12

1230 Words
Pagi hari masih lama, berjarak beberapa jam lagi. Masih ada banyak waktu untuk Andreas beristirahat dan menuju arena lain. Yang ia perlukan hanya menghindari setiap peserta lain, bukan sembunyi. Saat tengah berdiam diri, ia mendenger suara berisik seperti injakan pada daun kering dan ranting pohon. Andreas menyadari itu dan merapikan persedian makannya. Lalu mencari pepohonan besar di sekitarnya yang tak tertampak cahaya bulan. Menghilang di kegelapan. Dengan berhati-hati Andreas berjalan perlahan menuju pepohonan lain, dan menghindar dari sana. Andreas bersembunyi di balik pohon. Saat sudah menjauh dari tempatnya tadi, seekor serigala dengan tinggi setengah badannya bermata amber datang. Andreas menekan mulutnya dengan telapak tangan. Serigala bisa mendengar suara sekecil apapun itu, bahkan injakan kaki pada ranting. Andreas semakin mempererat tangannya saat serigala itu mulai mengendus bekasnya tadi, selain berpendengaran bagus serigala juga memiliki penciuman yang tajam. Andreas hanya bisa terus menelan salivanya. Namun, ketakutan Andreas berujung saat serigala itu berlari menjauh tak mencarinya. Ia menarik napas lega dan sedikit lunglai di balik pohon. Ia tak pernah berpikir bahwa hutan itu memiliki hewan asli. Berarti peserta bisa saja mati bukan hanya karena pertarungan dengan peserta lain, juga dengan hewan-hewan buas. Mungkin akan ada hewan lainnya lagi. Kini Andreas lebih memilih untuk pergi, sepertinya tempat itu tidak aman untuknya, tempat-tempat dengan sedikit pepohonan mungkin lebih aman. *** Setelah beberapa menit berjalan, Andreas kaget karena menemukan aliran sungai yang cukup jernih di sana. Sungai dengan lebar 20 meter itu begitu tenang dengan airnya yang menyejukkan Ia lalu berniat mengambil lagi untuk mencuci wajahnya dan meminum airnya, sepertinya akan menyejukkan tenggorokannya. Namun, dari jarak 10 meter ada yang menganggunya. Meski itu malam, tapi ada suatu sosok yang tengah berada di danau sambil menatap Andreas lekat-lekat. Andreas menangatur napasnya yang sempat lega tadi, membulatkan matanya sambil menelan air ludah. Sosok itu belum bergerak, tapi terus menatapnya tajam. Jika Andreas membuat gerakan aneh itu akan memancingnya, tapi meskipun hanya ia diam sepertinya sosok itu tak ingin diam. Lalu, Dengan gerakan sangat cepat dan dengan tubuh berwarna kuning-kecoklatan loreng gari-garis, sosok itu berlari kearah Andreas, dirinya yang tertampak cahaya bulan kini menjelma menjadi seekor harimau ganas. Andreas ketakutan lalu berlari, harimau itu mengejar dengan kencang. Bahkan tak begitu jauh dari Andreas. Andreas terus memacu tubuhnya yang sudah enak. Tiga meter, dua meter, satu meter. Kemudian, harimau itu mengayunkan tangan kirinya keatas, kuku kacarnya melayang merobek lengan baju dan kulit tangan Andreas. Andreas jatuh tersungkur ketanah dan bagian belakanb kepalanya tertabrak pohon. Andreas merasakan perih yang teramat di lengan kanannya, meskipun tak bisa melihat tapi ia yakin itu tergores sampai kulit bagian dalam dan membuatnya berdarah. Andreas tak ingin terbaring lebih lama lagi di sana karena jika lebih lama beruang itu bisa mencabik-cabik tubuhnya, ia kemudian bangun dan beusaha memegang punggungnya tapi terlalu jauh, ia hanya bisa memegang pundaknya saja. Dan mencoba menekan rasa sakit itu. Andreas berdiri, bersandar di pohon yang tadi mengenai kepalanya. Di saat seperti ini ia berpikir, apa yang biasanya ia lakukan, kabur atau menghadapinya? Jika ia menghadapi, dengan apa? Ia tak begitu pandai menggunakan pedang. Seandainya ia bisa mengenai tengkuk belakangnya, mungkin ia bisa membunuh harimau itu, dari buku yang ia baca. Berarti pilihannya ia harus menghadapi harimau itu. Di tahannya rasa sakit itu sampai tak terasa, lalu tangan kirinya berusaha meraih pedang di belakang puggungnya. Andreas berlari kearah harimau itu, si harimau tak menghindar tapi terus mengayunkan cakarnya berusaha meraih tubuh Andreas. Andreas menghindari gerakan itu, tujuannya adalah arah belakang dari si harimau. Lalu ia menghadap arah belakang, dan melompat keatas lebih tinggi dari punggung si harimau turun tepat di tubuh harimau. Andreas menancapkan pedangnya di tengkuk di harimau berulang kali, dan tak lama harimau itu ambruk tak berdaya. Andreas mengatur napas leganya kemudian menjatuhkan dirinya sendiri di atas punggung harimau itu. Cahaya bulan mengenai wajah lelahnya, rasanya campur aduk. Ia yakin panitia sengaja ingin membunuh peserta dengan hewan-hewan mengerikan itu. Tadi serigala, sekarang harimau apa nanti akan ada piton dan lainnya. Beberapa saat kemudian, Andreas bangun dan mencoba membasuh tubuhnya dengan air sungai jernih. Segar sekali. Lalu ia mencoba mejatuhkan tubuhnya lagi dan memejamkan mata. Namun, lagi-lagi ada yang mengusiknya. Suara langkah kali mendekat, Andreas mengambil pedangnya. Tak ada tempat sembunyi, ia harus bersiap diri untuk melawan lagi. Andreas memasang tubuhnya dengan keadaan siap, agar ia tak kecolongan lagi seperti tadi. Meskipun kini tangan kananya gak bisa bergerak, karena bekas cakaran harimau tadi. Tangan kirinya menggenggam pedang itu kuat-kuat. Suara langkah itu semakin dekat, hewan atau manusia? Pertanyaan itu terlintas di benak Andreas. Jika manusia apa ia akan selamat? Kemudian, Seorang gadis beramput pendek, seusia dan berpakaian sama dengannya, mendekat. Gadis dengan panah dan busur itu terdiam melihat Andreas yang sudah bersiap ingin menyerang. Lalu gadis itu mengalihkan pandangannya kearah harimau besar yang sudah terkapar dengan simbahan darah. "Tenang, ini waktu rehat. Aku tak akan melakukan apapun," ujar gadis itu menenangkan Andreas. Mendengar ucapan gadis itu, hati Andreas yang memang lembut luluh dan menurukan pedangnya. "Kau yang membunuh harimau itu?" sambung gadis itu sambil mendekati Andreas. Andreas mengangguk, tapi tiba-tiba lengannya bekas cakaran harimau tadi terasa sangat sakit, karena darahnya masih menetes. Andreas terduduk dan mulai jatuh. Gadis itu secepat mungkin mendekat, memegang luka Andreas dan mengobati lukanya dengan obat yang telah di sediakan. "Namaku Shin," ujar gadis itu lagi di sela-sela mengobati Andreas. "Sin (dosa)?" "Shin dengan h," tambah gadis bernama Shin itu. "Seharusnya kita saling membunuh, tapi karena malam resiko diskualifikasi lebih besar." Tak berapa lama Shin sudah selesai dengan mengobati lengan Andreas. Keduanya saling pandang sesaat, tapi tak berapa lama malam canggung. Shin merasa harus berhati-hari dan tak boleh gegabah pada Andreas, karena Andreas sudah menghabisi si raja hutan yang sangat besar itu. Jika ia mencoba melakukan sesuatu pasti ia lebih dulu yang kalah. "Namamu siapa?" "Aku Andreas, dari Capital City," kata Andreas memperkenalkan dirinya secara singkat. Shin terdiam sesaat mendengar perkenalan dari Andreas. Satu-satunya sekolah yang ada di Capital City hanya sekolah mahal milik pemerintah. Shin mengamati wajah Andreas, tak ada tanda-tanda anak orang kaya atau semacamnya. Tapi jika Andreas tak kaya mana mungkin ia bisa bersekolah di sana, tak mungkin ia masuk hanya karena memiliki uang sedikitr. Shin tahu bahwa anak-anak dari kota pemerintahan itu memiliki sifat yang berbeda, lebih terlihat bahwa mereka sombong. Tapi Andreas tidak, Andreas terlihat begitu manis dan baik hati. Dibalik sikap baiknya itu malah tersimpan sesuatu yang sangat mengerikan yakni ia sudah membunuh seekor harimau yang ukurannya dua kali lipat dari tubuh Andreas. "Aku akan pergi. Kita berpisah di sini, anggap saja ini sebagai balas budi nanti jika kita bertemu," ucap Shin setelah selesai mengobati luka Andreas dan memasukkan kembali alat-alat pengobatan itu kedalam hologramnya. Andreas mengangguk dan kemudian Shin berdiri, berlalu meninggalkan Andreas sendirian. Untung saja malam hari, jika tidak mungkin Andreas akan mati kalah dari Shin. Meskipun Andreas tidak yakin untuk melawan Shin begitu juga Shin, dilihat dari mana pun Shin begitu baik dan juga cantik. dari wajahnya tak ada pancaran seseorang yang ingin melakukan pembunuhan. Tapi siapa yang tahu, jika suatu saat ia terdesat akan sesuatu pasti Shin juga akan melakukan penyerangan dan bisa lebih jauh ia akan melakukan pembunuhan nantinya jika harus. Shin kini sudah cukup menjauh dari Andreas, ia tak mungkin berlama-lama di sana karena ia tak ingin melakukannya, ia tak kenal Andreas dan lebihnya Andreas seorang lelaki. Dalam keadaan seperti itu seharusnya ia mencari tempat perlindungan, tapi apa gunanya akhirnya ia tahu bahwa keduanya akan mati di sana, akibat dari ujian yang membawa malapetaka itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD