Bab 12. Perasaan

1024 Words
# Di ruang tunggu bandara internasional, Nayura duduk dengan rapi di kursi kulit hitam, matanya menatap layar ponsel yang terus menampilkan panggilan tak terjawab. Tangan kanannya menutup wajahnya sesaat dengan frustrasi sementara Nyonya Prawita duduk di sampingnya dengan tenang, matanya tertuju pada jam tangan mahal yang melingkar di pergelangan tangan. “Kenapa dia tidak mengangkat teleponku? Atau membalas pesanku sama sekali?” keluh Nayura, suaranya meninggi sedikit, tapi tetap terkendali. Dia menatap ibunya dengan sorot kecewa. “Aku sudah menunggu berhari-hari, Mama. Padahal aku hanya ingin memastikan operasi wajahku di luar negeri berjalan sesuai rencana. Dan sekarang, dia sama sekali tidak peduli.” Nyonya Prawita mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, menepuk lembut lengan Nayura. “Sayang, jangan terlalu khawatir. Dokter Leo pasti sedang sangat sibuk dengan pasien-pasiennya. Kau tahu dia jarang sekali punya waktu luang.” Nayura mengerutkan alisnya, dia tidak puas dengan jawaban itu. “Tapi Mama, jika nanti wajahku sudah diperbaiki dan penampilanku terlihat normal seperti Nayaka dulu. Apakah kalian akan merestuiku dengan Dokter Leo, atau tetap menolak seperti dulu ketika kalian menolak ketika dia melamar Nayaka?” Nada suaranya terdengar merendah. Ada harapan yang samar di balik ucapannya. Nyonya Prawita menatap putrinya. “Kenapa kau begitu terobsesi dengan Dokter Leo, Nayura?" "Mama hanya perlu menjawab pertanyaanku, apa susahnya?" Nayura menatap ibunya dengan mata berbinar. “Andai saja aku terlahir normal, aku yakin dokter Leo pasti akan memilihku dan bukan Nayaka.” Nada suaranya tegas dan rasa iri yang tersirat dari kalimatnya jelas nyata. Nyonya Prawita menarik napas panjang dan menepuk tangan Nayura lagi. “Saat ini, berbeda dengan dulu. Dokter Leo sekarang sudah memiliki reputasi yang hebat, sangat dihormati, dan tidak akan ada masalah bagi keluarga kita untuk menerima dia sebagai menantu. Lagipula, Nayaka sebelum meninggal tidak bisa memberi keturunan hingga kita tidak punya ikatan dengan keluarga Raka. Menarik dokter Leo ke dalam keluarga kita, terlebih dengan relasinya yang luas akan sangat menguntungkan.” Ucapannya lembut, tapi penuh arti. Mendengar itu, mata Nayura berbinar lebih terang. Dia tersenyum lebar, matanya menatap ke arah jendela bandara seakan membayangkan masa depannya dengan dokter Leo. “Kalau begitu, Mama berarti aku bisa mendapatkan apa yang aku inginkan bukan? Aku akan menjadi istri Dokter Leo, dan tak ada yang bisa menghentikanku.” Nyonya Prawita menghela napas panjang, menepuk pundak Nayura dengan lembut. “Mama kau punya tujuan tap fokus pada operasi wajahmu dulu. Mengenai Dokter Leo, dia bodoh kalau menolak calon istri dari keluarga kita.” Nayura mengangguk. Dia kemudian menyimpan ponselnya, berdiri, dan menarik koper yang sudah siap di sampingnya. “Baiklah, Mama," ucapnya penuh tekad. # Sementara itu, di kantor Citra yang berlokasi di pusat kota, Wulan duduk di kursi kulit krem menghadap meja kerja Citra. Lampu lembut menyorot ke arah dokumen dan desain rumah yang tersebar di atas meja kaca. Wulan menatap form dan sketsa rumah baru yang akan dibeli oleh suaminya, Dokter Leo, sambil menyisipkan catatan kecil di antara kertas-kertas itu. “Citra,” Wulan memulai dengan nada serius tapi tetap tenang. “Aku ingin kamar tidur memiliki ruang penyimpanan rahasia. Ini akan menjadi kejutan untuk suamiku jadi aku harap kau bisa merahasiakannya juga,” ujar Wulan. Citra tersenyum lebar, matanya memancarkan rasa kagum. “Itu ide yang luar biasa. Aku yakin bisa mengatur pertemuan dengan orang yang akan mengerjakannya. Aku akan pastikan semuanya rapi, aman, dan sesuai keinginan Anda. Dan aku harus mengatakan ini sekali lagi. Kalian berdua terlihat sangat serasi. Sangat jelas, kalian saling memikirkan satu sama lain.” Wulan sedikit tersentak. “Apa maksudmu?” tanyanya hati-hati. Citra meletakkan pena di meja dan mencondongkan tubuhnya sedikit. “Dokter Leo meminta agar desain kamar tidur bisa diubah sepenuhnya sesuai dengan permintaanmu, berapapun biayanya. Dia ingin memastikan istrinya nyaman dan bahagia. Hanya sedikit orang yang menunjukkan perhatian semacam ini. Itu menunjukkan betapa besar rasa sayangnya.” Wulan menelan ludah. Ada sedikit rasa bersalah yang menyelinap ke dalam benaknya. Namun ia mengatur napas panjang dan menundukkan kepala, menatap sketsa di depannya. Tujuan awalnya tetap sama, tidak bergeser. Ia akan menggunakan semua kesempatan ini untuk memastikan rencananya tetap berjalan. “Baiklah,” jawab Wulan akhirnya, suaranya tenang tapi pasti. “Kalau begitu aku ingin ruang penyimpanan itu dibuat sepraktis mungkin. Tidak terlihat, tapi bisa diakses dengan mudah. Dan pastikan desainnya tidak menyolok.” Citra mencatat semua detail dengan cekatan, matanya tak lepas dari Wulan. “Tentu saja. Aku akan mengatur orang yang akan mengerjakan ini agar tidak ada satu pun yang tahu selain kita. Ini akan menjadi kejutan sempurna untuk suami Anda.” Wulan mengangguk pelan. Ada senyum tipis yang muncul di wajahnya, namun tetap ada keteguhan di matanya. “Terima kasih, Citra. Aku percaya padamu.” Citra tersenyum dan menyerahkan beberapa dokumen tambahan. “Selain itu, ada beberapa pilihan dekorasi yang bisa Anda tentukan sendiri. Warna, tata letak, bahkan pencahayaan. Dokter Leo ingin memastikan semuanya sesuai keinginan Anda. Aku hanya mengurus detail teknisnya.” Wulan mengambil dokumen itu, menatapnya sebentar sebelum menoleh ke jendela. Dia melihat langit kota yang mulai memerah oleh matahari sore. Ada perasaan campur aduk yang memenuhi dadanya: rasa puas karena rencananya tetap berjalan, tetapi juga ada sedikit rasa hangat yang samar ketika memikirkan perhatian Leo padanya. Sesuatu yang tidak pernah Leo tunjukkan di masa lalu “Jadi,” kata Wulan akhirnya saat dia menatap Citra lagi. “Apa langkah berikutnya setelah semua ini diatur?” Citra tersenyum hangat. “Kita akan menjadwalkan pertemuan dengan tim desain dan tukang yang akan memasang penyimpanan rahasia itu. Semuanya akan berjalan lancar. Kau hanya perlu memilih warna, material, dan detail lainnya. Sisanya biar aku yang urus.” Wulan tersenyum tipis. Dia meraih pena dan menandatangani beberapa dokumen. “Baik. Aku ingin semuanya sempurna, tapi tetap elegan. Dia mempercayaiku sebesar ini jadi aku ingin dia terkesan.” Citra menatapnya penuh pengertian. “Aku mengerti. Dan aku akan pastikan rahasia kecil ini akan menjadi hadiah istimewa untuk Dokter Leo.” Wulan menutup dokumen, berdiri, dan merapikan pakaiannya. Ia menoleh ke arah Citra dengan pandangan mantap. “Terima kasih, Citra." "Aku yang berterima kasih karena Anda akhirnya memilih satu dari rumah yang aku tawarkan. Jadi jangan khawatir, semuanya akan aku pastikan sendiri sesuai dengan keinginan Anda dan dokter Leo," balas Citra dengan sikap profesional.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD