bc

Catatan Kenangan

book_age16+
410
FOLLOW
1.4K
READ
second chance
arrogant
drama
sweet
mystery
ambitious
multi-character
multiverse
realistic earth
slice of life
like
intro-logo
Blurb

* DiANGKAT DARI KISAH NYATA! (16+)

Terkadang kita harus menangis berkali kali untuk tahu betapa berartinya sebuah senyuman.

Cerita cinta tak selamanya tentang keindahan, Cinta mengajarkan kita bahwa tidak ada yang lebih setia selain kematian. Ya, Diana yang begitu lugu menyangka Zayn adalah pangeran yang tuhan kirim untuk mencintai dirinya selamanya rupanya adalah iblis yang memporak porandakan kehidupan Diana lalu meninggalkannya begitu saja, menyisakan luka yang mungkin membuat gadis malang itu tidak percaya akan adanya cinta di dunia. Ketika Diana berusaha mengakhiri hidup yang pedih, seseorang kembali datang merangkulnya. Seseorang yang tak lain juga iblis berwujud malaikat dan mungkin bisa menghancurkan hidup Diana yang sudah retak. Ia mungkin mencintai Diana dengan tulus tapi siapa dirinya sebenarnya justru akan membuat Diana merasakan kepedihan yang melebihi kematian.

Inilah catatan harian seorang gadis sederhana yang hanya mencoba percaya pada cinta.

Namaku Diana Safana, dan inilah catatan harianku, ini bukan hanya sekedar cerita. Tapi nyata yang memeluk siksa. Maukah kalian mempercayai jika cinta itu benar benar ada saat membaca cerita ini?

Aku akan membuat kalian mengerti apa itu arti dari kata " Ketulusan " ~ Diana Safana

chap-preview
Free preview
Iblis Berkuda Putih
Ketika kehidupan menjadi waktu paling membosankan bagimu Ketika tawa menjadi ilusi yang tak berarti Ketika kau tenggelam dalam lukamu Dalam sedihmu… Semua kenangan seolah menjadi bayang- bayang Penyesalan?? Semua kesalahan…. Pernahkah kau berfikir… mungkinkah masa depanmu akan jadi lebih indah? Andai saja kau tidak terjebak dengan arus waktu yang menyesatkan yang disebut dengan " Cinta " “ Dianaaa!!!" Teriakan itu kembali melengking keras ditelinganya, berulang kesekian kali. Merebahkan ingatan dan kenangannya terbang kemasa lalu. Air mata yang jatuh untuk kesekian kalinya, rambut panjang yang terurai lembut menari bersama hembusan angin, serta gaun yang sama dengan yang kemarin dia kenakan. Ya, ia seorang gadis yang terlihat hancur. Tubuhnya sempoyongan bagai raga tak berjiwa dan tatapannya kosong. Ia menatap hamparan lautan lepas bagai kobaran harapan yang ingin merangkulnya. “ Iya, aku tau cara mengakhiri semua ini ! Aku tau!" Gumamnya perih dengan air mata yang menganak sungai di pipi. Lalu… “ Dianaaa!!" Tubuh itu terhempas terjun bersama nada indah kematian yang berbaring ditelinganya, tak ada rasa takut, matanya masih tetap terpejam seolah menikmati hantaman keras air laut ditubuhnya. Menikmati lanjutan irama penyesalan yang berselimutkan kafan. Ia memutuskan untuk mengakhiri derita dengan menutup kisah hidupnya. Tragis bukan? “ Jiwaku sudah lama mati, aku hanya punya tubuh untuk kubunuh! Keluhnya damai dalam senyum yang lekang. Apa sebenarnya yang menimpa gadis ini? -----*-----*------ Flash Back 2 tahun yang lalu... Senja di dua tahun yang lalu, di mana matahari masih terasa hangat sinarnya, hari yang jauh lebih indah dari pada waktu yang berdiam di sini sekarang, udara hangat berhembus lembut di tepian pantai yang terpampang bersih, serta pemandangan yang begitu damai. Suasana pesisir yang selalu tampak damai dan lepas. Ditengah suasana yang begitu santai seorang gadis kecil tampak berlari menyusuri pantai dengan seutas benang layangan di tangannya, air mata terus meleleh jatuh sementara matanya seolah mencari seseorang untuk mengadu. Ia terus berlari hingga tatapannya berlabuh pada sosok gadis remaja yang tengah duduk di atas batu karang. Gadis berambut panjang dengan sebuah gitar di tangannya, sayup sayup terdengar lembut melodi yang dia mainkan. Senyum mulai tersungging di bibir mungil gadis kecil itu, ia telah menemukan apa yang dicarinya. “ Diana!!!" Teriak si kecil sambil menyeka air mata berlari ke arah melodi itu dimainkan. “ Jane?" Gadis bernama Diana itu menghentikan melodinya. Ia mengulas senyum, senyum yang begitu manis, seperti yang biasa terurai. Sejenak ia menghela napas, menatap lembut ke arah gadis kecil bernama Jane yang berlari terengah-engah ke hadapannya. " Diana, layanganku putus, padahal kau baru membelikannya kemarin, maafkan aku!" Wajah kecil itu kembali tertunduk diliputi rasa bersalah. Mendengar itu, Diana tersenyum kemudian perlahan membelai lembut dan mengangkat wajah kecil Jane agar menatapnya " Sudaah jangan menangis! Itu kan Cuma layangan. Sayang sekali air matamu yang begitu berharga menangis hanya untuk sebuah layangan, tersenyumlah mari kita beli lagi!" Senyumnya manis " Kau tidak marah?" Keceriaan terpancar di wajah Jane, Diana menggeleng lembut. " Kenapa aku harus marah?" Jawabnya begitu tenang " Kau mau membelikannya lagi? Untukku?" Tanya Jane kegirangan. Diana berdiri kemudian memegang lengan gadis kecil itu. " Ayo kita beli bersama!" Ajaknya. Jane mengangguk senang. Itulah Diana Safana 2 tahun yang lalu. Ia adalah sosok gadis lembut, periang dan dikenal dengan kebaikan hatinya, si peri yang begitu disukai semua orang disekelilingnya. Gadis itu tinggal di pesisir pantai, di dalam sebuah rumah kecil terbuat dari kayu yang sudah tampak lapuk bersama nenek kesayangannya. Gadis yang tak pernah mengenal sosok ibunya, dan ayahnya meninggal ketika dia masih kecil sekali. Bahkan bayangan keduanyapun sudah sirna dalam kenangan, setidaknya itulah yang selalu dia dengar dari neneknya. Ya, kehidupan sederhana yang dia jalani selama ini. Selalu dia syukuri, tidak pernah sekalipun gadis berwajah cantik itu mengeluh, bahkan dia menjadi lebih kuat setiap harinya. Sama seperti gadis lainnya, Diana memiliki impian yang indah untuk masa depannya. Setiap kali melihat wajah letih neneknya yang bersusah payah menjadi buruh cuci demi membiayayainya sekolahnya, Diana berjanji akan menjadi wanita yang kuat dan berhasil di masa depan. Dan ini adalah kisah tentang kehidupannya. Kenangan dari gadis manis yang meletakkan seluruh kepercayaannya pada cinta. Lalu hancur karna serpihan kepercayaan yang ternoda. Ya, ia adalah " Diana Safana " ----*----*----*---- " Dianaa!" Suara serak memanggilnya ketika dia sedang asyik memilah milih layangan yang akan dibelikannya untuk Jane. " Malika? Sedang apa kau di sini?" Tanyanya lembut saat melihat sahabatnya tampak berjalan ke arahnya " Loh harusnya aku yang nanya, kau sedang apa di sini?" Senyum Gadis berambut sebahu menghampirinya. Diana hanya menjawabnya dengan senyuman memandang ke arah Jane. " Oh iya, tadi ada yang menanyakanmu padaku, kau ingat kakak kelas kita? Alif?" Tanya Malika penuh semangat. " Hmm kenapa?" " Dia sepertinya menyukaimu di." Senyum Malika menggoda. Sebaliknya, Diana menatap Malika tanpa ekspresi yang berarti. " Sudahlah, kan sudah aku bilang, aku gak mau bahas itu dulu, aku gak mau pacaran Lika." Tolak Diana seakan tidak perduli " Loh kenapa? Sayang lo di, dia itu baik, ganteng, pintar lagi. Kenapa sih kamu gak mau sekali saja have fun? Jangan seperti orang kuno gitu ah, kamu kan cantik." Omel Malika untuk kesekian kalinya. Mendengar itu, Diana hanya tersenyum " Bukan dengan pacaran caranya mendapat kebahagiaan sayangku Malia, tapi dengan mendapat pasangan yang benar- benar tepat kelak. Sudah ah.. aku gak mau membahasnya lagi. Males." Tutur Diana menghela napas " Oh ya sudahlah, terserah! Dasar kuno. Dikasih enak malah gak mau, ck." Malika hanya tersenyum mendapati sikap sahabatnya yang tidak pernah berubah dari dulu. Tapi mungkinkah sikap itu akan bertahan selamanya? Mungkinkah gadis itu mendapatkan mimpi indah seperti yang ia harapkan di masa depan? Jauh dalam hening... " Diana kita pulang yuk!" Ajak Jane setelah mendapatkan sebuah layangan indah di tangannya. " Aku pulang dulu ya Lika." Pamit Diana seraya mengusap pundak sahabatnya itu. Malika hanya menjawab dengan anggukan dan senyuman manis, melepas sahabat sejak kecilnya itu pergi. " Huft kapan dia berubah? Kalau begini terus bisa jadi perawan tua dia." Gumam Malika Matahari hampir lelap diperaduan saat Diana berjalan pulang menuju gubuknya. Wajah cantiknya tampak mempesona dibalur cahaya senja yang ranum. Rambut panjangnya menari bersama angin sepoi, kehidupan begitu tenang baginya. Hingga, takdir itupun datang Saat hampir tiba di rumahnya, Diana tak sengaja melihat sesuatu. Pandangannya beralih pada sebuah jalan kecil tak jauh dari tempatnya berdiri. Jalan yang hanya berjarak beberapa meter dari sana, namun jalan itu juga yang akan membuka takdirnya menjadi lebih jauh lagi. Terlihat sebuah mobil Jeb di sana. " Mobil? Di sana? Ah mungkin pengemudinya sedang dalam kesulitan. Kenapa ada mobil di pesisir pantai begini, apalagi sudah larut." Pikirnya kemudian melangkah ke arah mobil itu. Seharusnya Diana hanya cukup melihat saja, karna terkadang, takdir menjadi maut yang mematikan. Benar saja, tampak seorang pemuda menggerutu sambil melihat lihat mesin mobil berukuran besar di depannya. " Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Diana sopan. Sesaat pemuda itu menoleh, pandangan yang sangat lekat menatap ke arah Diana. Dari wajah dan penampilannya terlihat jelas kalau pemuda itu bukanlah berasal dari keluarga biasa, mata yang coklat kekuningan serta kulit yang bersih terawat. Sejenak pemuda itu tersenyum menatap Diana, membuat gadis itu tertunduk malu. Bagaimana tidak, pemuda di depannya begitu rupawan, tampan dan elegant. Pastinya ia akan memandang Diana sebelah mana hanya dari penampilan luarnya saja. Diana terlihat begitu lusuh jika dibandingkan dengan dirinya. Namun, semua pikiran itu lenyap dari benak Diana saat mendengar suara pemuda itu yang begitu lembut. " Kau punya air? Sepertinya karburator mobilku membutuhkan air." Tanya pemuda itu kemudian, terdengar begitu lembut dan sopan, sangat berbeda dengan apa yang ada di dalam pikiran gadis berusia 17 tahun itu. Diana mengangkat wajahnya kemudian mengulas senyum manis. " Tunggulah sebentar! Rumahku didekat sini, aku akan mengambilkannya untukmu!" Ucapnya tulus " Ya, terimakasih, maaf merepotkanmu." Senyum pemuda itu membuat rona pipi di wajah Diana seketika merebak Entah apa yang membuat Diana begitu semangat untuk berlari menolong pemuda itu. Yang jelas, ia sangat senang, baru kali ini ia bertemu dengan orang yang baginya terlihat dari kalangan terpandang namun bersikap ramah dan lembut pada orang sepertinya. Hatinya merasa kagum. Tapi benarkah itu Cuma sekedar kagum? Beberapa saat kemudian, ia datang kembali dengan sebotol besar air di tangan " Aku harap ini cukup." Ujarnya menyodorkan botol air itu. Terlihat jelas Diana terengah-engah, keringat terlihat membasahi keningnya. Pemuda berjaket hitam itupun tersenyum kemudian mengambilnya dari tangan Diana. " Terima kasih ya, maaf sudah merepotkanmu." Ucapnya ramah. " Sama sama. Apa itu cukup membantumu?" Tanya Diana berbinar binar " Tentu, ini sangat membantu." Senyum pemuda itu manis. " Syukurlah. Kalau begitu aku pamit pulang dulu ya. Ini sudah sore, nenek pasti akan mencariku." Balas gadis berambut sepinggang itu menghela napas lega. Pemuda itu hanya mengangguk ramah membuat Diana salah tingkah. " Bye." Ujarnya melambaikan tangan kemudian melangkah pulang. Pemuda itu hanya tersenyum memandangnya pergi kemudian menghilang ditikungan jalan. " Dasar gadis yang lugu." Gumamnya sinis kemudian. Ya, raut wajah ramahnya yang tadi tiba tiba berubah dingin dan tegas " Mobil sialan! Merepotkanku saja!" Gerutunya menendang mobilnya kesal. Ia mengusap rambutnya jengah. Sementara di sana… Diana memasuki rumahnya sambil tersenyum senang. Entah apa yang membuatnya begitu merasa bahagia, seakan ada begitu banyak kupu kupu yang beterbangan di ulu hatinya. Hingga... Ia menyadari sesuatu " Ya ampun… aku lupa menanyakan namanya!" Keluhnya kesal " Nama siapa di?" Tanya neneknya yang entah sejak kapan tiba- tiba muncul di kursi bagai penampakan. Wajah cucu cantiknya itu terlihat memerah malu. " Bukan siapa- siapa nek." Jawabnya berdalih " Bukan siapa- siapa kok merah gitu wajahnya. Ucapan memang kadang bohong tapi hati tidak." Senyum wanita berusia 72 tahun itu menggoda cucu kesayangannya. Mungkinkah Diana tengah menikmati cinta pertamanya? " Ah nenek." Diana menyembunyikan wajahnya sembari memeluk tubuh renta yang amat sangat disayanginya itu. Neneknya bagi Diana adalah pengganti orang tua yang belum pernah ia lihat, alasan Diana tertawa dan bahagia, tujuan Diana hidup. Serta satu satunya pilar yang menguatkan disaat Diana rapuh. Wanita tua itu berarti segalanya baginya. Beberapa saat Diana tenggelam dalam pelukan yang begitu nyaman, sebelum tiba tiba... Tok Tok Tok terdengar suara ketukan pintu " Nenek dengar itu? Tidak biasanya ada yang mengetuk pintu sesore ini." Gumam Diana mengernyit Tok tok tok Bunyi ketukan itu berulang beberapa kali " Maaf siapa ya?" Teriak Diana hendak berdiri. Bagaimanapun ia hanya tinggal di gubuk, suara teriakannya pasti bisa di dengar oleh tamu di luar sana. Biasanya, jika itu tetangga, ia akan membalas teriakan Diana dari luar. Tapi ini tidak, tidak ada balasan. Tok tok tok Suara ketukan itu hanya terus terdengar berkali kali " Biar nenek saja yang buka." Perlahan wanita tua itu melangkah menuju pintu dan Klek Saat ia membukanya, kening tuanya mengernyit, pandangannya memicing mencoba mengenali siapa yang tengah berdiri mengulas senyum di hadapannya itu. " Assalamualaikum maaf saya mengganggu." Sapa orang itu ramah dari luar sana. Diana terhenyak sejenak mendengar suara itu, suara yang seolah terasa tidak asing ditelinganya. " Suara itu bukannya suara pemuda yang tadi?" Seru Diana langsung berdiri dan merapikan dirinya. Ya itu mirip sekali dengan suara pemuda yang tadi bertemu dengannya. Diana langsung beranjak ke arah pintu. " Waalaikum salam. Siapa ya? Sepertinya bukan orang sini? Ada perlu apa nak?" Jawab sang nenek lembut, mata tuanya melihat jeli pada sosok yang terasa asing baginya. Benar, itu memang dia. Pemuda yang tadi meminta bantuan pada Diana, tapi mengapa dia berada di sana? " Kau?" Diana menengahi. Sang nenek hanya menatap ke arah Diana heran. Mungkin wanita itu berpikir Diana mengenalnya. Oleh karena itu ia kemudian melangkah ke dalam membiarkan Diana menyambut. " Maaf ya, aku datang ke sini. Tadi aku melihat arahmu pulang." Senyum pemuda itu ramah, pandangannya begitu redup dan menenangkan. Diana mengatur napas, ia benar benar salah tingkah saat itu, seperti mendung dikala hujan. Hatinya seakan dipenuhi gemuruh. " Ada apa? Apa kau perlu bantuan?" Tanya Diana mencoba tenang. " Begini, ternyata bukan air yang dibutuhkan mobilku. Jujur aku kurang tau tentang mesin. Boleh aku meminta bantuanmu sekali lagi? Sebelumnya maaf, kita baru saling kenal dan aku sudah terlalu banyak merepotkanmu." Tanya pemuda itu dengan wajah yang begitu polos. Seakan ia benar benar pribadi yang baik " Oh mari silahkan masuk!" Ajak Diana. Pemuda itupun melangkah masuk kemudian mencium hormat tangan nenek Diana yang tengah duduk di kursinya. " Kamu berasal dari mana nak? Nenek tidak pernah melihatmu di daerah ini?" Tanya nenek Diana ketika pemuda itu duduk pada sebuah kursi kayu tak jauh darinya " Iya nek, keluarga saya baru pindah kemarin dari Jakarta, dan karena urusan kepindahan sekolah yang baru selesai hari ini jadi saya menyusul mereka, tapi mobil saya mogok di seberang jalan sana. Sepertinya saya juga kesasar karna mengikuti arah map." Tuturnya begitu sopan dan ramah. " Oh kau pindahan ya?" Tanya Diana menengahi " Begitulah." " Lalu ada apa kau ke mari?" Tanya nenek sekali lagi, Diana menangkap raut tak enak dari wajah neneknya. " Tadi Diana membantunya mengambil air nek, dia kira karburatornya mati karena kehabisan air, mungkin dia ke sini karena Cuma Diana yang dia kenal di tempat ini." Tutur Diana menjelaskan. Namun sepertinya ekspresi nenek tidak berubah sama sekali. Ia seakan tidak menyukai pemuda itu, entah dari sisi mana, orang tua selalu saja menemukan celah kekurangan yang tidak akan pernah bisa dilihat gadis seusia Diana. " Lalu kenapa ke sini? Ada yang bisa kami bantu?" Tanya nenek mulai dengan tatapan sinis " Maaf kalau saya merepotkan nenek dan Diana, saya boleh minta tolong, agar.." Belum selesai pemuda itu bicara, nenek Diana memotongnya " Kalau begitu biar Diana mengantarmu ke alamatmu, maaf ya anak muda, tapi kami tidak bisa menawarkanmu untuk menginap di sini, kami harap kamu mengerti ya. Di sini hanya ada nenek tua ini dan gadis muda, tidak baik jika kami mempersilahkanmu menginap. Diana hafal semua daerah di sini. Biarkan dia yang mengantarmu ya." Senyum nenek menawarkan. Pemuda itu menundukkan wajahnya tanda mengerti. Ia melirik Diana dengan tatapan memikat yang membuat wanita manapun pasti terpesona " Maafkan saya yang sudah merepotkan." Ucapnya seakan penuh sesal " Tidak apa apa kok. Aku senang bisa membantumu." Jawab Diana berbinar binar " Tapi setelah mengantarnya kamu harus langsung pulang ya di, gak baik kalau terlalu larut!" Pesan neneknya pada Diana. " Iya nek, pasti!" Jawab gadis itu polos. Ia kemudian bergegas menjadi menunjuk jalan bagi pemuda asing itu. -----*-----*-----* Angin berhembus semakin dingin, sedingin situasi di antara mereka berdua. Melangkah tanpa henti menyusuri jalan jalan yang mulai sepi. Hanya terdengar deburan ombak dari pantai yang berada di dekat sana sesekali memecah suasana. Entah perasaan apa itu, yang membuat Diana seolah kaku dan kelu untuk berbicara, sesekali diliriknya pemuda yang tampak tenang mengikuti langkahnya. Pemuda yang begitu elok dan sopan. " Jadi kamu gadis asli di sini ya?" Tanya pemuda itu memulai percakapan. Suaranya saja mampu membuat Diana meremang, jantungnya berdebar tak karuan. " I.. iyaa." Jawab Diana gugup. Tubuhnya terasa kaku dan tegang. Cuma sepatah itu yang terucap, dan selebihnya hanya diam dan sepi. " Ini jalan yang kau cari. Dan alamat yang kau tuju pasti di sekitar sini!" Senyum Diana menghentikan langkah. Pemuda itu tampak tersenyum senang. " Terima kasih ya, sudah merepotkanmu untuk kesekian kalinya." Ucap pemuda itu dengan wajah yang begitu manis. " Ehem." Angguk Diana menyembunyikan sorot matanya. " Oh iya, kau tidak mau ikut dan bertamu di rumahku? Aku akan mengambil motor ayah dan mengantarmu pulang." Tawar pemuda itu. " A-apa? Tidak.. tidak perlu! Aku pulang dulu, lagian rumahku tidak terlalu jauh dari sini. Bye." Senyum Diana kemudian berbalik dan bergegas melangkah menyusuri jalan yang tadi dilewatinya. Sebelum pemuda itu menyadari gurat merah di pipi Diana. " Eh tungguuu!" Panggil pemuda itu seolah magnet yang langsung membuat langkah Diana berhenti di tempat. Gadis itu menoleh pelan melihat pemuda itu tersenyum padanya. " Apakah kita bisa bertemu lagi?" Tanyanya membuat Diana berbunga bunga. " Tentu, jika kau berkenan. Kau tahu tempat tinggalku bukan?" Jawab Diana tersipu " Kau benar benar baik. Senang bisa mengenalmu." Ujar sosok itu, jelas ia tahu bagaimana caranya mengambil hari gadis polos seperti Diana " Hati hati di jalan." Tutur Diana kemudian berbalik dan melangkah riang untuk pulang. Baru kali ini ia berasa seakan terbang di awan. Inikah apa yang dimaksud Malika? Perasaan berbunga bunga tanpa alasan dan hati yang berdebar seakan menemukan tujuan? Pemuda itupun mengulas senyum melepas kepergian Diana. Menatapnya dengan penuh maksud kemudian melanjutkan perjalanan menuju rumahnya. Jika ada suatu hal yang begitu berharga Jika ada suatu hal yang begitu bermakna Hadirnya mampu membawa neraka menjadi syurga Itulah Cinta… Namun terkadang karena sangat mencintai, seseorang bisa menjadi buta Buta pada rasa, sakit dan luka. Yang ada hanyalah fatamorgana Bahkan dukapun terasa bagai nirwana. Beberapa saat kemudian... " Kau sampai juga akhirnya! Aku kira kau sudah tenggelam di laut sana." Kecam seorang wanita paruh baya ketika pemuda itu melangkah masuk ke dalam sebuah rumah besar di sudut jalan. Pemuda itu hanya tersenyum sinis menimpali kemudian melangkah mencium tangannya malas. " Bagus, rupanya kau masih ingat kalau aku ini ibumu! Sebaiknya kau jaga tingkah lakumu di sini." Tekan wanita itu menatapnya sinis. " Jangan begitu bu, jangan mulai lagi! Aku sudah bosan bertengkar denganmu setiap hari! Kau mau rumah baru kita ini serasa di neraka? Hmm?" Jawab pemuda itu dengan senyum sinis dan tatapan yang tak kalah tajam. " Bosan? Kalau bosan coba sekali saja patuhi ibu Zayn! Patuhi ibumu ini! Jangan membuatku kesal. Kau selalu saja membantah, bahkan kemarinpun kau membantah untuk mengikuti pindah bersama kami hanya karena ada janji dengan temanmu! Apa pentingnya teman teman berandalmu itu dibandingkan keluarga hah? Sampai kapan kau begini? Kau bahkan dikeluarkan dari sekolah karna bergaul dengan mereka! Ke luar masuk sel tahanan karna kasus narkotika! Kau mau aku mati muda hah. Kau..." " Sssttt diamlah bu! Jangan mengomel saat aku berbuat baik. Kau tahu aku tidak suka hal itu kan?" Potong pemuda bernama Zayn itu dengan rahang mengeras " Kau tidak suka aku mengomel tapi kau selalu saja membuat ulah." Tekan wanita itu lagi. " Ahh sudahlah, aku capek! Bilang pada pelayan untuk mengambilkan mobilku yang mati di tengah jalan! Aku mau istirahat!" Perintah Zayn. Tanpa basa basi pemuda itu melangkah masuk ke dalam sebuah ruangan dan membanting pintu keras keras " Ya Tuhan! Sabarkanlah aku!" Teriak wanita itu kesal kemudian menyenderkan tubuhnya di kursi. Ia merasa seluruh sendirinya bisa saja terlepas jika terus saja berdebat dengan Zayn. Siapa Zayn sebenarnya? Kenapa ia bisa terlihat begitu baik di hadapan Diana dan neneknya? Lalu berubah menjadi sosok yang menjengkelkan di hadapan ibunya sendiri? Apa sebenarnya tujuan pemuda itu? Apakah firasat nenek Diana benar adanya? Pemuda itu mengulas senyum kemudian merogoh ponselnya, tatapannya meruncing melihat potret seorang gadis di sana. Dan ya, ajaibnya itu potret Diana dengan seragam SMU nya. Bagaimana Zayn bisa mendapatkan foto itu? " Ternyata tidak sulit mengenalmu ya, kau juga sepertinya tertarik padaku. Hah, ini agak membosankan. Tapi kau memang cantik." Apakah ini semua memang sudah direncakan oleh Zayn?

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.3K
bc

My Secret Little Wife

read
98.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.3K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.8K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook