7. W E D D I N G

1646 Words
  Waktu cepat berlalu, besok adalah hari besar buat Alexa, di mana dunia kebohongan yang ia ciptakan sendiri harus ia jalani. Ia dan Javier berencana berangkat ke Valencia untuk melaksanakan pernikahan pada hari berikutnya—Minggu. Alexa menghela napasnya panjang ketika ingatannya melayang pada peristiwa tadi siang di kantornya, tepatnya di ruangan Javier. Di mana ia dihadapkan pada situasi yang membuatnya terpaksa untuk melakukan pernikahan semu ini. Alexa, dengan rambut gelombangnya yang berwarna cokelat itu menelan ludahnya sembari melihat ke arah pria yang duduk di sebelahnya dan sedang membubuhkan tanda tangannya pada sebuah dokumen perjanjian yang bertuliskan namanya dan nama pria itu—Javier Ataya Phillo. Sekarang lembaran dokumen itu disodorkan di hadapannya dan ia diharuskan untuk menandatanganinya. Perjanjian ini menurut Javier perlu dilakukan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan dan masing-masing harus menaatinya. Perjanjiannya berisi antara lain adalah bahwa Javier tidak diperbolehkan ‘menyentuh’ Alexa tanpa izinnya—dalam hal ini hubungan suami istri, selama waktu yang tertera pada perjanjian atau ketika perjanjian ini berakhir. Bersikap selayaknya suami istri di depan orang lain, kontak fisik sewajarnya diperbolehkan, dan lain sebagainya. Menikah dengan perjanjian seperti ini dan dalam kondisi tidak nyata bukanlah mimpi dari seorang gadis bernama panjang Alexandria Renata itu. Namun ia harus melakukannya demi menghidupi janin dalam kandungannya dan juga membantu temannya, yaitu Javier dalam rangka memberi waktu pada pria itu untuk mencari calon istri yang sesuai sekaligus memberi kesempatan untuk ibunya berbahagia melihatnya menikah. Lagi pula pernikahan ini hanya akan berlangsung selama tiga bulan saja. Ia menyelipkan ke belakang telinganya beberapa helai rambut yang jatuh menghalangi wajahnya. Lalu dengan penuh keyakinan ia juga menorehkan tanda tangannya pada dokumen perjanjian tersebut dengan disaksikan Javier dan seorang pria berkacamata yang mengaku sebagai pengacaranya. Pria ini pastilah orang kepercayaan Javier. Sambil mengusap perutnya Alexa meraih ponselnya dan mengirim pesan pada sahabatnya yang ada di Indonesia, Katrina—melalui i********:. [Kat....] Lima menit kemudian balasan dari Katrina diterimanya, [Xa, ya ampun! Baru respon sekarang pesan aku dari kapan tahu?!] [Maaf Kat, aku agak sibuk belakangan ini] [Ck, sibuk apa sih Xa?] [Aku mau menikah Kat....] Kemudian suara ponsel Alexa berbunyi, Katrina langsung melakukan video call lewat aplikasi i********:-nya. Setelah memastikan sekitarnya tidak ada tanda-tanda mencurigakan mengenai keberadaan dirinya, barulah Alexa menjawab panggilan sahabatnya itu. Wajah Katrina yang agak bulat memenuhi layar ponselnya, ia merindukan sahabatnya itu. Alexa tersenyum riang ketika melihat Katrina yang langsung mencacinya dengan suara cemprengnya. “Xaxa! Apa-apaan sih kamu?! Baru juga dua minggu di sana sudah mau menikah? Kamu gila ya?” makinya beruntun. “Hish, kamu ya ... nyerocos aja kayak petasan,” balas Alexa sambil mencibirkan mulutnya dan meletakkan ponselnya pada tempat yang pas, sementara ia menyambi merapikan semua pakaiannya ke dalam tas. “Kamu mau kemana? Dan menikah sama siapa, huh?” “Yang pasti sama cowok lah! Cowok ganteng!” “Halah, memang ada yang lebih ganteng dari David buat kamu?” Alexa berdecak sebal ke arah layar ponselnya, “Jangan norak deh, David itu tinggal kenangan, sekarang waktunya memikirkan masa depan,” sahutnya. “Memang aku enggak boleh tahu juga siapa cowok ganteng yang mau menikah sama kamu itu?” Alexa menggeleng, “Belum saatnya,” cetusnya sambil menekan lebih dalam tumpukan bajunya dalam tas. Javier membelikan beberapa pasang baju untuknya minggu lalu dan sekarang membuat tasnya tidak cukup untuk menampung semua barang-barangnya. “Dia tahu kamu sedang hamil anak David, Xa?” tanya Katrina tiba-tiba. Pertanyaan sahabatnya itu membuat Alexa membeku. Ia membelakangi layar ponsel dan memejamkan matanya, selama bersahabat dengan Katrina ia belum pernah berbohong, “Dia tahu...,” jawabnya sambil memandang layar ponselnya sekilas dan kembali pura-pura sibuk dengan tasnya yang susah ditutup. Katrina menganggukkan kepalanya cepat, “Itu bagus, apalagi dia menerima kamu apa adanya, aku percaya dia pria yang baik,” katanya, “walaupun kamu masih menyembunyikan sosoknya, aku yakin kamu melakukan ini demi anak kamu juga, Xa,” imbuhnya menohok. “Aku memang berencana tinggal lama di tempat ini Kat, jadi dengan aku menikahi pria warga negara ... eh ... ups hampir keceplosan,” kilahnya sambil menutup mulutnya. Katrina yang sudah terlanjur penasaran tampak emosi, ia memberikan acungan jari tengahnya ditujukan untuk Alexa. Alih-alih marah, Alexa malah tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi sahabatnya itu. “Terima kasih kemarin kamu kunjungin mama ya Kat,” ucap Alexa tulus. “Kamu telepon mama kamu untuk kasih tahu soal pernikahan kamu, Xa” “Ya, aku sempat melakukan video call lewat i********: sama mama kemarin, terima kasih sudah kenalin mama sama i********: ya Kat. Tapi aku enggak memberitahu soal pernikahanku sama mereka. Tolong jangan beritahu siapa-siapa soal ini, okey?” Terdengar helaan napas Katrina, “Ya ampun, Xa. Kenapa kamu suka rahasia-rahasiaan begini sih sekarang?” “Aku akan ceritakan nanti—suatu saat nanti Kat, aku janji.” “Ya sudah, aku cuma bisa berharap kamu baik-baik saja di manapun kamu berada, Xa,” sahut Katrina seraya mengangguk cepat dengan senyuman di wajahnya. “I love you my Xaxa,” ujarnya sambil berkaca-kaca dan meniupkan ciumannya ke layar. Alexa meraih ponselnya, “I love you and miss you too Katkat,” balasnya seraya mendekatkan bibirnya pada layar ponsel seolah sedang mencium sahabatnya itu. “I wish you were here...,” gumamnya pelan. Cairan sebening kristal juga ikut menumpuk pada pelupuk matanya dan mengalir perlahan membasahi pipinya. Mereka sama-sama terisak ketika pandangan mereka bertemu lewat layar kaca ponsel masing-masing tanpa bisa berkata-kata. Sampai beberapa detik kemudian masing-masing meledakkan tawanya sambil mengusap mata dan pipi mereka yang sama-sama basah karena air mata. “Kamu sudah dewasa Kat, kamu tahu mana yang terbaik untuk kamu. Aku hanya bisa mendukung kamu dari jauh—aku enggak tahu kamu ada di mana. Tapi kapanpun kamu mau aku datang ke kamu, kamu bilang yaa....” Alexa mengangguk sambil menyeka air matanya lagi, “Iya, aku janji Kat,” ujarnya. Katrina membalas anggukkan sahabatnya dengan senyuman penuh kelegaan. Ia memberikan jari kelingking di depan layar ponselnya, “Janji ya.” “Iya.” *** Javier sudah berdiri di ambang pintu kamar Alexa. Keluarnya ia dari kamar ini sekaligus kepindahannya dari hostel yang selama dua minggu ini ia tempati. Karena sepulangnya dari Valencia nanti ia akan tinggal bersama Javier sebagai istrinya—pura-pura. “Mau menikah kok tampangnya cemberut gitu sih?” ledek Javier ketika sudah berada di dalam mobil. Ia memang lebih senang mengendarai mobilnya sendiri—mungkin ini merupakan kesempatan untuk bisa lebih lama berduaan dengan Alexa selama perjalanan. “Ck, jangan ngeledek deh. Jantungku enggak bisa diajak kompromi nih,” sahut Alexa. “Ya ini kan pertama kali juga buat aku, Lex.” Javier makin senang menggoda wanita di sebelahnya. Alexa memandang ke arah Javier sambil bersungut-sungut. Lalu ia memutar tubuhnya ke belakang demi meraih sebuah kantong berisi makanan yang ia bawa tadi. Sebelumnya Alexa menyempatkan diri untuk membeli beberapa roti yang sebagai bekal di perjalanan. Beberapa hari belakangan ini ia memang mudah lapar dan roti adalah pengganjal perut yang paling ideal menurutnya. Kening Javier berkerut melihat Alexa yang sedang melahap rotinya hingga tersisa setengah, “Bukannya kamu bilang tadi sudah sarapan ya?” tanyanya heran. Alexa mengangguk dengan mulut yang penuh dan menyodorkan satu roti pada Javier yang dijawab dengan gelengan kepala. “Huummh, rotinya benar-benar enak banget, Jav” ujarnya kurang jelas. “Sepertinya belakangan ini nafsu makan kamu bertambah ya?” tanya Javier lagi. Sontak saja Alexa langsung memalingkan wajahnya ke arah jendela, membelakangi pria itu. Pertanyaan Javier mengandung kecurigaan yang hakiki dan Alexa baru menyadarinya kalau dia adalah pria yang penuh perhatian. Tentu saja ia sadar dengan perubahan pola makannya sekarang. Alexa menelan sisa rotinya dengan susah payah, “Habis roti di sini itu membuat aku enggak bisa berhenti makan, Jav,” ujarnya berkelit. Javier mengangguk paham, “Okey, itu memang benar. Tapi kamu harus perhatikan kandungan kalorinya juga, Lex,” ujarnya. “Kecuali kalau kamu adalah wanita hamil, mereka—para wanita hamil—itu memang perlu asupan makan yang banyak untuk pertumbuhan janinnya,” tuturnya polos. Kepolosan Javier justru membuat Alexa tersedak ludahnya sendiri. Ia mencari botol minumnya dan meneguknya sambil membelakangi Javier. Javier memang pria yang mempunyai daya ingat tinggi, bahkan Alexa berpikir kalau Javier itu seperti sebuah komputer hidup. Karena pria itu bisa menghapal sesuatu dengan cepat, mengingat sesuatu dengan tepat dan bisa jadi Javier akan mengamati perubahan bentuk dirinya nanti. “Kadang-kadang kamu sok tahu sih. Tapi di kepala kamu itu enggak ditanam chip komputer kan?” Javier terkekeh ringan, “Kamu pikir aku robot?” *** Melfi sibuk membantu Alexa mengenakan gaun pengantinnya setelah wajahnya di-make-up tidak terlalu tebal dan rambut cokelatnya ditata melingkar di atas kepalanya. Alexa merasa jantungnya makin berdetak kencang setelah pantulan dirinya di dalam cermin menampakkan seorang wanita bergaun pengantin yang tampak bahagia. Apakah ia bahagia? Entahlah. Ia memimpikan pernikahannya dengan David, ayah dari calon anaknya sejak ia berpacaran dengan pria itu. Dan sekarang ia malah menikahi pria lain, tapi dengan anak David dalam perutnya. Alexa merasa cukup lega karena mempunyai tubuh yang proporsional, tidak terlalu kurus dan juga tidak terlalu gemuk—jadi belum terlihat ada perubahan apapun pada perutnya saat ini. Dengan tinggi badan 160 cm dan berat badan 55 kg—sebelum hamil. Karena entah kenapa Alexa malah menggerakkan pipinya—yang kelihatan lebih berisi—ke kanan dan ke kiri, apakah ia lebih gemuk atau ini hanya perasaannya saja? Pernikahan itu terjadi juga. Sekarang para tamu sedang bersorak kegirangan tepat setelah dikeluarkannya pernyataan, “We declare you now as a husband and wife, and you are allowed to kiss the bride....” Mata Alexa membulat sambil bertatapan dengan Javier yang sedang menyeringai jahil ke arahnya. Lalu matanya berkedip salah satunya sambil berbisik, “Just a kiss—a little kiss...,” lirihnya sangat pelan. Bahkan Alexa mungkin hanya membaca gerakan bibir Javier saja. “Kiss her, Jav!” seru salah satu tamunya tidak sabar. Dan Javier mengangkat kedua alisnya seolah mohon izin pada Alexa yang pada akhirnya mengangguk pasrah dan menerima ciuman dari Javier. Benak Alexa melayang pada sosok pria bernama David yang dulu pernah mencium bibirnya dan tanpa disangka hal ini membuatnya merindukan ciuman David. Lalu Javier mendekatkan kepalanya dan menempelkan bibirnya tipis saja, tanpa Alexa sadari detak jantungnya melonjak drastis sampai ia harus memegang dadanya sendiri. Mata Javier lurus menatap ke manik mata Alexa sambil tersenyum, lalu tangannya meraih tangan Alexa dan menciumnya, “Thanks, Lex,” cetusnya. Alexa merasakan ketulusan dari kalimat terima kasih yang diucapkan Javier padanya. Kemudian tanpa suara Alexa menjawab, “You are welcome, Jav.” Suara riuh tepuk tangan pun bergema di lokasi pernikahan tersebut dan satu persatu tamunya memberikan ucapan selamat pada pasangan pengantin baru itu. Esmy adalah orang pertama yang mendatangi pasangan tersebut dan memeluk mereka bergantian. “Terima kasih Tuhan yang sudah memberiku kesempatan untuk menyaksikan hari bahagia ini,” ujarnya penuh kemenangan sambil mencium pipi Alexa. “Dan selanjutnya jangan lupa untuk segera memberiku cucu ya...,” sambungnya tanpa rasa bersalah. Alexa mengatupkan mulutnya sambil tersenyum tipis penuh kepalsuan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD