SATU HARI SEBELUM BERANGKAT

1027 Words
Samantha bukan wanita yang kurang kerjaan kali ini dia hanya menatap ke belakang saja rasanya meninggalkan kampung halaman sungguh tidak enak namun apa boleh buat dia sama sekali adalah orang yang berperan aktif di dalam semua ini, maka dari itu dia mencoba untuk menatap ke depan dengan tatapan lurus dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Dia berjalan untuk merapikan segala tempat-tempat dia, baik itu dari bekal dan juga semuanya bahkan dia sangatlah teliti mencoba untuk menjalankan semua ini dia kira menjadi seperti ini akan lebih baik dan juga lebih istimewa tidak ada kendala dan juga beberapa bagian yang akan tertinggal. Rachel menatap wajah Samantha yang sedari tadi lelah untuk mempersiapkan segalanya entahlah dia terlihat begitu sangatlah repot padahal tidak ada siapapun dan apapun yang akan mereka kerjakan hanya melangkah dan mempersiapkan mental, ini bukan apa-apa namun hanya karena keteledoran dari Rachel dan teman-teman yang lainnya membuah mereka bisa melakukan semuanya seperti ini. Malam telah menjadi malam, yaitu malam terahkir mereka berada di kota yang masih beda udaranya di desa nanti, puncak gunung bahkan benar-benar membuat mereka merasakan hawa yang sebenarnya dan tidak ada kata dusta di dalamnya ini bahkan akan membuat dia terasa lebih hangat lagi setelah berada di atas puncak waw ini akan membuat healing terbaik bagi mereka. Tiba-tiba terdengar percakapan antara Samanta dengan orang yang berada di seberang sana melalui telepon genggam itu dia membuatnya terasa lebih hidup dan hampir membuat kecewa empat orang temannya yang tadi membaca novel dan menggeser layar ponsel kali ini berhenti hanya karena Samanta dengan suaranya. "Apa? kenapa tiba-tiba ibu mengatakan seperti itu?" Samantha seperti berteriak histeris sangat. "Ada apa ini?" Rachel berdiri dari posisi badan dia yang telungkup. "Tidak tahu, tetapi ini kan juga mengetahui bahwa sebenarnya kami pergi karena sudah memikirkan ini matang-matang dan bahkan kami juga sama sekali tidak membawa lelaki jadi izinkan kami pergi dengan teman-teman kami Bu," ucap nya dengan nada yang memelas. "Tidak, tetapi ini terlalu berbahaya untuk anak gadis seperti kalian berkeliaran di tengah hutan," ucapnya dan mencoba untuk menahan Samantha beserta teman-temannya Tiba-tiba ponselnya terasa melayang dari tangannya dia juga heran kenapa harus seperti itu, tetapi Samantha yakin ketika Rachel menangkap ponsel dari tangannya itu pertanda agar dia bisa merasakan kedamaian dengan bantuan teman. "Hai ibu, sepertinya Samantha berbohong lagi kepada Ibu, bayangkan saja sekarang ini kami sudah berada di tengah hutan dan kami akan sampai setengah jam lagi, Bagaimana respon ibu?" tanyanya dengan lantang sehingga ketiga orang itu menutup mulut menahan tawa. "Benarkah? Samantha dasar anak pembohong bisa-bisanya anda seperti itu," ucapnya dan kembali menatap ke depan dengan tatapan horor. Seandainya waktu bisa di ulang maka ibu Samantha akan datang lebih awal untuk mencegah semua itu, dia bahkan tidak mampu berkata apa-apa lagi hingga akhirnya memilih diam mungkin akan menjadi konsekuensinya. Dia mematikan ponselnya dan di seberang sana mereka berempat berinjak di atas ranjang karena saking girangnya mereka bahkan tidak tahu harus mengatakan apa-apa lagi, tidak apa-apa berbohong sesekali kepada ibu yang penting berbohong itu untuk hal yang baik. Dia menatap ke depan, kali ini sebelum pergi lebih jauh mereka menonton televisi dan lebih tepatnya mereka menonton film lima cm sebenarnya ini cukup rumit bukan? karena tidak ada waktu tanpa bersama teman bagaimana nanti kalau mereka saling marahan atau terjadi sesuatu seperti yang lain dan sepertinya ini akan membuat satu kenyataan di atas dimensi lapangan yang berbeda-beda. "Apakah yang kalian takutkan? ini hanyalah cerita romansa berbalut dengan Dian yang gendut dan rakus, lantas mengapa kalian menutup mata?" rengek Samantha saat dia menoleh ke belakang dan terdengar saat itu nada-nada yang tidak diinginkan. Yah hanya ada suara menjerit dan juga menutup mata, mental mereka rasanya sangatlah lemah lantas apa yang perlu mereka katakan? terdiam di balik batu atau masih menutup segala kemungkinan yang mungkin akan terjadi dan layak juga di sebut jika dia bukan seperti biasa lantas apakah Samantah harus menerima semua kekurangan dan ketidakwajaran dari semua teman-temannya ini? "Tidak tetapi lihatlah mereka bisa naik ke puncak gunung yang paling tinggi pada hati yang istimewa di dalam Indonesia ini," rengek wanita yang paling pinggir dengan sudut mata yang sudah keram. "Iya saya juga terharu untuk kisah cinta mereka yang sangat dalam, mengapa aku jadi seperti ini rasanya aku mulai bawang," ucapnya dan benar saja menangis. Saat itu Rachel dan Samantha menatap satu sama lain dengan tujuan untuk mengatakan apa yang terjadi dan benar saja Samantha mengira bahwa Rachel adalah salah satunya orang yang tidak akan pernah menangis hanya karena kejadian kecil seperti ini namun dia yakin kalau Rachel kali ini tidak akan seperti yang dia bayangkan. "Astaga kenapa aku mewek seperti ini sayang?" rengek Rachel dan dia memeluk lebih erat Samantha yang tidak tahu harus mengatakan apa-apa. "Tuhan, kuatkan lah aku hanya karena mereka bukan karena emosi yang aku redam sedari tadi," mencoba tersenyum sambil menerima pelukan itu adalah moment persahabatan yang paling indah. Film 5 cm meter dan sudah berahkir dengan kisah cinta mereka berempat menahan napas saat sedari tadi hanya menonton film itu rasanya tidak ada dua dan tidak ada suara yang tidak diinginkan saat menonton ini, mereka menatap satu sama lain dan menarik selimut ke atas kepalanya dan menutup mata. Yah memutuskan untuk tidur dikarenakan ini masih jam sepuluh malam maka mereka akan berangkat jam tiga subuh ini akan membuat nyali mereka semakin besar dan tinggi pula, maka dari itu mereka harus segera mempersiapkan mental yang sebaik-baiknya. "Apakah yang kamu lakukan? kenapa belum tidur juga? buang saja ponselmu ke luar." Samantha tidak sengaja terbangun dari tidur bayi la matanya tidak nyenyak entahlah dia juga bingung kenapa bisa seperti ini, namun ada satu temannya yang memainkan ponsel padahal ini sudah jam dua belas tepat dan si wanita menunjukkan ponselnya kepada Samantha dengan terkejut bila mata Samantha juga tak heran menatap layar ponsel itu. Google itu membuat semuanya merasa tidak yakin, entahlah untuk kali ini dia merasa ini bukan lagi hal yang main-main. "Apakah ini benar Samantha?" tanyanya dengan bola mata yang tak kalah lesuh. "Tidak mendapatkan izin dari kedua orang tua bukan berarti kisah kita akan se tragis dan se bodoh itu bukan?" Demi menguatkan mental dari wanita itu dia membuat semua suasana berjalan lebih antusias lagi, dia meyakinkan sahabatnya bahwa mitos-mitos seperti itu bahkan tidak perlu untuk hal seperti ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD