3. Bersama Wanita Lain

1298 Words
Meisya terbangun dari tidurnya, namun begitu ia membuka matanya dapat dilihatnya sosok Ando yang rupanya sudah siap dengan setelan kerjanya. Meisya hanya bisa membuang napas pelan, rasanya lelah jika harus kembali diingatkan bahwa sekarang weekend. Namun jika dia mengatakannya pasti mereka akan bertengkar lagi seperti semalam. Meski pertengkaran mereka tidak meledak-ledak sampai berteriak-teriak atau membanting barang di dalam rumah, namun tetap saja rasanya tidak nyaman dan canggung setelahnya. "Kamu udah mau berangkat kerja?" "Iya, nanti aku usahakan pulang cepat agar bisa keluar jalan-jalan dengan anak-anak." Meisya hanya bisa menghela napas pasrah, ia beranjak dari tempat tidur dan turun ke lantai bawah untuk membuatkan sarapan bagi Ando. Rupanya dia bangun kurang pagi, berharap semoga pria itu mau menunggunya menyiapkan sarapan sebelum berangkat kerja. "Aku berangkat kerja dulu!" "Tunggu Mas, kamu gak mau nunggu sarapan dulu?" Meisya berusaha untuk menahan Ando dengan memegang pergelangan tangannya. Ando lalu melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan sebelah kirinya sebelum menatap Meisya dengan perasaan bersalah. "Aku hanya sebentar untuk bertemu klien, tidak perlu sarapan. Kamu masak buat anak-anak saja ya." Ando lalu mengecup kening Meisya pelan sebelum berangkat kerja menaiki mobilnya, meninggalkan Meisya yang masih menatap punggungnya Ando yang semakin menjauh hingga pria itu mengendarai mobilnya dan hilang dari pandangannya. Lagi-lagi Meisya hanya bisa menghela napas panjang. Rasanya cukup lelah saat usahanya tidak pernah membuahkan hasil, pria itu juga semakin jarang makan masakan yang dia buat karena sering berangkat pagi dan pulang larut malam. Bahkan sempat tersirat kecurigaan dalam benaknya, namun ia sebisa mungkin menepiskan pemikiran tersebut karena tidak ingin menaruh curiga pada suaminya tanpa alasan yang jelas. Meski tak dipungkiri bahwa sebagai seorang istri Meisya juga takut kejadian dulu akan kembali terulang. Saat-saat ketika dia baru menikah dengan pria itu. Namun dulu Meisya masih belum menggunakan perasaanya dengan baik, berbeda dengan sekarang saat dia telah meletakkan seluruh hati dan perasaannya pada pria itu. Rasanya jauh lebih berat saat ada suatu hal yang tak terucap di antara mereka. Membiarkannya hanya terus mencoba menerka apa yang sebenarnya terjadi, tanpa tahu kebenarannya. "Mama ...," Suara pelan tak jauh darinya menyadarkan Meisya kembali dan tanpa sadar dia langsung mengusap setitik air mata yang tanpa dia sadari menetes di kedua pipinya. "Mama kenapa menangis?" Meisya hanya bisa tersenyum. Dia tidak ingin membuat anak-anaknya merasa khawatir akan dirinya, jadi dia tidak boleh menunjukkan emosinya di depan anak-anak untuk saat ini. "Mama tidak apa-apa, hanya kelilipan bulu mata yang jatuh tadi." "Mana Sakha lihat, biar Sakha tiup mata Mama biar gak perih lagi." Meisya hanya bisa tersenyum dan menundukkan badannya agar sejajar dengan tinggi Sakha dan membiarkan putra kecilnya meniup kedua matanya. "Sekarang udah gak apa-apa, makasih sayangnya Mama." Meisya tak lupa memberikan ciuman di kedua pipi Sakha dan keningnya. "Eh Mika, sini sayang. Kamu baru bangun juga?" Mika berjalan mendekat ke arah Meisya, dia lalu memeluk Meisya dalam diamnya. Mika saat ini telah berusia 10 tahun, bulan depan dia akan berusia 11 tahun. Jadi gadis kecil itu lebih paham apa yang sebenarnya terjadi pada Meisya dan apa alasan mamanya sampai menangis. "Mama jangan sedih lagi, Mika sayang sama Mama!" Sakha juga tidak mau kalah, dia ikut memeluk Meisya. Mereka bertiga saling berpelukan yang membuat Meisya merasa terharu karena setidaknya ia memiliki kedua anaknya yang sangat menggemaskan dan mendukungnya. Mereka berdualah yang membuat Meisya tetap tegar dan bertahan hingga sejauh ini. "Mama juga sayang sama kalian berdua. Nanti kita jalan-jalan sendirian aja ya." Baik Mika ataupun Sakha sama-sama menganggukkan kepala mereka serempak. Membuat Meisya merasa gemas dan mencium pipi keduanya secara bergantian hingga mereka bertiga tertawa bersama-sama. Ketiganya tampak seperti keluarga kecil yang bahagia, meski tidak ada ayah mereka di sisinya. Tak terasa sekarang sudah menjelang sore hari. Namun Ando sama sekali tidak ada tanda-tanda akan pulang. Meisya merasa bahwa pria itu mungkin akan pulang terlambat lagi meskipun sekarang adalah waktunya hari libur. Berpikir positif bahwa pria itu mungkin masih disibukkan dengan perkerjaannya. Alhasil Meisya memutuskan untuk mengajak Mika dan Sakha untuk berjalan-jalan di sore hari bertiga. Meisya memesan taksi online untuk membawa mereka ke pusat alun-alun kota untuk berjalan-jalan dan makan sore di sana. Karena siang tadi keduanya tidak memiliki selera makan yang bagus. Jadi Meisya berencana untuk mengajak mereka makan hotpot dengan anak-anak untuk mengembalikan mood mereka karena ketidakhadiran Ando. "Ayo kita jalan-jalan ke alun-alun kota bersama." "Apa Ayah benar-benar tidak pulang Ma?" Sakha masih menatap Meisya dengan tatapan penuh harap "Tidak perlu menunggu Ayah, biarkan saja Ayah sibuk di luar sana. Kita akan bersenang-senang tanpa Ayah, jadi ayo jangan pedulikan Ayah lagi." Sebelum Meisya menjawab, Mika terlebih dahulu menyela ucapan Sakha dan memeluk adiknya dari belakang yang tingginya hanya sebatas d**a Mika saja. Tentu saja Mika lebih peka dan tidak ingin membuat mamanya sedih, alhasil dia mengatakan hal itu. Dia sendiri sebenarnya juga ingin ayah mereka ikut serta menemani, namun Mika juga sudah tahu kalau hal itu hanya akan membuat mamanya sedih atas sikap ayahnya yang menurutnya agak keterlaluan karena lebih mementingkan pekerjaan dari pada keluarganya sendiri bahkan sampai mengingkari janjinya. Mika sangat tidak menyukai orang yang mengingkari janji. Sekalipun itu ayahnya sendiri. 'Ayah benar-benar keterlaluan, aku harus membuat pelajaran untuk Ayah nanti!' pikirnya jengkel. Setibanya di alun-alun kota, Meisya menggandeng Sakha dan Mika di kedua sisinya sementara dia ada di tengah-tengah. Kedua tangannya memegang tangan anak-anaknya. Tampak sangat harmonis sebagai keluarga meski kekurangan satu anggota terpenting dalam keluarga mereka. Yaitu sosok Ando sebagai kepala keluarga. Meisya juga tak lupa membelikan beberapa jajanan khas yang di jual si pinggir jalan di alun-alun kota untuk anak-anaknya. Mereka tampak tertawa gembira dan sejenak melupakan kekesalan mereka karena ketidakharmonisan ayah mereka di sini. "Apa kalian merasa lapar?" "Iya Ma, ayo kita cari makan!" Sinar matahari semakin menguning, sebentar lagi matahari terlihat akan terbenam. Waktu yang pas untuk makan terlebih dahulu sebelum mereka pulang sebelum gelap. "Kalau begitu ayo kita makan hotpot terlebih dahulu sebelum pulang nanti." "Yeyyy makan hotpot, Sakha juga ingin donat Ma!" Sakha menatap Meisya dengan kedua matanya yang lebar dan penuh antisipasi. Membuat Meisya tidak tega untuk menolak keinginannya. "Baik, kalau begitu ayo kita beli donat dulu sebelum makan." "Horeeee!" Mereka berjalan beberapa saat untuk tiba di toko kue yang juga menjual donat di sana. Meisya membeli beberapa kue untuk Mika dan juga Ando untuk di rumah, juga donat kesukaan Sakha. Setelah itu mereka bertiga berjalan kembali menuju ke tempat makan hotspot yang cukup terkenal di alun-alun kota ini, meski letaknya agak jauh bersebrangan dengan letak toko kue dan donat yang dia beli sekarang. Ketika tengah di perjalanan, Meisya melihat-lihat ke sebuah restoran dan melihat sosok yang tengah membelakangi pandangannya. Meisya seketika menyipitkan kedua matanya, tidak yakin dengan apa yang dilihatnya saat ini. Mungkin karena jaraknya terlalu jauh jadi dia salah lihat. Namun semakin dekat, maka semakin familiar Meisya begitu melihat sosok punggung pria yang ada di dalam restoran tersebut. Degup jantungnya mulai berdetak lebih kencang. Meisya berulang kali mencoba untuk menolak isi pemikirannya. Di sana terlihat seorang pria yang sangat familiar di matanya tengah duduk berhadapan bersama dengan seorang wanita yang cukup cantik dan tampak elegan. Wanita tersebut tampak menangis, sedangkan pria itu terlihat tengah menyodorkan selembar tisu pada wanita itu untuk menyeka air matanya. 'Sakit!'. Meisya tanpa sadar berhenti berjalan, bahkan pegangan tangannya pada Sakha dan Mika juga agak mengencang tanpa bisa dia sadari. "Ma ...," Mika merasa ada yang aneh dengan mamanya, lalu dia mengikuti arah tatapan Meisya saat ini. Barulah setelah itu Mika langsung membulatkan kedua matanya saat melihat sosok ayahnya ada di dalam restoran bersama dengan seorang wanita cantik. Kedua mata Mika juga tanpa bisa dia tahan langsung berkaca-kaca. Mereka sedari tadi mencoba untuk bersabar menunggu kepulangan ayah. Tapi siapa sangka justru ayah mereka malah sedang asik makan dan berkencan dengan wanita lain di belakang mama mereka. Mika langsung secara impulsif melepaskan pegangan tangannya dari tangan Meisya. Dia berlari langsung masuk ke dalam restoran mengamuk di depan Ando. "Ayah jahat!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD