Olive, Sang pengawal

1866 Words
Lelaki itu menghempaskan tubuhnya ke sandaran kursi. Jika waktu kecil dengan mudahnya Ia menyalahkan Mina. Tapi sekarang Kale yang dewasa tahu... semua ini bukanlah semata kealfaan Mina. Gadis kecil itu bahkan tak melakukan apapun. Segera Kale menelpon Mamanya. Ia butuh penjelasan secepatnya. "Ma... Sekarang aku ada di rumah sakit dekat panti asuhan Kasih. Mama bisa kesini?!" geramnya tapi juga mencoba mengendalikan emosinya. "Kamu kenapa, buat apa kamu disana?" tanya Rose heran "Ma... Mama pasti juga tahu alasannya kenapa aku ada disini!" jawab Kale datar "Ya sudah sekitar satu jam lagi Mama akan sampai disana" sahut Rose. Dengan santai ia bersiap seolah tindakannya mencoba menghilangkan nyawa adalah hal biasa baginya --- Rose sampai dengan masih memasang wajah datarnya, ia bersikap seakan tidak mengetahui duduk permasalahannya. "Jawab Mama, untuk apa kamu malam-malam disini?!" tegurnya menyentuh pipi anak kesayangannya "Ma... Udahlah Mama gak usah pura-pura. Kebakaran di panti itu semua ulah Mama'kan. Mama yang nyuruh orang Mama buat lakukan ini semua?!" selidik Kale. Rose hanya tersenyum tipis. "Ma... Jawab!" geram pria itu tak sabaran "Kale... Bisa kecilkan suaramu!" titah Rose tajam. "Maaf Ma, tapi benar'kan Ma. Mama yang atur semua ini?!" lirihnya kecewa. "Terus kenapa? Kenapa kalau memang Mamalah yang melakukan dan merencanakan semuanya. Apa urusannya sama kamu?" tantang Rose Sesaat Kale speachless dengan jawaban yang keluar dari mulut ibunya. Inikah wanita yang pernah melahirkannya? Seharusnya sebagai wanita, Rose jauh lebih berperasaan. Sayang, angan Kale masih jauh panggang dari api. "Ini Mama lakukan biar wanita itu tahu, siapa Mama. Dan tak selayaknya ia menolak perintah Mama" jawabnya. Kembali Rose berargumentasi menekan Kale, anaknya. Kale hanya menyeritkan alis seraya menggeleng, semakin tidak percaya. "Tapi bagaimana kalau dia sampai mati, Ma!" cicitnya "Mama tahu, itu tak akan terjadi. Kebakaran itu'kan terjadi waktu semua orang masih terbangun, jadi pastinya mereka dengan cepat melarikan diri. Dan setelah inipun panti itu akan Mama bangun kembali" papar Rose santai "Tapi nyatanya wanita itu terperangkap disana! ia pingsan dan hampir saja menjadi satu-satunya korban yang mati" bentak Kale hilang kendali Rose diam, ia tak menyangka mantan anak angkatnya itu tidak berhasil menyelamatkan diri. "Karena itu aku disini Ma, sesaat setelah aku melihat beritanya aku langsung tahu semua ini ulah siapa. Aku datang ke panti, beruntung aku masih bisa menyelamatkannya. Dan sekarang ia sedang ditangani pihak dokter" jelas Kale. "Berarti dia selamatkan" kutip Rose dingin. "Ma... Bukan itu maksud aku, aku mohon Ma berhenti melakukan hal yang membahayakan Mama, aku sayang sama Mama. Cukup Ma... Kejadian waktu Mama menabrak seorang wanita karena menyangka ia selingkuhan Papa" tekan Kale mendidih. Rose adalah wanita pencemburu, Ia akan menyingkirkan siapapun yang terditek ingin merusak rumah tangganya, termasuk Mina kecil. Wajah Rose memerah, ia tak menyangka Kale berani membahas hal itu di depannya. Perasaannya kecewa karena hanya Kale'lah sebagai penghibur hatinya yang resah "Ma... Mama mau kemana?" tegur Kale melihat Rose pergi begitu saja. "Aahkkk...!" teriaknya kembali menghempaskan dirinya kuat ke sandaran kursi. Ia bahkan mengacak rambutnya sendiri, sangat frustasi. Lalu beralih menatap ruang rawat Mina. Dalam hatinya ia ingin mengucapkan maaf, tapi baginya mengucapkan kata maafpun percuma. "Selamat malam, Apa anda yang membawa pasien kesini?" tegur suster "Iyah Sus," jawab Kale sambil berdiri. "Kalau begitu sekarang ikut saya untuk registrasi" Menurut, Kale mengekor di belakang suster. "Tolong tulis nama lengkap dan alamat pasien di sebelah sini, Pak" kata suster menginformasikan. Kale diam, ia bahkan tidak tahu nama lengkap Mina. "Maaf... Tapi saya hanya tahu sedikit tentang pasien" ucap Kale setelah mengembalikan formulirnya. "Memangnya anda siapanya pasien, Pak?" selidik suster. Kale gugup. JIka ia bilang tidak memiliki hubungan mungkin saja ia akan di cecar lebih banyak pertanyaan "Sa... Saya calon suami pasien" balasnya pasrah. Setelah membayar ruang rawat Mina, Kale melangkah ke ruangan rawat Mina. Dilihatnya wanita itu masih terlelap, damai. Spontan tangannya mengelus dahi Mina yang tertutup poni. "Udik, cepet sembuh!" desisnya sangat pelan. "Korban ke bakaran tadi mengalami gagal nafas, Dok" pekik suster kalang kabut. Kale langsung keluar menguping pembicaraan. "Luka bakarnya sudah merusak hampir seluruh sistem saraf" kata dokter setelah melihat hasil pemeriksaan Raka. Kale menelan ludahnya kasar, bagaimana jika saat itu ialah yang menjadi korbannya. Kale mengikuti dokter ke ruang operasi. "Dok... Dokter... Tunggu!" cegat Kale. "Ada apa?" "Saya, saya teman korban kebakaran itu. Tolong selamatkan dia, berapapun biayanya saya akan bayar" kata Kale hanya itu yang bisa ia lakukan untuk Raka. Sang dokter mengangguk paham dan lanjut masuk ke ruang operasi. Dalam antara hidup dan mati, remang Raka mendengar pembicaraan dokter tentang nasibnya. Ia hanya mampu pasrah tanpa bergerak sedikitpun. Pikirnya justru takut dengan biaya operasi yang pastinya sangat fantastis itu. Raka hanya lelaki biasa, wajar jika ia justru mengkhawatirkan keuangan bahkan di detik-detik kematiannya. Ia hanya tak siap pergi dengan meninggalkan hutang yang banyak. "Semua operasi akan di tanggung oleh Pak Kale" kata suster lain yang baru masuk. 'Kale, siapa dia. Apa ia lelaki yang barusan?' bathin Raka. Kini Raka bisa lega, tinggal berdoa kepada Tuhan yang maha kuasa agar operasi ini berjalan lancar. --- Setelah menitipkan kartu debitnya ke orang kepercayannya, Kale pulang. Ia tak ingin saat Mina tersadar malah masih ada dirinya disana. bisa besar kepala wanita itu, pikirnya Kale kembali mandi, meski luka lecet pada tubuhnya membuat ia meringis berkali-kali. Ia larut di bawah guyuran air shower. Haruskah ia menyetujui syarat gila Rose? "Huufftt..." hembusan nafasnya berat, meski menikahi Mina bukanlah ide yang buruk juga, 'Ia... wanita yang cantik. Tunggu kenapa aku malahan memuji dia?' kesalnya sendiri. --- Skip tiga hari kemudian "Gimana keadaan wanita itu?" tanya Kale menelpon Olive, orang suruhannya. Sebenarnya dalam keseharian Olive bekerja untuk Rose. Wanita itu juga sudah lama mengabdi menjadi orang kepercayaan keluarga Kale. "Nona Mina sudah sadarkan diri sejak pagi tadi, Tuan muda" lapor Olive. "Bagus..." tanggap Kale "Sebaiknya Nona Mina saya bawa pulang kemana, karena kata dokter ia sudah diijinkan untuk pulang ?" tanya Olive. "Antarkan saja ia menemui keluarga pantinya" jawab Kale. Rumah panti memang sudah dilahap api dan tak lagi bisa digunakan, karena itu Kale menyiapkan rumah mewah untuk tempat mereka bernaung dari terik matahari. "Baik, Tuan muda" jawab wanita yang satu tahun lebih tua dari Kale itu. Segera Olive bergegas merapikan perlengkapan Mina selama di rumah sakit. "Olive kamu lagi apa?" tegur Mina yang memang sudah mengenal siapa Olive. Olive hanya tersenyum, sikapnya memang sangat datar untuk seorang wanita yang biasanya hangat. "Kita akan pulang!" jawabnya pendek setelah berhasil mengumpulkan semua barang Mina dalam satu goodie bag. "Pulang, pulang kemana, Olive?" lirih Mina. Ia ingat dengan kejadian kebakaran. Dan yang paling membuat ia sedih, Mina tidak tahu bagaimana kabar yang lainnya. "Kamu ingin bertemu dengan penghuni panti yang lainkan?" tebak Olive seraya menatap Mina tajam. "Mau, Olive. Ya Allah..." Mina begitu bahagia, ia bahkan sampai menangkup mulutnya dengan kedua tanganya. "Jadi mereka semua selamat, Olive. tolong jawab aku, Olive?!" girangnya menggoyang-goyangkan tangan Olive yang ditutupi setelan jas khusus wanita. Olive mengulum senyumnya. pasalnya tak pernah ada yang bersikap semanja ini padanya. Pertama kali menginjakkan kakinya di rumah Rose yaitu saat usianya delapan belas tahun. Ia dipilih karena kelihaiannya dalam salah satu cabang ilmu bela diri, Karate. Saat itu Rose membutuhkan pengawalan ketat, dan terpilihlah Olive. Kurang lebih tujuh tahun bersama ratu es, Rose membuat Olive begitu kaku. "Mbak Olive..." "Sebaiknya kita segera pulang, Anda mau melihat mereka langsungkan, bukan hanya dengan mendengar ceritanya?" tawar Olive. "Mau, Mau Olive..." sahut Mina memutuskan setuju apapun usulan Olive. Saat di jalan Mina selalu melirik kearah Olive, seraya memegangi seat beltnya erat. Ingin bertanya tapi juga ragu "Ada yang ingin anda kata'kan?" tegur Olive masih fokus ke arah depan jalan. "Eeghhh..." Mina menggaruk lehernya, apa benar wanita itu datang atas suruhan Rose. "Mbak benar orangnya Ibu Rose?" cicitnya takut "Ya..." jawabnya sekilas melirik kearah Mina. "Jadi Mbak Olive juga datang karena disuruh sama Ibu Rose?" lanjut Mina. Olive diam. karena sesuai perintah Kale untuk jangan menyebut namanya sedikitpun di depan Mina. "Ya..." lagi tanggapan Olive pendek. "Tapi gimana bisa Ibu Rose tahu kalau ada kebakaran di panti?" bingung Mina. "Emm... Nyonya Rose memiliki akses untuk mendapatkan informasi tentang panti, perlu anda ingat ia pemilik penuh tempat itu" Mina mengangguk lemah. Benar juga, pastinya Rose tahu tentang itu dengan cepat. "Lalu siapakah laki-laki yang nolong aku, Mbak?" selidik Mina lagi 'Gak mungkinkan lelaki itu Tuan Hadi'kan. Kata Bu Zakiyah, Tuan Hadi sudah tiada' pikir Mina. "Kita sudah sampai, anda ingin turun atau tetap disini?" jutek Olive. Sesaat Mina justru lupa dengan pertanyannya sendiri Matanya menatap haru anak panti lainnya yang sedang bermain di perkarangan rumah itu. "Ayu... Mary...." serunya ke kedua adiknya. "Kak Mina!" sahut keduanya langsung berlari. "Kak... Kakak gakpapa?" khawatir Ayu, gadis kecil yang dibantu Mina saat kebakaran itu. "Aku gakpapa Kok!" kata Mina seraya mengelus kepala Ayu. "Mina..." "Bu Zakiyah!" Mina langsung berlari kearah Bu Zakiyah, memeluk wanita tua itu lekat. "Bu, aku kangen banget sama Ibu" jujurnya "Ya Allah Mina ibu juga kangen banget sama kamu!" tutur Zakiyah merasa beruntung bisa bertemu Mina lagi. Dikecupnya pipi kanan dan kiri Mina. "Aku takut banget Bu, saat panti kebakaran. Makanya aku pingsan, maafin aku,yah Bu" sahutnya polos. "Itu bukan salah kamu, Nak!" jawab Zakiyah kembali memeluk Mina. "Em... Nona Mina, kalau begitu saya ijin pamit pulang" kata Olive mengatensi keduanya. "Eeehh... Mbak Olive jangan pergi dulu, kita ngobrol dulu yuk di dalam. Kamu juga belum kenal sama Ibu Zakiyah'kan?" sahut Mira riang. Zakiyah langsung menatap Olive. Olive tertunduk hormat. "Tidak perlu Nona, saya hanya ditugaskan mengantar anda sampai sini dengan selamat" Mina nampak cemberut, siapa sih yang memerintahkan Olive. "Sebentar saja, Mbak. Toh gak akan ada yang tahu kalau Mbak mampir dulu sebentar!" idenya "Tidak Nona, itu tidak...." Tanpa mendengar jawaban Olive, Mina langsung menarik wanita itu. Ia ingin membuatkan Olive makanan sebagai tanda terima kasihnya. ---- "Olive... Olive..." panggil Rose yang baru saja pulang dari Singapore "Ada apa, Ma?" sahut Kale "Olive mana?" Rose memang akan selalu mencarinya saat selesai perjalanan bisnis. Wanita itu sangat bergantung pada Olive. Kale memutar bola matanya ia harus memberikan jawaban apa. "Olive sedang pergi, aku yang memintanya" kata Kale "Pergi, pergi kemana?" selidik Rose tak puas. "Aku memintanya menunggu wanita itu di rumah sakit" jujur Kale. "Oh... Bagus!" Rose pergi dari hadapan anaknya, ia terfikir merencanakan sesuatu. Di dalam kamar, Rose langsung menelpon Olive "Olive... Bagaimana keadaan Mina sekarang? saya dengar kamu menjaganya selama ini?!" "Lapor Nyonya, Nona Mina sekarang baik-baik saja. Ia bahkan sudah bisa tertawa bersama anggota panti lainnya" desis Olive sedikit menjauh dari kerumunan. Tadi Olive sedang memakan kue brownies buatan Mina, Melihat Rose menelponnya buru-buru Olive melahap kue itu sampai habis. "Bagus, lalu apa lagi. Apa ia sudah setuju menikah dengan anak saya?" "Saya... uhkkss... uuhhksss..." Sepertinya Olive tersedak. Mina yang mendengar suara batuk Olive sigap membawakan air untuknya. "Mbak, kenapa... Makanya makan pelan-pelan, sambil duduk jangan sambil berdiri gini!" kata Mina perhatian mengurut tengkuk Olive. Olive berusaha menutupi ponselnya dari Mina, tak mau ketahuan sedang terima telepon. Rose yang berada di ujung telepon menyerit heran, Kenapa dengan Olive? tapi wanita sedingin salju itu tak ingin peduli. Baginya Olive hanya alat mencapai keinginannya. Rose langsung menutup ponselnya, Nanti saja ia kembali menelpon Olive. pikirnya "Sa... Saya sudah tidak apa-apa, Nona. Tolong singkirkan tangan anda" pintanya tidak enak. "Singkirin gimana, Ini kamu masih tersedak. Harus diurut gini biar lancar!" sahut Mina terus menerus mengurut tengkuk Olive "Udah enakkan?" tanya Mina memeringkan wajahnya kearah Olive.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD