Tidak butuh waktu lama bagi Esmy mencerna kalimat yang keluar dari mulut anak lelaki satu-satunya itu. Ia langsung melonjak kegirangan memeluk Javier, “Terima kasih sayang! Mom yang akan urus semuanya, menikah di sini satu minggu lagi, oke!”
Javier dan Alexa menganga karena terkejut. Mereka tidak bisa mencegah kebahagiaan yang terpancar dari sikap ibu dari Javier yang sedang terteriak memanggil nama adiknya itu. Wanita itu pasti berniat untuk menyampaikan berita yang baru saja ia dapat.
Namun lagi-lagi perasaan bersalah menghinggapi Alexa ketika ia kembali terpaksa harus membohongi wanita itu dengan kebahagiaan semu yang akan ia jalani selama tiga bulan ke depan. Ya, ia berpikir bahwa waktu tiga bulan yang ditawarkan Javier adalah waktu yang cukup untuk tetap menyembunyikan perutnya yang akan membesar. Wanita itu berdecak dalam hati sambil menelan ludahnya, ia tidak menyangka akan berada dalam situasi seperti saat ini.
Seharian membahas rencana pernikahan semu—yang akan ia jalani—bersama dua wanita pemaksa yang handal, Alexa benar-benar tidak berkutik. Entah apa yang membuat Esmy dan Shila begitu bersemangat mengurus pernikahannya dengan Javier. Hal yang Alexa takutkan pun terjadi, Esmy bertanya tentang keluarganya di Indonesia dan kebohongan berikutnya terpaksa ia ciptakan lagi. Bahwa ia dan keluarganya sedang dalam hubungan yang tidak baik. Hal ini malah membuat Esmy dan Shila makin simpati padanya, “I believe, their hearts will melt after you have kids later,” cetus Shila sambil menepuk pundak Alexa yang hampir tersedak.
Dan demi menyenangkan hati ibunya, sebelum kembali ke Barcelona, Javier membawa Alexa datang ke butik bridal yang terkenal di Valencia. Di mana Alexa bisa memilih pakaian pengantin yang sesuai dengan seleranya. Alexa sendiri tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya dalam memilih gaun pengantin untuk ia kenakan di hari pernikahannya nanti. Ia sempat bermimpi menikah dalam balutan baju pengantin yang indah layaknya seorang putri dengan David, pria yang pernah ia cintai.
Alexa menyentuh baju pengantin yang terpasang pada sebuah manekin, “Jav ... bagaimana menurut kamu baju yang ini?” tanyanya pada Javier.
Sebelum Javier menjawab pertanyaan Alexa, Sang desainer yang berada di sebelah Javier menyahut, “Este es el mejor vestido que diseñamos Señor,” ujar sang desainer dalam bahasa Spanyol yang artinya, ini merupakan gaun terbaik rancangan kami.
Javier mengangguk sambil tersenyum ke arah Alexa, “Kalau kamu menyukainya Lex, kamu bisa mencobanya,” ujarnya dan ia melihat lagi ke arah sang desainer, “él puede intentarlo primero, ¿verdad?” tanya Javier, artinya, dia bisa mencobanya lebih dulu kan?
Sang desainer mengangguk senang.
Alexa masuk ke dalam ruang ganti ditemani salah satu pegawai dan keluar lagi dalam lima menit dengan baju yang sama. Javier menatapnya bingung seraya mengangkat kedua tangannya, “Lho? Mana?”
Alexa membalas pertanyaan Javier dengan senyuman tipis sambil berkata pelan, “Kamu akan melihatnya nanti, bukan sekarang...,” ujarnya tenang.
Kedua alis Javier meninggi penuh dengan senyum penasaran, “Oh ow—oh ... okey,” responnya.
Alexa hanya tertawa pendek sambil mengangguk pelan.
***
“Walau ini hanya pernikahan pura-pura, aku tetap enggak mau kamu melihatku dengan baju pengantin sebelum hari pernikahan, Jav,” cetus Alexa saat dalam perjalanan pulang.
Javier terkekeh ringan, “Ya ya, aku yakin kalau kamu akan terlihat sangat cantik nanti,” sahutnya.
Alexa berdecak, “Aku tidak menyangka akan menikah dalam situasi seperti ini sih,” ujarnya dengan sedikit nada sinis sambil melirik ke arah Javier.
“Anggap saja ini salah satu cara agar kamu cepat move-on dari David,” kelakar Javier sambil memarkirkan mobilnya di depan tempat menginap Alexa. “Aku akan jemput kamu besok pagi ya,” sambungnya.
Alexa mengangguk sambil membuka pintunya dan meloncat turun dari mobil. “Siap Pak Bos!”
Javier tertawa mendengar candaan wanita yang minggu depan akan menjadi istri pura-puranya itu.
***
Alexa memandangi dirinya di depan cermin, ia mengusap perutnya yang belum terlihat menonjol. Wanita itu sedikit merasa bersalah karena mengabaikan bayi dalam rahimnya. Sampai hari ini ia belum memeriksakan soal kehamilannya. Ia melirik jam di tangannya, masih jam 8 malam dan ia berpikir untuk mencari klinik yang masih buka di sekitar sini.
Seorang petugas resepsionis memberikan informasi mengenai klinik yang terdekat dengan hostel dan Alexa bergegas menuju ke sana. Ini adalah pertama kalinya Alexa memeriksakan kehamilannya ke dokter. Pertama kali ia tahu bahwa dirinya hamil karena ia terlambat mentruasi dan dari alat tes kehamilan yang ia gunakan.
Alexa menelan ludahnya ketika namanya dipanggil untuk masuk ke dalam ruangan di sebuah klinik fertilitas bernama Clinica de Fertilidad. Seorang dokter wanita mengoleskan gel dingin di atas perutnya dan menggerakkan alat USG tersebut dengan perlahan. Dalam bahasa Inggris yang fasih ia menjelaskan bahwa kandungan Alexa berkembang dengan sangat baik dan masih berusia tiga minggu. Ini adalah trimester awal yang riskan, jadi dokter itu meminta Alexa untuk menjaga diri dan juga makanan yang ia konsumsi.
“Where is your husband?” tanya dokternya seraya menuliskan sesuatu dalam buku rekam medis Alexa.
“Huh?”
Alih-alih menjawab pertanyaan dokter wanita itu, Alexa memilih tersenyum dan bertanya hal lain berkaitan dengan kesehatan jabang bayi sambil menyembunyikan tangannya—yang tidak nampak cincin pernikahan. Ia akan mempunyai suami minggu depan, tapi hanya suami pura-pura.
Sekembalinya dari klinik Alexa merasa lebih tenang—karena bayinya baik-baik saja.
***
Javier benar-benar menjemputnya untuk berangkat bersama ke kantor. Alexa yakin ini akan menjadi pergunjingan hangat di antara rekan kerjanya, namun sepertinya Javier tidak peduli dengan hal itu.
“Kita akan menikah minggu depan, tentu saja aku akan memberitahu semua orang di kantor, Lex,” jawab Javier ketika Alexa mengeluhkan tentang hal yang mengganggu pikirannya tersebut.
“Hah? Jadi ... semua orang akan tahu kalau kita menikah?”
“Ya, kamu pikir?”
“Ck, ya ampun Jav. Aku merasa enggak enak kalau harus membohongi semua orang,” sahut Alexa.
Javier tersenyum menyeringai, “Kita kan enggak merugikan siapapun, Lex. Percayalah.”
Alis Alexa berkerut dan menatap Javier, “Kamu bukan ke arah kantor Jav,” tukasnya seraya memperhatikan jalan yang cukup asing untuknya.
“Mulai kemarin kamu itu adalah tunanganku, Lex dan jari kamu masih kosong, mana mungkin aku membiarkan hal itu?”
Mata Alexa membulat, “Issh Jav, kita ini cuma pura-pura. Enggak usah terlalu real juga sih,” sahutnya dengan jantung berdebar.
Namun di lubuk hati terdalam, Alexa juga mendambakan momen ini—di mana ia dan David akan memilih cincin pernikahan bersama. Ah David lagi, untuk apa ia mengingat laki-laki menyebalkan itu, pikirnya.
“Yang tahu bahwa itu enggak real kan hanya kita berdua Lex. Yang lain akan melihat bahwa pernikahan kita itu sungguhan,” cetus Javier sembari mematikan mesin mobilnya dan mengajak Alexa turun.
Javier dan Alexa disambut hangat oleh pemilik toko berlian. Pria berkumis tipis itu menyodorkan beberapa koleksi cincin terbaiknya pada pasangan yang baru datang tersebut. Javier memilih dan memberikannya pada Alexa, “Ini?”
Alexa menerimanya dan mengamati cincin tersebut, kemudian menggeleng pelan sambil menyerahkan benda berkilau yang cukup besar tersebut pada Javier. Matanya melihat pada kotak yang penuh dengan berbagai model cincin. Lalu ia meraih sebuah cincin cantik yang lebih kecil dengan bentuk yang sederhana dan menyematkan cincin tersebut pada jari manisnya. “Aku pilih yang ini saja,” ujarnya sambil tersenyum dan memamerkan jarinya pada Javier.
Dahi Javier dan pria berkumis di depannya itu berkerut heran, “Bukannya itu terlalu kecil, Lex?” tanyanya dan si pria berkumis mengangguk dengan ekspresi bingung—antara ia tidak mengerti apa yang dibicarakan Javier dan Alexa, ia juga heran kenapa wanita seperti Alexa malah memilih berlian yang sangat kecil ketika ditawari yang lebih besar dan mahal.
“Terlalu kecil untuk kamu, enggak untuk aku, Jav. Aku hanya mau yang ini, oke?” tegasnya.
Javier mengerucutkan bibirnya dan mengangguk sambil menghela napas, “Baiklah. Setidaknya aku tahu bahwa tidak perlu membawamu lain kali,” katanya sambil tersenyum tipis.
“Terima kasih Jav,” balas Alexa dengan senyum sinis yang dibuat-buat.
Javier mendekat ke telingan Alexa, “Kau lihat pria itu, dia sangat kecewa karena pilihan kamu tadi. Aku yakin dia pasti menyesal menampilkan cincin kecil itu,” ujar Javier terkekeh dan berdiri setelahnya. Ia melihat ke arah pria itu dan bicara dalam bahasa Spanyol sambil Javier memberikan sebuah kartu pada pria yang lainnya untuk membayar cincinnya.
Javier masih menggelengkan kepalanya ketika mereka tiba di depan kantor Ataya Art Life Landscape. “Kamu memang beda dari wanita lain, Lex,” cetusnya.
“Langka maksud kamu ya?” sahutnya sambil tertawa ringan.
Javier ikut terkekeh mendengar jawaban Alexa. Kemudian ia meraih tangan Alexa dan melihat cincin yang ada di jarinya. “Ini benar-benar enggak terlihat seperti cincin tunangan sama sekali,” katanya.
Alexa berdecak sambil melepaskan tangannya, “Jangan menghina pilihanku, Jav,” selanya sambil bersungut.
Suara tawa renyah kembali bergema dari mulut Javier sambil melangkah memasuki kantornya. Tubuhnya berubah kaku ketika ia mendapati seorang wanita cantik yang bertubuh tinggi menghalangi jalannya. Matanya membesar memandangi wanita tersebut, “Silva?”
“Halo Javier....”