Episode 9

1048 Words
Kau Anggap Apa Aku Ini, Mas? Terus siapa yang tadi pagi kamu panggil "Mama" "saat kamu mengigau tadi pagi Mas?" Pertanyaan ku ini sepertinya membuatnya kaget, dan langsung mengangkat tanganya dari tanganku. Kenapa sekaget itu kalau tak ada yang disembunyikan??? "Mama? Mama apa sih Dek?" Katanya masih berusaha mengelak. "Ya Mama yang kamu panggil saat mengigau tadi Mas. Kamu menyebutnya sambil tersenyum bahagia kok," kataku jengkel. "Mas, tak ingat ah Dek. Mungkin tadi aku lagi mimpi saja. Aku lupa Dek. Biasa kan kalau orang mimpi atau mengigau itu tak ingat lagi dengan yang diimpikannya saat tidur. Dulu aja pernah saat kamu tidur menyebut nama laki laki kok, tapi ya aku biasa saja kan, toh namanya juga orang mimpi. Bisa jadi kan sebelum tidur nonton televisi atau lagi baca buku, trus kebawa deh tokoh tokoh itu ke dalam mimpi. Simple aja lah Dek, kalau mikir itu, nggak usah terlalu neko neko. Aku juga kan nggk bisa mengontrol siapa saja yang nggak boleh masuk ke alam mimpiku, hehehe," katanya panjang lebar. "Ya sudahlah, mungkin yang kamu katakan itu benar. Semoga saja itu benar benar bunga mimpi. Aku percaya kok kamu suami yang nggak neko neko Mas," kataku kemudian sambil tersenyum manis. Tak apa kan mengalah untuk menang. Lagian aku tak ingin berdebat lagi saat ini, toh cuma masalah igauan saja kok, aku butuh bukti yang lebih nyata. Dan aku pasti akan mendapatkannya. Delapan bulan hidup dengan Mas Huda ternyata banyak sekali rahasia yang di sembunyikannya dariku. Dan kenapa baru sekarang aku ingin mengetahui siapa sebenarnya sosok laki laki yang menikah denganku karena perjodohan itu. Mungkin jika aku tak menemukan sabun imut itu, aku masih saja tetap percaya bahwa Mas Huda adalah suami yang setia. ***** ***** "Dek aku berangkat kerja dulu ya. Hati hati di rumah," katanya sambil menyalakan mobil. "Loh kok pakai mobil? Katanya mobil rental?" kataku sambil menyapu halaman siang itu. "Ya nanti sekalian lah, tuker pas mau berangkat kerja. Jadi nggak bolak balik." katanya sambil berlalu pergi. Aku pun memberikan oleh oleh yang tadi kubelu kepada para tetangga, meski di depan rumahku hanya kebun kosong dan lapangan bola, namun samping kanan dan kiri aku punya tetangga. Namun jarang sekali aku ikut kumpul kumpul bersama mereka, aku lebih suka di rumah, bersih bersih, memasak dan mencoba aneka menu baru, serta berkebun. Sejak kecil aku memang jarang sekali keluar, jadi Bapak membuatkanku kolam ikan kecil dan perkebunan mini di belakang, banyak sekali tabulampot, tanaman hias dan aneka sayur mayur hidroponik. Aku bisa lupa waktu jika sedang berada di kebun belakang. Hasil dari kebunku ini tak pernah aku jual, namun saat panen, aku selalu memanggil pak Giyo dan memintanya membagikan kepada karyawan tambakku. Sepuluh bungkus buah tangan dalam plastik sedang, berisi satu kilo apel malang, strawberry segar, tiga macam keripik buah serta ketela madu khas malang, pun aku bagikan kepada tetanggaku. Aku membawa empat plastik ke tetangga kiri rumahku. Rumah yang berpagar dan sebagian penghuninya bekerja, membuat kawasan kiri rumahku lebih sepi, tak ada warga yang bergerombol, sangat kontras dengan sebelah kanan rumahku. Kemudian aku membawa enam plastik sisanya ke sebelah kanan rumahku, seperti yang kubilang tadi, ibu ibu sebelah kanan rumahku sangat senang sekali berkumpul, untuk apalagi kalau bukan untuk bergosip. Dan saat itu tepat di rumah Bu Dewi, yang rumahnya menempel dengan pagar rumahku sebelah kanan, sedang berkumpul keenam tetanggaku itu. Kebetulan Bu Dewi berjualan rujak dan aneka es di depan rumahnya itu. "Eh, Mbak Widya, tumben tumbenan nih keluar rumah. Mau borong rujak ya," sapa Bu Dewi saat melihatku datang. "Nggak Bu, saya mau bagiin ini, ada sedikit oleh oleh dari Malang. Kebetulan kan Ibu ibu ada disini, sekalian saja ya," kataku sambil membagikan plastik itu "Wah habis dari Malang sambil mencoba mobil baru ya Mbak,?" kata Bu Fatma tiba tiba saat aku ingin beranjak pergi. "Mobil baru? Oh yang merah itu? Itu kan mobil rental Bu. Mobil saya ya tetap yang dulu Bu, sedan butut peninggalan Bapak, hehehe," kataku sambil nyengir. "Ah Mbak Widya ini selalu suka merendah deh. Kami ikut senang loh, asal jangan lupa sawerannya," timpal Bu Tatik, yang dijawab kata 'iya' serentak oleh ibi ibu yang lain. "Beneran Bu, itu kemarin mobil dapat ngerental dari temannya Mas Huda kok. Doain saja saya cepat bisa beli mobil baru ya Bu, janji deh nanti kalau saya bisa beli mobil baru, ibu ibu akan saya ajak jalan jalan ke kota Malang," "Iya Mbak, kami doain ya, semoga cepet kebeli itu mobil baru, nanti kalau ngajak kita jalan jalan jangan lupa di jajanin sekalian ya, hehehe. Gimana mau rujak nggak neh?". "Iya deh Bu, satu bungkus saja ya, pake cabe lima biar nampol, hehehe," . Akhirnya aku pun memesan rujak juga disini, tak enak pula kan dari tadi sudah ditawarin melulu masak nggak beli. "Oh iya Mbak Wid, Mas Huda sekarang sudah tidak bekerja di rumah sakit lagi ya?," Bu Jannah tiba tiba bertanya, yang pertanyaanya menurutku tak masuk akal sih. "Masih tetap kok Bu, setiap hari juga dia berangkat kerja kok. Kenapa kok Bu Jannah bertanya seperti itu?" tanyaku balik sambil tersenyum kepadanya. "Iya Mbak, dua minggu yang lalu kan Bude ku sakit dan dirawat di Rumah Sakit Rajawali, dua hari aku nginep disana, nggak nemuin Mas Huda lho. Bener kan kerjanya Mas Huda itu disana Mbak?" "Iya bener banget Bu. Apa mungkin Bu Jannah pas ke rumah sakit beda shift dengan suami saya ya Bu. Kan shift nya dibagi menjadu tiga to Bu perawat disana itu," kataku masih tersenyum ramah. "Ya ampun Mbak Wid, aku lo sampai tanya sama perawat disana juga, sampai dua orang loh yang kutanyai. Katanya Mas Huda itu sudah nggak bekerja lagi disana, sudah dua bulanan katanya," ucapan Bu Jannah ini sontak membuatku kaget. Aku hanya bisa nyengir dengan perkataan Bu Jannah tadi, lalu langsung pergi dan pura pura sakit perut, kebetulan juga rujak pesananku sudah siap dan dibungkus rapi, segera kuletakkan uang dua puluh ribuan sambil berlari menuju ke rumah kembali. "Mbak Wid, kembaliannya banyak ini loh!" Teriak Bu Dewi. "Ambil saja buat Ibu, nggak kuat nih perutku mules banget," jawabku sambil berlari dan segera ku tutup kembali pintu gerbang rumahku. Kenyataan apalagi ini Mas, begitu banyak hal yang kamu sembunyikan dariku. Pasti mereka semua saat ini sedang mempergunjingkan ku, istri macam apa aku ini, sampai berita seperti itu saja aku tak tahu. Lalu kau anggap apa aku ini Mas?.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD