10. L I E S

1631 Words
  Tidak ada komunikasi berati antara Javier dan Alexa setelah berita kehamilan Alexa yang disampaikan dokter di rumah sakit tadi. Yang terdengar hanyalah suara suka cita yang dilontarkan Esmy dan Shila berulang kali mulai dari rumah sakit sampai di rumah. “Kenapa kita enggak berpikiran ke sana sama sekali yang Shil? Kalau Alexa itu sedang hamil?” ujar Esmy. “¿No te das cuenta de que llegas tarde a tu período?” tanya Shila, namun langsung saja ditegur oleh kakak perempuannya. “English Shila!” “Ups, sorry, but ... do you not realize that you are late in your period?” Shila meralat pertanyaannya dalam bahasa Inggris. Artinya, memangnya kamu itu enggak sadar kalau kamu terlambat datang bulan, Alexa? Alexa, yang duduk di depan—di sebelah Javier—hanya menggeleng pelan sambil sekilas matanya melirik ke arah Javier yang tiba-tiba berubah menjadi pendiam. “Pasti datang bulan kamu itu enggak teratur ya, makanya kamu enggak sadar,” lontar Shila lagi dalam bahasa Inggris. “Yang pasti kami bahagia sekali mendengar berita ini. Mom sendiri enggak menyangka akan secepat ini. Terima kasih anak-anakku, Javier, Alexa...,” ucap Esmy, ibu Javier dengan tulus sambil tangannya menyentuh bahu menantu dan anak lelaki kebanggaannya dengan lembut. “Mulut Mom enggak bisa berhenti tersenyum, membayangkan Javier junior sedang bertumbuh dalam perut kamu Alexa,” sambungnya dengan tangan mengusap lengan Alexa penuh kasih sayang. Alexa dan Javier saling menatap sekilas, lalu Alexa membalas sentuhan ibu mertuanya dengan membalas sentuhannya itu, “Iya Mom,” balasnya pelan. Setelah itu ia kembali memandang keluar jendela dengan perasaan campur aduk. Seandainya ia punya keberanian sekarang untuk mengungkapkan bahwa anak ini bukanlah anak Javier. *** Dokter memang mengizinkan Alexa untuk istirahat di rumah saja, beliau hanya memberikan vitamin untuk pertumbuhan bayi dalam rahim Alexa. Dan Javier memang menantikan saat ini—di mana ia bisa berduaan saja dengan Alexa seperti sekarang ini di kamarnya. Setelah ibu dan tantenya keluar dari kamar, ia merasa inilah saat ia mencari tahu tentang anak yang ada dalam kandungan Alexa saat ini. Alexa memandang ke arah Javier. Ia tahu pria itu pasti punya banyak pertanyaan untuk diajukan apdanya. Alexa juga tahu kalau Javier pasti merasa sangat kecewa karena ia sudah berbohong padanya, namun sekarang ia akan menyampaikan alasannya. Ia melihat pria itu seperti sedang menahan diri untuk marah padanya, walau banyak yang ingin disampaikan Javier pada Alexa, namun sampai lima menit berikutnya ia masih terdiam sambil memandang keluar jendela. Mungkin pria itu sedang mengumpulkan keberanian juga untuk bisa memakinya. Tidak tahan dengan kebekuan yang tercipta sejak tadi sore, akhirnya dengan segenap keberanian, Alexa bangkit dari tempat tidur dan menghampiri Javier yang sedang berdiri sembari melemparkan pandangannya ke luar jendela apartemennya. Alexa mendekatinya dan melingkarkan tangannya di pinggang Javier—memeluknya dari belakang. Pria itu sempat tersentak sesaat, lalu ia melepaskan tangan Alexa dengan sangat perlahan dan memutar tubuhnya ke arah wanita yang menjadi istrinya itu. “Apa itu anak David?” Bukan tudingannya yang salah, bukan juga nadanya. Tapi ekspresi Javier yang membuat d**a Alexa sesak. Ia menatap mata Javier yang terluka, dengan berat hati ia mengangguk, “Iya, Jav. Ini anak David...,” jawabnya jujur. Dengkusan napas Javier terdengar seperti kesakitan yang tidak bisa Alexa cegah. Pria itu sudah pasti terluka, pertama karena wanita yang ia cintai itu ternyata sedang mengandung anak dari pria lain. Kedua, karena Alexa sudah berbohong padanya selama ini, entah mengapa hal ini membuatnya merasa tidak istimewa di mata wanita itu. Dengan anggukan pelan berulang, Javier memutar lagi secara perlahan tubuhnya. Kemudian ia menimpali jawaban Alexa, “Apa David tahu kalau ia punya anak, maksudku dia tahu kalau kamu hamil, Lex?” tanyanya tanpa menolehkan kepalanya, melainkan tetap melihat ke luar jendela, ke arah lampu-lampu kota yang berkelap kelip. “Dia tahu dan dia enggak menginginkan bayi ini sejak awal, Jav. Itulah kenapa aku melarikan diri ke sini. Itulah kenapa aku enggak mau kamu membagikan apapun tentang kita di media. Karena aku enggak mau dia tahu keberadaanku...,” ungkap Alexa sambil menahan air matanya karena luka itu kembali terbuka. Ia tidak menyangka akan menceritakan lagi kejadian menyakitkan itu pada orang lain. Bahkan pada Katrina pun ia belum menceritakan secara detail bagaimana penolakan David waktu itu. Javier terdiam sambil menghela napasnya panjang. Ia bukanlah siapa-siapa untuk Alexa, hanya suami pura-pura. Tapi membayangkan selama ini Alexa berusaha menutupi kehamilannya membuatnya geram, lebih geram lagi karena bisa jadi ini alasan Alexa yang  selalu menolak perhatiannya. “Jav, please say something,” pinta Alexa ketika ia merasa Javier sudah terlalu lama terdiam. Javier memutar tubuhnya dan memandang Alexa, “Apa kamu masih mencintainya, Lex?” Mata Alexa mengerjap, ia tidak tahu harus menjawabnya. Kalau untuk berbohong lagi ia akan menjawab tidak, tapi kalau mengikuti kata hatinya dan mengingat bayinya—ia sendiri masih ragu dengan perasaannya. Kepalanya menunduk lemah, “Aku enggak tahu, Jav,” jawabnya pelan. “Mungkin aku memang sedang berusaha untuk melupakannya, walau itu sulit—karena ada bayi ini....” Alexa memegang perutnya secara otomatis. “Aku bahkan memintanya menandatangani perjanjian agar kelak ia enggak akan mengusik anak ini, Jav. Karena ia sudah menolaknya dan memintaku menggugurkan kandungan,” ungkap Alexa menahan rasa sesak di dadanya. Mata Javier terpejam pelan, ia menyisir rambutnya ke belakang dengan jari-jarinya sembari menghela napas beratnya. “Pasti sekarang keluargaku sudah tahu tentang kehamilan kamu, dan mereka mengira anak itu adalah keturunan Phillo, Lex ... anakku, ” tukasnya dengan nada tersakiti. Sekarang cairan bening yang menumpuk di mata Alexa tidak terbendung lagi, butiran bening itu meluncur begitu saja membasahi pipinya yang putih bersih. Hatinya juga terasa sangat sakit melihat Javier kecewa karenanya. Alexa menyadari sepenuhnya bahwa ia sudah menyakiti keluarga Javier dengan terungkapnya kehamilan ini. Kalau saja ia tidak pingsan siang tadi, pasti semuanya akan berjalan sesuai rencana semula. Alexa menyeka air matanya, lalu menghela napasnya dengan berat, “Ini salahku Jav. Aku bertanggung jawab untuk mengatakan yang sebenarnya pada Mom, bahwa semua ini enggak ada hubungannya denganmu. Kamu enggak tahu apapun soal kehamilanku ini ... karena memang aku yang menyembunyikannya.” Alexa menarik napasnya sesaat—agak panjang sambil menahan tangisnya pecah, “karena aku enggak mau kamu kasihan melihatku...,” sambungnya. “Dan ... aku sangat mengerti kalau kamu mengakhiri perjanjian kita sampai di sini....” Kepala Javier menunduk sambil membelakangi Alexa. Dadanya seakan tersayat sembilu mendengar pernyataan Alexa, ia tidak bisa membayangkan kekecewaan keluarganya karena kebohongan bertubi-tubi yang ia dan Alexa ciptakan. Ia menarik napasnya sekali, “Apa kamu enggak melihat betapa bahagianya Mom begitu tahu kalau kamu hamil, Lex? Hatinya akan sangat terluka jika ia tahu hal yang sebenarnya, bahwa anak itu bukan anakku,” tutur Javier seraya memutar tubuhnya menghadap Alexa. Ia mendekati wanita yang tengah sibuk menyeka air matanya itu.  “Aku yang akan memikirkan solusinya, dan aku enggak mau kamu membicarakan hal ini tanpa sepengetahuanku dengan siapapun, Lex. Apa kamu mengerti?” tegasnya. Alexa yang merasa berada dalam posisi tidak punya pilihan akhirnya mengangguk. “Sekarang istirahatlah,” ujar Javier. Mata Alexa yang masih basah menatap lurus ke arah lelaki itu, ia memberanikan diri mendekati Javier dan memeluknya sambil menumpahkan tangisnya. Tangan Javier yang kuat melingkar di pundak Alexa yang berguncang, ia juga mendaratkan ciuman di puncak kepala wanita itu—istrinya, yang sedang mengandung anak mantan kekasihnya. Jika saja kisahnya ini sebuah film, mungkin ia tidak akan terlalu ambil pusing. Kenyataannya ini adalah kehidupannya—di mana Javier berniat untuk membuat Alexa untuk jatuh cinta padanya dan ingin menghabiskan hidup bersamanya. Javier membimbing Alexa menuju ke tempat tidur dan membaringkannya di sana. Mata Alexa makin basah, bahkan napasnya menjadi sesak karena tangisan penyesalan yang dirasakannya. Harusnya ia tidak melakukan ini pada pria sebaik Javier, harusnya ia mengatakan hal yang sebenarnya pada Javier sebelum semua ini dimulai. Namun tidak ada penyesalan yang terjadi di depan, semua akan terjadi belakangan dan Alexa pasrah pada apa yang akan Javier lakukan padanya. Jari Javier mengusap lembut air mata yang masih mengalir dari sudut mata Alexa. Hatinya ikut merasakan kesedihan yang menyelimuti wanita di depannya itu. Alexa menggenggam tangan Javier ketika pria itu berniat bangkit dari tempat tidur. “Maafkan ... aku ... Jav. Aku benar-benar minta ... maaf,” ujarnya terbata-bata. Javier mengusap punggung tangan Alexa dengan perlahan sambil mengangguk, tapi ia mengeluarkan sepatah kata pun. Dengan gerakan lembut ia melepaskan tangan Alexa sambil beranjak dari tempat tidur. Dan air mata semakin deras meluncur dari sudut mata Alexa ketika punggung Javier menghilang di balik pintu kamar mereka. Saat itulah Alexa tahu bahwa ia sudah menancapkan pedang yang tajam di hati Javier. *** Ini sudah gelas ketiga dari minuman Sangria yang Javier pesan. Pikirannya menemukan jalan buntu dan ia butuh minuman yang bisa menyegarkan kepalanya. Tidak ia pungkiri kalau ia mencintai Alexa—Alexa yang sendirian, bukan yang sekarang ternyata sedang berbadan dua. Bisakah ia menerima anak itu, atau ia harus membunuh perasaannya terhadap wanita itu hanya karena ia mengandung anak orang lain? “AARGH!” teriaknya frustasi sambil memukul setir mobil ketika ia dalam perjalanan pulang. Beruntung ia masih bisa mengendarai mobilnya sampai ke rumah dengan selamat. Alexa pasti sudah tidur saat ini, batinnya seraya membuka pintu kamarnya dengan sangat pelan. Namun pikirannya ternyata salah besar, ia mendapati Alexa yang berdiri sedang memandang ke arahnya sambil memegang ponsel. Wanita itu menghambur ke tubuh Javier dan memeluknya dengan sangat erat. “Jav, kamu dari mana??” tanyanya cemas seraya menjauhkan diri dari Javier, “kamu mabuk?” Alexa mendekatkan mulutnya ke wajah Javier. Tanpa disangka Javier menangkup wajah Alexa dan menatap matanya dalam, tatapannya beralih ke bibir Alexa, betapa ia menginginkan bibir itu saat ini. Dengan gerakan hati-hati Javier mendekatkan kepalanya dan menyadari bahwa Alexa tidak menghindarinya, maka secara perlahan ia menempelkan bibirnya pada bibir wanita itu. Sempat syok sesaat namun tidak juga membuat Alexa menolak apa yang dilakukan Javier padanya. Bibir Javier memabukkan—sama seperti baunya—bau alkohol. Alexa memejamkan matanya dan membiarkan tangan pria itu menarik pinggangnya lebih rapat lagi padanya. Alexa memejamkan matanya—menikmati. Tapi hal itu tidak berlangsung lama, karena Javier menyudahinya dengan menjauhkan diri sambil menatap Alexa dengan perasaan bersalah. “Maaf ... maafkan aku,” ujarnya sambil pergi menuju tempat tidur dan meninggalkan Alexa yang kebingungan. Wanita itu tetap mematung di tempatnya sambil menelan ludahnya dengan susah payah. Tentu saja perasaan Javier akan berubah setelah mengetahui dirinya tidak sendirian lagi. Aku hamil, for God’s sake! Maki Alexa dalam hatinya. Pria itu masih bersikap baik padanya hanya karena rasa kasihan, pikirannya yang lain merasuki kepalanya. Be strong Alexa! Ujar Alexa pada dirinya sendiri. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD