13

1012 Words
Cahaya matahari menyilaukan mata, Andreas bangun dengan sedikit terkaget. Ternyata ia masih berada di dekat sungai di samping mayat harimau yang mulai mengeluarkan bau anyir darah itu. Rasanya menusuk hidung dan akan membuat siapapun yang menciumnya pasti bisa mutah. Padahal Andreas tadi malam saat berada di sana bau itu belum menyengat, tapi kini baunya membuat ia tak tahan ingin pergi menjauh dari sana. Kemudian Andreas membangunkan dirinya, membereskan semua perlengkapannya termasuk pedang yang sempat berlumuran darah harimau tadi lalu berusaha mengumpulkan nyawanya yang sempat berserakan di udara. Ini pertama kalinya ia tidur di alam bebas, beralaskan rumput dan tanah. Saat ia bangun, tangan kanannya terasa sangat nyeri karena cakaran harimau itu  sangat dalam sampai menembus daging tangannya. Ia tak memaksakan dirinya untuk berdiri dan berjalan karena takut nanti jika lukanya kembali mengeluarkan darah. Tak berapa lama setelah Andreas bangun, sirine ujian mulai berbunyi. Ujian hari kedua berlangsung. Setelah mendengar itu Andreas cepat-cepat bangun dan membersihkan wajahnya, tanpa sempat makan ia menelan pil pengenyang (bekerja dengan mengikat rasa lapar, bisa lebih 12 jam). Setelah selesai, Andreas berjalan perlahan meninggalkan tempat itu. Jika tidak bisa saja yang lain cepat menemukannya. Andreas masih merasakan sakit di tangannya, tapi tak begitu. Obat yang diberikan Shin sepertinya sudah mulai bekerja, ia merasakan lukanya sedikit mengering. Yang bisa ia lakukan sekarang hanya mengindar dan bersembunyi sampai lukanya sembuh. Ia bisa mengobati sendiri nanti, karena membawa perlengkapan obat. Namun, jika masih seperti itu tangan kirinya sulit untuk menjangkau. Andreas berjalan perlahan, sambil menikmati udara sejuk hutan pagi hari. Jarang sekali ia bisa merasakan ini, bahkan hampir tak pernah. Capital City penuh dengan polusi, udara tercemar akibat radiasi, apalagi jalan yang ia tinggali terkenal kumuh. Di sampingnya memang distrik pemerintahan dengan bangunan tinggi rumah kaca, tapi seperti tak terjamah. Andreas terus berjalan, selain berhati-hati dengan peserta, hewan hutan ini juga mengerikan. Apalagi sejak masuk arena ujian drone-drone pengawas terus mengintai. Memang tidak mengikuti, tapi semua gerak-gerik terpantau. Kalau dari tempat yang sedikit pohon drone berwarna putih dan hitam terlihat jelas. Memang panitia mengatakan bahwa ujian ini di siarkan seluruh pemerintah Linkton. Gila sekali siswa beradu antara hidup dan mati sementara mereka dengan santainya menonton. Namun, para peserta bisa melakukan apa? Mereka tak bisa menolak ataupun pergi dari ujian itu. Saat terus melangkahkan kakinya, Andreas kaget saat melihat seseorang terikat dengan kuat di sebuah pohon, dan yang lebih mengerikannya lagi tubuh orang itu beberapa bagian hilang termakan binatang entah serigala atau harimau. Bagian pundak dan leher nembentuk kawah cekung dengan kedalam hampir setelapak tangan, mengenai paru-paru atas. Andreas ngeri melihat hal itu, baru saja hari kedua sudah ada kejadian yang begitu sadis. Padahal ia sendiri membunuh harimau seperti seorang penjagal. Andreas tanpa mendekat terus melewati mayat itu, baunya juga sudah mulai tak enak. Lebih bau dari bangkai harimau yang ia bunuh tadi malam. Mayat itu ternyata adalah Tom, remaja kecil yang sempat bertarung dengan Tron. Setelah dibuat tak sadar oleh Tron, Tom di ingat, ia terbangun saat malam hari. Dengan tubuh yang lemas, Tom sekuat tenaga melepaskan tali yang mengikatnya dengan kuat. Namun, ia tak mampu. Saat berusaha melepaskan diri, telinganya mendengar suara desisan dari atas pohon. Saat ia mendongakkan kepala, ular beracun jenis kobra terjatuh tepat di depannya. Tom yang kaget hanya bisa berteriak, teriakan itu malah memancing ular semakin agresif dan membuat ular menggigit paha kirinya. Setelah menggigit dan meninggalkan racun berwarna keunguan ular itu pergi. Racunnya dengan mudah menyebar kearea kaki dan membuat Tom tak sadar kembali karena rasa sakit yang mendera. Diantara sadar dan tak sadar, Tom teringat adik dan ibunya yang janda. Dari kecil hingga lulus SMP, Tom dan sang ibu bekerja sebagai seorang petani biasa untuk menyambung hidup, mereka mengelola lahan milik penguasa distrik, di Provinsi ke-5, distrik 4. Kehidupannya dan keuarganya cukup sulit, ia terlalu miskin untuk melanjutkan SMA, apalagi sejak dulu ia selalu mendapat rundungan karena bertubuh kecil dan kurus. Sudah setahun ia tak sekolah, hingga suatu ketika mantan teman ayahnya datang dari kota Loste, di dekat distrik 6. Laki-laki itu mengajak dan memberikan Tom saran untuk masuk di SMA kota Loste, sebagai program bantuan. Tom menerima itu dan meninggalkan sang ibu dan adiknya, tapi sayangnya tahun pertama sangat sulit. Ia harus menerima kenyataan bahwa anak-anak kota ternyata memiliki kelakuan lebih buruk. Ia dirundung jauh lebih sadis, tak ada yang bisa menolongnya selain bertahan dengan diri sendiri. Lalu kemudian ia berpikir untuk berlatih beladiri dan merubah semuanya. Satu tahun berlalu pada tahun kedua ia telah pandai membalas setiap perundungan. Ia berada di puncak dengan sangat cepat. Ketika Tom sudah puas berbangga, sekolahnya mengirim peserta ujian pertama kali untuk mengikuti ujian mematikan. Membuat para peserta ketakutan padahal kota mereka miskin tak seharusnya melakukan itu. Tahun pertama sekolahnya gagal dan tak ada satupun yang lulus, tahun kedua. Ia dan teman-temannya di kirim. Dan sekarang ia berada di sini. Ia tak mampu lagi berbuat apa-apa, mati sudah sangat didepan mata. Tom tak mungkin bisa bangkit karena racun itu dengan kuat menyebar keseluruh tubuhnya. Tom menghembuskan napas terakhirnya tepat setelah bayangan ibu dan adiknya. Ketika malam semakin larut, dua ekor serigala mencium bangkai tubuhnya lalu memakan pundak, tangan dan bagian kulit yang tak tertutup baju. *** Sementara itu Tron, anak jangkung yang sudah mengalahkan Tom berjalan santai menuju tempat lainnya. Ia tak tahu bahkan tak memikirkan keadaan Tom lagi. Kini yang ada di pikirannya hanya bagaimana bisa bertahan sampai akhir permainan 29 hari lagi. Saat tengah berjalan, ia dikagetkan dengan anak panah yang meluncur dari atas dan tertancap di tanah dekat kakinya. Ia mundur sedikit kebelakang. Setelah itu ia melihat seorang perempuan berdiri di batu cukup besar di atas ketinggian satu setengah meter. Gadis dengan busur yang tadi melesatkan anak panah terjun bebas, kini berada di depan Tron. Tron mendengus napas berat. "Wanita lagi," ujar Tron tak suka. "Kenapa kalau wanita? Kau tak suka? Atau kau takut?" tanya Shin melihat reaksi Tron. "Sejak aku memulai permainan ini, musuhku selalu wanita. Kemarin perempuan aneh dengan pedang, sekarang muncul satu lagi," kata Tron. "Mungkin pesonamu yang membuat para wanita mendekat," Shin mencoba menggoda, tapi Tron tak berpengaruh. "Aku benci wanita, mereka menjijikkan!" teriak Tron lalu berlari mendekati Shin. Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD