Makan Malam

441 Words
Waktu menunjukan pukul tujuh malam. Setelah berkutat selama hampir satu jam di dapur akhirnya makanan yang Arina masak bersama Bi Minah pun telah tersaji di meja makan. Rencananya malam ini ia akan makan malam bersama kakak dan ayahnya. Flashback Arina baru saja pulang dari kampus. Sekarang ia sedang berada di kamar Bi Minah. Selain menceritakan kegiatannya yang hari ini, tak lupa Arina menceritakan tentang dirinya yang akan dijodohkan . "Bibi yakin, ayahmu pasti ingin memberikan yang terbaik untukmu sapai beliau repot-repot menyiapkan jodoh untukmu," ucap Bi Minahmeyakinkan. "Ayahmu sebenarnya peduli, mungkin saat ini egonya masih tinggi sehingga beliau belum bisa menerimamu," Sambungnya. "Kangen mereka," lirih Arina. "Gimana kalau nanti malam kamu ajak mereka makan bersama," ucap Bi Minah memberikan saran. "Aku kan udah sering coba bi, tetep aja hasilnya nihil." "Coba lagi dong, siapa tau kali ini berhasil," Bi Minah menarik Arina kedalam pelukannya, "kamu nggak boleh nyerah dong, Bibi yakin mereka hanya butuh waktu untuk bisa menerimamu," lanjutnya. "Kamu berhak bahagia sayang," ucap Bi Minah dalam hati. "Apa delapan belas tahun nggak cukup buat mereka nerima aku Bi?" Ucap Arina yang mulai menagis di pelukan Bi Minah. Bi Minah mengeratkan pelukannya, menyalurkan kekuatan yang ia punya untuk anak majikan yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri tersebut. Tanpa Arina ketahui darah telah mengalir di hidung Bi Minah. Beliau dengan sigap mengelap darah tersebut. Bi Minah melepaskan pelukannya kemudian menghapus air mata yang mengalir di wajah Arina. "Udah ah nangisnya, gimana kalau sekarang kita mulai masak," ucap Bi Minah yang di jawab anggukan oleh Arina. Flashback Off "Semoga mereka suka," guman Arina, setelah itu ia menunggu kepulangan kakak dan papanya. 1 jam.. 2 jam.. 3 jam.. "Kok mereka belum pulang juga ya," lirihnya. Tak lama kemudian kakaknya datang masih dengan setelan kantornya. Arina segera menghampirinya. "Kak ayah mana? kita makan malam bareng ya, aku-"  "Gue udah makan, ayah tadi berangkat ke Milan," Raka berlalu menuju kamarnya. Sebelum Raka membuka knop pintu tiba tiba ada yang menarik tangannya dan itu adalah Arina. "Sampai kapan kalian akan membenciku? Apa delapan belas tahun gak cukup untuk kalian menerima aku?" Tanya Arina dengan air mata yang terus mengalir di wajahnya. Raka menghempaskan tangan Arina yang menahan tangannya, "apa lo pikir setelah gue dan ayah nerima lo terus mama bisa kembali gitu?! Lo tau kan mama pergi gara gara lo, jadi nggak usah berharap buat bisa diterima di keluarga ini!" Raka memasuki kamarnya kemudian menutup pintunya dengan emosi. Sedangkan ditempatnya, Tubuh Arina luruh ke lantai, ia menumpahkan semua masalah melalui tangisnya. Tanpa mereka ketahui, sedari tadi Bi Minah telah menyaksikan kejadian tersebut. "Ya Allah, ia berhak bahagia," lirih Bi Minah yang baru saja melaksanakan shalat tahajud.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD