dulu, mungkin kau terlalu banyak bekerja. Maaf aku sibuk sekolah, hingga lupa membantumu.” “Ehm..” Ron menggumam sambil menggeleng. “ Tidak perlu obat. Aku sakit karena khawatir, sebab kau akan pergi besok lusa.” “Tenang Ron, aku pasti akan baik-baik saja dan bisa lulus ujian nanti,” ujar Andreas berusaha membuat Ron tenang. “Jika aku lulus dan bisa bekerja di kantor pemerintahan, aku janji akan buat panti asuhan ini jadi lebih baik.” “Aku tunggu janjimu, jikapun kau lulus dan tak menepatinya, aku akan mencarimu dan akan menghajarmu.” Ron menyulas senyum sambil menepuk pelan lengan kiri Andreas dengan kepalannya. Mereka tidur bersebelahan. Meskipun ia mencoba menenangkan Ron, tapi adik pantinya yang berusia 16 tahun itu tetap terlihat khawatir, begitu juga Jaen, gadis manis yang tahun depan akan mengikuti ujian yang sama dengannnya. Jika ia lolos ujian ini, apa adik-adiknya nanti bisa lolos juga? Kekhawatirannya seakan bertambah saat ia tak bsa menjadi kakak yang baik untuk mereka. Ia merasa tak bisa melakukan apapun, bahkan saat bahan makanan di panti kurang Ron yang lebih bekerja keras. Mama melarangnya untuk banyak bekerja, karena Mama ingin ia bisa lebih fokus belajar. Sebab ia mendapatkan beasiswa tidak seperti anak panti yang lain. Setelah memikirkan itu Andreas terdiam, ia juga sudah selesai dengan makanannya. Kini ditatapnya langit cerah di atasnya yang sedikit tertutup pepohonan tinggi. Menurut buku yang ia baca pepohonan di arena ujian ini hasil ekspresimen para ilmuan, maka dari itu bisa tumbuh secepat itu dalam waktu singkat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD