Kita Ada di Luar, Milord...

1064 Words
Harriet terus mempertahankan senyum ramahnya selama pesta. Karena sudah sangat terbiasa, meski pipinya terasa kaku, Harriet bisa bertahan. Saat pesta sudah berlangsung hingga lewat jam 9 malam, Harriet melihat para bangsawan mulai menjadi lebih lepas karena bantuan minuman beralkohol yang disajikan. Ia sendiri tidak minum, karena ia tidak mau sakit perut. Hari ini, korsetnya sangat ketat dan masih baru, jadi korsetnya belum benar-benar terasa pas di tubuhnya. Harriet jadi ingin kabur sejenak untuk melonggarkan korset bagian dadanya. Harriet pun pergi ke ruang istirahat, dan di depan pintu, ia mendengar sesuatu di dalam ruangan. “Maksudnya, dia bahkan belum tentu bisa hamil, kan?” “Calon Duchess yang baru?” “Benar.” Mendengar itu, Harriet mengerutkan alisnya. “Terkecuali kalau dia memang Luna yang sesungguhnya, maka mungkin dia akan bisa hamil.” Suara di dalam sana itu terdengar seperti suara para wanita. Mungkin para wanita bangsawan Utara berkumpul untuk bergosip di ruangan istirahat, seperti yang juga biasa wanita bangsawan manapun lakukan di pesta. “Apalagi Young Lord sudah tua dan sekarat. Apa batangnya masih bisa berdiri?” Lelucon seorang wanita membuat yang lain tertawa, dan Harriet sendiri juga tertawa mendengarnya. Tua dan sekarat? Tidak bisa berdiri? Para wanita di dalam ruangan yang mulai berhenti tertawa bingung karena mereka mendengar suara tawa dari luar pintu ruangan yang masih belum berhenti. Harriet perlahan membuka pintu sambil masih tertawa. Karena korsetnya sangat ketat, tertawa jadi agak sulit. Namun, saat melihatnya muncul, para wanita bangsawan itu terdiam dan memucat. “Lu… Luna…” Mereka semua berdiri dan membungkuk dalam. Para wanita bangsawan, meskipun sebagian dari mereka bukan Mate Lycan dan hanya istri dari pria biasa, adalah orang-orang yang sudah beradaptasi di lingkungan Lycan. Mereka semua tahu bahwa seorang Luna harus dihormati sepantasnya. Namun, karena mereka sendiri masih cukup muda, mereka tidak tahu tentang peran seorang ‘Luna’ yang sudah kosong sejak lama. Bahkan mungkin, mereka terlalu muda sehingga tidak pernah melihat sosok Young Lord yang tidak pernah turun dari menaranya. “Tidak perlu kaku, aku datang kemari karena korsetku terlalu ketat,” ucap Harriet dengan suara tenang. Para wanita itu tertawa hambar dan bingung, masih terlihat pucat. Harriet mulai melepaskan gaun atasannya di depan cermin, tapi para wanita itu hanya terdiam di tempat, tak tahu harus apa. Harriet pun menoleh ke arah mereka dan menatap mereka dengan ekspresi bingung yang sama. “Kalian tidak mau membantuku?” tanya Harriet. Para wanita langsung terkejut dan maju serempak untuk membantu Harriet melonggarkan bajunya. Senyum Harriet masih sama, tipis dan lembut. Matanya juga terlihat teduh dan penuh dengan kehangatan. Namun, para wanita itu terkejut melihat kulit leher, bahu dan punggung Harriet yang pucat yang dipenuhi dengan tanda-tanda kemerahan yang sudah hampir sembuh. “Ah, maaf, kalian jadi melihat sisi memalukanku…” gumam Harriet, dengan lembut mengelus tanda-tanda merah di bahu dan lehernya yang tadinya disembunyikan oleh gaunnya. “Padahal sudah lebih dari seminggu sejak bulan purnama, tapi sepertinya karena kulitku sangat tipis dan pucat, tandanya tidak cepat hilang…” Seketika, banyak dari para wanita itu yang mulai merona merah. Mereka sadar darimana asal tanda-tanda yang memenuhi tubuh Harriet itu. Dan mereka juga sadar Harriet sengaja memamerkannya. Mereka kemudian melihat Harriet dengan mata tajam namun ramahnya menatap mereka dengan tidak berdaya. “Para Madam, apa kalian tahu bagaimana cara terbaik untuk menghilangkan bekas-bekas ini dengan cepat? Young Lord memberiku tanda dimana-mana, bahkan di bawah sana juga…” mata Harriet melihat ke bawah, dan para wanita semakin memerah mendengarnya. “Hehe,” Harriet tertawa malu dengan polosnya. . Korsetnya sudah agak longgar dan lebih nyaman sekarang. Namun, saat Harriet keluar dari ruang istirahat, ia merasa belum ingin kembali ke ruang pesta. Mungkin setelah menghadapi para istri bangsawan itu ia merasa ingin pergi meninggalkan dunia sosial untuk sejenak. Harriet pergi ke balkon di sisi bangunan, dimana angin dingin musim semi utara berhembus ke tubuhnya dengan nyaman. Ia menghela napas panjang. Tap. Harriet mendengar sebuah suara di belakangnya, dan ia menoleh ke belakang. Liam berdiri di sana dengan santai, sepertinya baru melompat turun entah dari mana. “Milord,” ucap Harriet agak kaget. Pria ini selalu muncul di saat yang tidak terduga… “Aku tidak tahu bagaimana aku terus bangun dan terus saja mencoba untuk mencarimu… apa yang sebenarnya sudah kau lakukan padaku?” tanya pria itu, melangkah mendekat. Harriet tersenyum, lalu teringat kata-kata para wanita di ruang istirahat tadi dan tertawa kecil. Liam mengangkat alisnya. “Jadi kau menikmati pestanya? Kau terlihat senang,” tanya pria itu, menarik pinggang Harriet mendekat. Di detik itu Liam langsung sadar bahwa baju yang Harriet kenakan lebih sulit dilepaskan daripada yang biasanya. Ia mengerutkan alis karena heran dengan pemikiran kotornya sendiri yang langsung mengarah ke situ, tapi kemudian ia menertawakan dirinya sendiri dalam hati. “Apa anda baru bangun, Milord? Anda tidak mau menghadiri pesta?” tanya Harriet. “Semua orang akan terkena serangan jantung jika aku tiba-tiba muncul. Dan lebih baik aku tidak muncul…” jawab Liam, perlahan mulai menyusuri leher Harriet yang ditutup oleh kerah tinggi gaunnya. “Saya mengerti. Akan lebih baik jika orang tidak tahu anda bisa tiba-tiba bangun tanpa bulan purnama…” suara Harriet perlahan merendah. Ia juga perlahan sadar ada yang aneh dengan Liam hari ini. Mengapa pria ini begitu menempel padanya di detik mereka bertemu? Karena tidak bisa merasakan tekstur tubuh Harriet di balik korsetnya, tangan Liam ganti menggerayangi bagian bawah. Rok Harriet yang berlapis-lapis terasa begitu menghalangi juga, tapi entah mengapa itu justru membuat Liam merasa lebih semangat meraba tubuh wanita di hadapannya ini. Rasanya seperti akan membuka bungkus kado. “Milord?” Liam mengerjap, agak terkejut pada suara Harriet yang terengah-engah. Ia melihat Harriet di rangkulannya, terlihat begitu berantakan karena ulahnya. “Apa… anda baik-baik saja?” Wanita itu menatapnya dengan mata teduh dan dalam, namun sedikit berkabut. Ia melihat sanggul rambutnya yang dihiasi rangkaian permata berkilauan di bawah cahaya rembulan, bibirnya sedikit terbuka, dengan bagian dalam yang berwarna merah gelap. Liam ingin menjilatnya dan merasakan bagaimana rasanya. Pada titik ini, Harriet sudah bisa melihat dari mata Liam bahwa ia tidak semata-mata sedang menggodanya. Liam benar-benar akan memakannya pada saat itu juga tepat di sana. Tapi mereka ada di balkon, dan sedang ada pesta di bangunan itu! “Milord, tung–m–” Liam mengulum bibirnya lembut, mengisap kenyalnya bibir sintal itu dengan bibirnya sendiri. Saliva Liam membasahi kecupan-kecupannya yang dalam, dan Harriet… Harriet mendorong lembut bahu Liam. “Kita ada di luar, Milord…” . . .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD