INI BARU PERMULAAN!

1635 Words
Aku terdiam di dalam kamarku setelah tersadar bahwa semua ini lebih sakit dari segalanya. Tak akan ku lewati suara dari ayam berkokok itu, juga burung-burung yang berkicau dengan begitu riangnya. Aku terbangun, terbangun dari mimpi yang menyeretku masuk ke alam yang berbeda. Saat aku bangun semua keringat membasahi seluruh badanku, bau amis kini telah menyeruak di seluruh tubuhku. "Bagaimana aku bisa bermimpi seburuk itu?" tanyaku setelah tersadar bahwa itu adalah mimpi. "Tidak ada yang bisaku lakukan saat ini, aku harus segera bangun," ucapku pergi ke kamar mandi. Tok.... Tok.... Wajahku kembali memucat setelah mendengar ketukan pintu dari luar, aku mengigit bibirku dan menghirup udara dalam-dalam. Mataku melebar ketika melihat siapa yang datang di pagi hari ini. "Samantha," ucap Elica memelukku dengan begitu erat. "Gerangan apa yang membawa kalian datang ke rumahku sepagi ini?" tanyaku dengan alis mata yang mulai terangkat ke atas. "Kami pikir, tante meminta kami untuk datang menjemputmu pagi ini," ucap Mariana dengan nada mengeluh kepadaku. "Untuk apa?" tanyaku membuat mereka memutar bola matanya malas. Yah! mereka datang perlu aku kasih tahu tentang tiga sahabat karibku. Elica, dia adalah teman yang aku jumpai ketika aku baru saja menginjakkan kaki di kampus sekarang ini, dia memiliki hal yang sangat menarik, dia tomboy dan juga cantik, tidak suka berbelit-belit. Kedua, Mariana dari namanya saja sudah membuatku terasa nyaman berada di dekatnya, dia adalah sahabat yangku kenal setelah Elica, dia sangat anggun berbeda sekali dengan Elica. Ketiga, Casilda, nama itu dia dapat dari neneknya yang tinggal di daerah pedesaan dia unik, dia tidak memiliki tujuan hidup dia kuliah hanya sebatas kuliah saja. Kalian tahu apa yang menjadi keinginan kami setelah bertemu? Kami memiliki hobi yang sama yaitu terletak pada perjalanan jauh yang sungguh amat menyenangkan. Kini kampus sudah menjadi tempat kami berdiskusi, dengan segala keraguan yang kami miliki, perlahan kami mulai masuk dan memulai awal yang baru untuk hari ini. "Apa kamu mempunyai masalah dengan kedua orang tuamu?" Mariana dengan begitu lembut bertanya kepadaku. "Emm, seperti biasa tidak bisakah kamu lihat bagaimana sikap tante kepada Samantha?" Elica bertanya dengan nada suara yang naif mengarah kepadaku. "Sudah! Sudah!," aku menghentikan perdebatan konyol itu dengan meminta mereka untuk duduk di kursi yang sudah tersedia itu. "Sebentar lagi kita akan lulus kuliah bukan? apa rencana kita selanjutnya?" Casilda dengan segala keberanian yang dia punya kini menatap kearahku. "Sejak kecil aku selalu ingin pergi hiking," ujar Elica dengan mata lebar yang dia punya menatap lurus ke depanku. "Kalau aku sudah kalian tahu, sejak beberapa yang lalu aku telah merasa kesepian yang amat mendalam, aku hanya ingin melakukan perjalanan hiking, untuk dapat menghapus segala kesedihan ini," ucapku sembari berbicara dengan nada netral. "Kalau begitu bagaimana kalau kita melakukan hiking satu bulan ke depan, kita kan sudah lulus dengan begitu masa muda kita tidak terlalu simpel," ucap Elica ketika mendengar penuturan dariku. Kami berempat kini hanya membuat satu rencana yang bisa mengubah arti dari kesepian ini, mengubah pandangan kami akan dunia ini, dan lebih tepatnya aku, Samantha ingin membuang semua rasa kesepian yang selama ini telah merenggut hidupku. Kali ini berjalan dibawah naungan awan gelap, Kira-kira hujan Akan datang mengguyur semua tanah ini, dengan gerakan yang begitu cepat, aku berlari kecil ke dekat tiang listrik yang tidak jauh dari arah halte itu. "Hujan," ujarku sembari menatap ke atas. "Apa ini? dimana tempat berteduh?" laki-laki di sampingku bertanya searah melihat ke arahku. "Aku hanya ingin menangis di bawah hujan yang deras ini, aku hanya ingin bersama dengan keterpurukan ini selama beberapa menit saja," ucapku berteriak menangis histeris sampai beberapa mobil yang lewat menatap aku intens. "Ada apa dengan dia?" satu pertanyaan itu kini meluncur pada pendengaranku membuatku merasa acuh tak acuh. Hujan ini sungguh amat baik, dia memberikan kepadaku waktu agar aku bisa bernafas dengan tenang, dengan segala keyakinan dan juga kekuatan yang masih aku punya, perlahan aku mengangkat kedua kaki ini menuju rumah dan bergegas untuk mengganti pakaian ini. Sekarang di waktu yang berbeda, orang tua laki-laki dari Samantha kini sedang melakukan meeting nya, ditemani dengan sekretaris yang kini tengah berada di sampingnya dia menatap ponselnya yang bergerak. "Apakah ini dengan, Ayah samantha?". "Hallo, maaf menggangu saya dari pihak rumah sakit memberitahukan bahwa kini saudari Samantha kini tengah berada di rumah sakit, karena demam,". Notif ponsel itu hanya diabaikan oleh, Ayah Samantha saja, melirik dan mencoba tidak memedulikan nya. Aku tidak sadar bahwa aku saat ini telah berada di rumah sakit, entah siapa yang membawa aku ke sini yang pasti semua terasa damai dan terlihat bernuansa putih bersih. Ketika aku bangun dengan segala kekuatan yang aku miliki, aku merasakan kedinginan yang luar biasa, bibirku mengigil, wajahku tampak putih pucat bak mayat hidup. aku juga terkejut dengan keberadaan temanku yang berada di sampingku. "Elis?" panggilku dengan nada yng datar. "Kamu sudah bangun?" Elis tersadar ketika dia merasakan ada getaran dari tanganku. "Dimana ini? Sepertinya aku pernah datang ke sini?" tanyaku yang masih saja tidak tahu dimana ini. "Ini di rumah sakit," ucapnya kali ini membuat aku tertegun. Tatapan mata yang kini mereka berikan kepadaku sangatlah membuatku merasa menyedihkan, aku hany bisa menutup perlahan mataku dan mencoba menidurkan jiwa yang sudah lelah itu. *** Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu, hari telah berganti dan juga rencana kami berempat sudah ada di depan mata, malam ini kami berencana pergi ke salah satu restoran yang ada dekat lingkungan kami. "Elica, Mariana, Casilda," panggilku melihat ke arah depan kampus. "Hay!" sapa mereka kegirangan melihat kedatanganku. "Selamat yah," ucapku tak gentar sedikit pun. "Wah, tidak terasa kita akan hiking," ucap Mariana masih dengan tatapannya yang selalu ke arahku. Tidak tahu mengapa, saat ini aku hanya memikirkan perjalanan hiking. Aku tidak peduli dengan semua omongan dan tatapan yang mereka berikan yang pasti kini aku harus mempersiapkan seluruh alat-alat kami. "Jadi kita akan pergi besok?" Mariana bertanya seperti itu kepada kami bertiga. "Iya, lebih cepat lebih baik bukan?" ucap Casilda yang tampak kegirangan terlihat dari raut wajahnya dan juga suaranya yang naik satu oktav. "Iya, itu kan sudah perjanjian kita," ucapku yang kini sudah ingin meloncat kegirangan. "Baiklah, barang-barang sudah siap, malam ini kita akan tidur di rumah siapa?" Elica bertanya dengan pertanyaan yang begitu sangat menarik perhatian. "Di rumah Samantha," ucap mereka tersenyum ke arahku hingga lagi-lagi membuatku harus menyetujuinya. Mobil hitam yang kini kami kendaraan terlihat sangat manis, itu adalah mobil yang aku punya, tapi itu pemberian dari orang yang sama sekali tidak melihat bagaimana aku bisa tumbuh, bagaimana aku bisa menjalani hari-hari dengan setiap tetesan air mata. Pohon yang kami lalui, itu terasa menyejukkan suara kicauan burung itu terdengar sangat indah di tambah perjalanan kami yang akan segera berakhir dengan mobil. "Kita sampai," ucap Elica menghentikan mobilku. "Tidak terasa bukan? Semua kisah akan dimulai," ucap Mariana meregangkan tangannya. "Ini adalah impian aku sedari kecil, maka aku akan selalu mengabadikan momen yang kita lewati," ucapku tak kasat mata dengan kamera yang sudah siap siaga tergantung pada leherku. Kami memulai berjalan, pertama kami memarkirkan mobil itu di tepi hutan. Dengan beban yang kini sudah berada di punggung kami, dan juga kamera yang sudah siap siaga membuat kami terlalu bersemangat untuk mendaki. Krak, Krak, Krak, Suara patahan ranting itu terdengar sangat enak pada teling kami berempat, mengambil foto walaupun matahari sudah terbenam itu tidak masalah. Tertawa dan beristirahat. "Kuy, kalian bawa snack nggak?" tanya casilda temanku tukang makan. "Ada lah, tapi itu bukan buat kamu" ucap Elis dengan mata yang dia putar perlahan. "Samantha, Elis curang itu," ucap Casilda menatapku dengan begitu rewel. "Sudah, lebih baik kita beristirahat saja, kita dirikan tenda bagaimana?" aku bertanya kepada mereka bertiga dan mereka mengiyakannya. Perjalanan yang lelah itu memang masing belum apa-apa nya dibanding dengan pejalan lain, ditambah kami hanya bercanda tawa, membuat perjalanan kami terasa menyenangkan. Pagi yang kini sudah menyambut hari kami, kicauan burung tentu terdengar berbeda dari kicauan burung di daerah perkotaan, arah terbit matahari juga sangat indah di hutan ini. Dengan cepat aku tidak mau ketinggalan aku pergi ke daerah yang lebih puncak lagi dan mengambil foto. "Tidak teras perjalanan ini sudah hampir dua hari, ini membuatku rindu sosok ibu," ucap Mariana dengan kening yang berkeringat itu. "Iya, aku hampir lupa kalau aku belum melakukan pencarian jodoh," ucap Elica setelah aku melihat ke belakang. "Kalian malah sibuk dengan jodoh, ayo kita nikmati saja dulu perjalanan ini," Casilda dengan semangat empat limanya berjalan di depanku. Tawa kini tengah mengiringi kami , semua hal-hal yang dahulunya pernah singgah ke dalam pikiran kami, itu kembali sirna ketika Casilda temanku yang satu itu menyadarkan Elica dan Mariana. Langkah yang perlahan itu tidak menjadi penghalang untuk kami meneruskan perjalanan ini. Tapi naasnya kami telah dibodohi oleh tawa. "Hahahah, ia itu ketika kita pertama bertemu bukan?" aku bertanya sembari tersenyum melihat mereka bertiga. "Iya, aku ingat kita masih polos, se polos kain sutra," ucap Elica memegang perutnya karena berusaha menahan tawa. "Air mana air," Mariana meminta air kepadaku karena aku khusus snack dan juga minuman. "Apa?" teriakku mampu mengagetkan burung hantu yang melebarkan kedua matanya. "Jangan bilang kalau air habis?" aku bertanya kepada mereka bertiga, menatap dengan lekat wajah merek bertiga. Kani tidak bisa berbuat apa-apa, ketika sedang sibuk beristirahat aku berdiri dan mencoba mencari udara segar. Ternyata di sudut sana ada sebuah gubuk. "Ayo, di sana ada gubuk siapa tahu kita bisa mendapatkan sedikit air," ucapku dapat mengalihkan pandangan mereka bertiga. "Wah, luar biasa, gubuk ini terlihat monoton dari luar bukan, tapi di dalam ini lebih dari istana," ucap kami berempat menatap keajaiban itu. "Topeng," ucapku yang melihat ke arah dinding gubuk itu. "Bukankah itu sangat indah? mari kita lihat," ucap Elica dengan nada suara yang sangat bergembira. "Aku duluan," ucap Mariana menghela tangan dari Elica. "Aku," ucap mereka bertiga dan itu mampu membuat pendengaranku ingin meledak rasanya. "Tidak, aku rasa_" ucapku tergantung supaya mereka bisa terlihat tenang. "Apa?" tanya mereka bertiga menatap ke arahku. Perjanjian konyol mulai bertindak, hati nurani kami saat itu telah mati. Dan yah ini baru awal dari kisah kami.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD