Berbagai fikiran jelek tentang Mas Huda melintas dibenakku. Apakah benar suamiku berselingkuh dan siapa wanita idaman lainnya itu? Atau kah mungkin suamiku punya pekerjaaan lain diluar sana yang tidak kuketahui, dan bisa menghasilkan semua ini?
Ceklekk...
Terdengar suara pintu kamar mandi dibuka, aku pun buru buru menaruh kembali dompet tersebut ke tempatnya. Nota hotel yang ada di dompet itu sempat kuambil dan ku letakkkan di bawah sprei, siapa tahu berharga suatu saat nanti.
Mungkin tindakanku ini terdengar bodoh, mengapa harus mengambilnya, kenapa tidak di foto saja. Karena aku lebih suka bukti fisik, yang lebih riil. Menurutku Mas Huda pun tak mungkin menanyakannya kepadaku, karena yang ku tahu suamiku itu seorang pelupa, seandainya ingat pun, tak mungkin dia akan menanyakan padaku, karena sama saja dong dengan bunuh diri.
Malam itu kami hanya menghabiskan waktu di villa saja tanpa pergi kemanapun, menikmati kebersamaan ini sambil melihat lampu lampu rumah warga dari atas sini yang terlihat berkelap kelip, seperti kunang kunang, karena memang villa kami terletak diatas bukit. Makan malam pun kami delivery saja.
Sungguh aku menikmati malam itu, meski semua yang dilakukan oleh Mas Huda adalah kebohongan belaka, namun aku menikmatinya. Menikmati apa yang selama aku menikah ini belum pernah kurasakan. Doaku semoga aku segera mendapatkan momongan, siapa tahu dengan kehamilanku suamiku bisa berubah.
***** *****
"Iya Ma," gumam suamiku dalam tidur sambil tersenyum, saat aku berdoa setelah shalat subuh disampingnya.
"Bangun Mas, subuhan dulu gih, ntar keburu habis waktunya," kataku sambil mengusap tanganya.
Sebenarnya selama ini, aku tak pernah melihat suamiku menjalankan shalat, namun pagi ini aku akan tetap membangunkannya, sekalian mau menanyakan apa yang tadi diigaukannya.
"Eh iya Dek," katanya langsung bangun menuju kamar mandi dan melaksanakan shalat subuh, aku hanya bengong melihat apa yang dilakukannya.
Kenapa dia jadi seperti ini, bagian dari sandiwaranya ataukah memang dia mendapat hidayah? Ah sudahlah yang penting aku bahagia dia mau shalat subuh pagi ini. Segera ku cium punggung tanggannya, saat dia selesai shalat.
"Maaf ya Dek, kalau selama ini, Mas tak pernah mengajakmu shalat berjamaah dan belum bisa menjadi imam yang baik untukmu. Namun aku akan berusaha Dek, menjadi suami yang terbaik untukmu," katanya sambil mencium dahiku.
"Amiiin ya Allah," kataku.
Semoga semua menjadi kenyataan ya Allah, bukankah semua ucapan itu doa, aku ingin selamanya Mas Huda lah yang menjadi imamku, aku ingin menikah hanya sekali seumur hidup. Aku yakin aku bisa melewati semua ujian ini, dan Insyaallah Mas Huda suatu saat nanti, benar benar akan menjadi imam yang baik untukku.
Waktu yang tinggal sebentar disini ini, tak ingin kulewati dengan perdebatan. Biarlah inu menjadu moment yang tak terlupakan untukku. Rasanya saat ini kami seperti sepasang pengantin baru saja.
Pagi itu hanya kami habiskan di dalam villa saja melanjutkan kembali merajut kemesraan. Hingga pukul sembilan kami pun harus pulang. Karena nanti pukul tiga, Mas Huda harus kembali bekerja. Aku pun membeli berbagai macam oleh oleh khas kota ini, untuk dibagikan ke tetanggga nantinya.
"Dek, bagaimana kabar tambak tambakmu Dek?" tanya Mas Huda saat kami dalam perjalanan pulang.
"Alhamdulillah lancar Mas, hasil panen lalu sangat memuaskan, dan semoga panen bulan depan pun sama memuaskannya,"
"Wah alhamdulillah kalau begitu. Semoga usahamu semakin maju ya,"
"Amiiin ya Allah," jawabku sambil tersenyum.
Aku memang memiliki enam tambak bandeng, peninggalan almarhum Bapak, yang letaknya agak sedikit jauh dari rumahku. Namun Mas Huda tak tahu, kalau sekarang tambak ku itu sudah bertambah menjadi sepuluh tambak bandeng, dan aku memiliki tiga buah tambak udang juga. Semua usahaku itu kuserahkan pada karyawan ke percayaan Bapak dulu, Pak Giyo, hanya seminggu sekali aku akan kesana dan melihat perkembangannya.
Uang hasil panen, kugunakan untuk keperluan sehari hariku, dan untuk makam kami berdua, karena memang Mas Huda selama ini tak pernah memberikan uang sepeserpun. Namun aku pun tak pernah memintanya memang, karena aku pun masih bisa menghasilkan uang sendiri.
Laba dari hasil panen semua ku investasikan di Bank untuk masa depan anak anakku nanti, dan setiap hari aku hanya hidup sederhana saja. Seperti yang diajarkan oleh Bapakku dulu. Rata rata warga di kampungku dan sekitarnya memang bermata pencaharian di bidang perikanan atau pertambakan.
"Mas, apa sih tanggapanmu tentang lingerie?" tanyaku tiba tiba, dan Mas Huda pun langsung menoleh kearahku.
"Eh, kenapa kamu tanya tentang lingerie? Apa kamu masih kepikiran tentang foto profil si Tukijo?" katanya sambil tersenyum, namun ku rasa ada sedikit kekhawatiran di sana.
"Ya enggak sih, cuma nanya saja. Kalau kamu suka dengan pakaian yang seperti itu, aku akan coba membelinya Mas, dan hanya spesial untukmu, hehehehe,"
"Hadewe kebiasaan kamu ini aneh aneh saja Dek. Aku tuh cinta dan nerima kamu apa adanya. Nggak usah pakai lingeri lingerian aku sudah klepek klepek kok sama kamu," katanya sambil mengerling.
Andai saja yang kamu katakan barusan ini benar, sungguh betapa bahagianya aku Mas.
"Hah gombal kamu itu Mas. Emangnya berapa sih Mas harga satu potong pakaian itu? Pasti murah kan? Secara cuma sepotong kain kecil saja kan," tanyaku selalu pura pura bloon.
"Jangan salah kamu Dek, justru harganya lebih mahal dari pakaian pakaian biasa. Tergantung juga sih dari kain yang digunakan, dan model tentunya. Harganya sih paling murah itu ya sekitar lima puluh ribuan," penjelasannya lancar sekali, mungkin dia tak tahu sedang kujebak.
"Wah mahal banget ya Mas. Model yang gimana sih Mas yang harganya mahal. Pasti modelnya kan cuma sepasang Bra dan celana dalam saja kan, hanya corak dan motif kainnya yang beda mungkin,"
"Ya enggak lah. Model lingerie itu macam macam dek, semakin menantang modelnya, harganya ya makin mahallah. Ada juga lingerie untuk bermain peran, seperti karakter wanita super hero yang seksi misalnya, harganya bisa sampai ratusan ribu lho. Karena model itu, membawa sensasi berbeda bagi pasangannya,"
"Wah kamu hebat banget deh Mas, dalam dunia per-lingerian, sepertinya kamu sudah berpengalaman banget deh," kataku yang membuatnya langsung terlihat gugup dan membenarkan posisi duduknya.
"Eh, ya nggak juga lah Dek. Mas kan dapat info seperti itu dari si Tukijo. Secara dia kan selingkuh nih Dek, dan dia dengan kekasih gelapnya itu sangat senang berpetualang, dan dia sering menceritakan pengalaman pengalaman itu padaku. Jadi sedikit banyak aku mengerti tentang hal hal begitu, hahaha," katanya tanpa menoleh kearahku.
"Yang selingkuh Tukijo atau kamu sih Mas sebenarnya?"
"Ya ampun Dek, masak kamu masih tidak percaya padaku setelah semua yang kita lakukan dari kemarin. Aku tidak pernah aneh aneh dibelakangmu kok Dek. Cuma kamu wanita dalam hidupku," katanya sambil memegang tanganku.
"Terus siapa yang tadi pagi kamu panggil "Mama" saat kamu mengigau tadi pagi Mas?"
Pertanyaan ku ini sepertinya membuatnya kaget, dan langsung mengangkat tanganya dari tanganku. Kenapa sekaget itu kalau tak ada yang disembunyikan???